Senin, 23 November 2015

Sirosis Hepatis



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. di dalam hati terjadi proses-proses penting bagi kehidupan kita. yaitu proses penyimpanan energi, pengaturan metabolisme kolesterol, dan peneralan racun/obat yang masuk dalam tubuh kita. sehingga dapat kita bayangkan akibat yang akan timbul apabila terjadi kerusakan pada hati.Sirosis hepatis adalah suatu penyakit di mana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh system arsitekture hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat ( firosis ) di sekitar paremkin hati yang mengalami regenerasi. sirosis didefinisikan sebagai proses difus yang di karakteristikan oleh fibrosis dan perubahan strukture hepar normal menjadi penuh nodule yang tidak normal.

Peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel menyebabkan banyaknya terbentuk jaringan ikat dan regenerasi noduler dengan berbagai ukuran yang di bentuk oleh sel paremkim hati yang masih sehat. akibatnya bentuk hati yang normal akan berubahdisertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya aliran darah vena pota yang akhirnya menyebakan hipertensi portal. Penyebab sirosis hati beragam. selain disebabkan oleh virus hepatitis B ataupun C, bisa juga di akibatkan oleh konsumsi alkohol yang berlebihan, bergai macam penyakit metabolik, adanya ganguan imunologis, dan sebagainya.Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ke tiga pada pasien yang berusia 45 – 46 tahun      ( setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker ). di seluruh dunia sirosis menempati urutan ketujuh penyebab kematian, 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini.

Sirosis hati merupakan penyakit hati yang sering di temukan dalam ruangan perawatan bagian penyakit dalam.Di indonesia sirosis hati lebih sering di jumpai pada laki – laki dari pada perempuan. dengan perbandingan 2 – 4 : 1. Peran dan fungsi perawat adalah memberi penyuluhan kesehatan agar mayakakat dapat mewaspadai bahaya penyakit sirosis hepatis . Sedangkan peran perawat dalam merawat pasien dengan penyakit sirosis hepatis adalah mencakup perbaikan masukan nutrisi klien, membantu klien mendapatkan citra diri yang positif dan pemahaman dengan penyakit dan pengobatanya.Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit sirosis hepatis untuk memudahkan kita sebagai calon perawat dalam merawat pasien dengan penyakit sirosis hepatis .

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana anatomi fisiologi dari sirosis hepatis ?
2. Apa Definisi dari sirosis hepatis ?
3. Apa klasifikasi dari sirosis hepatis ?
4. Apa etiologi dari sirosis hepatis ?
5. Apa manifestasi klinis dari sirosis hepatis ?
6. Bagaimana patofisiologis dari sirosis hepatis ?
7. Bagaiamana pathway dari sirosis hepatis ?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari sirosis hepatis ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan dari sirosis hepatis ?

1.3  TUJUAN
1.3.1   Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah diperoleh gambaran secara nyata dalam merawat pasien dengan sirosis hepatis.

1.3.2   Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari pembuatan makalah ini adalah:
1.    Mampu melakukan pengkajian secara menyeluruh pada klien dengan sirosis hepatis.
2.    Mampu mengidentifikasi masalah keperawatan yang muncul pada klien dengan sirosis hepatis.
3.    Mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada klien dengan sirosis hepatis.
4.    Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan sirosis hepatis.
5.    Mampu melakukan evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan.
6.    Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan klien dengan sirosis hepatis.



BAB II
KONSEP TEORI

2.1  PENGERTIAN
Sirosis hepatis adalah penyakit yang di tandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati,diikuti dengan proliferasi jaringan ikat,degenerasi dan regenerasi sel-sel hati,sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati (Mansjoer,FKUI, 2001).

Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan ekrosis sel hati yang  luas. Pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Smeltzer&Bare, 2001).
Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya dengan pasti.Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono, 2002).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sirosis hati adalah penyakit hati kronis yang ditandai oleh adanya peradangan difus pada hati,diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel hati disertai nodul dan merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati.

2.2  ANATOMI DAN FISIOLOGI
Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga perut di bawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 % dari berat badan orang dewasa normal. Pada kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan persediaan darah.  

Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum falciforme, di inferior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum teres dan di posterior oleh fissure dinamakan denganligamentum venosum. . Lobus kanan hati enam kali lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai 3 bagian utama yaitu : lobus kanan atas, lobus caudatus, dan lobus quadrates. Hati dikelilingi oleh kapsula fibrosa yang dinamakan kapsul glisson dan dibungkus peritorium pada sebagian besar keseluruhan permukaannnya.
Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu : Vena porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus, yang kaya akan nutrien seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air, dan mineral danArteri hepatica, cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.

Untuk perbedaan hati yang sehat dengan yang sirosis dapat dilihat pada gambar berikut
    Sumber : Info Kesehatan Fungsi Organ Hati

FISIOLOGI HATI
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20-25% oksigen darah.
Ada beberapa fungsi hati yaitu:
1.    Sebagai Metabolisme Karbohidrat
Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan satu sama lain. Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen menjadi glukosa disebut glikoneogenesis. Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan, yaitu: menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/biosintesis senyawa 3 karbon (3C), yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs).

2.    Sebagai Metabolisme Lemak
Hati tidak hanya membentuk/mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis asam lemak.
Asam lemak dapat dipecah menjadi beberapa komponen:
  1. Senyawa 4 karbon → keton bodies.
  2. Senyawa 2 karbon → active acetate (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol).
  3. Pembentukan cholesterol.
  4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid.
Hati merupakan pembentukan utama sintesis, esterifikasi, dan ekskresi kolesterol di mana serum cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid.

3.    Sebagai Metabolisme Protein
Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. Dengan proses deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino. Dengan proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan ∂-globulin dan organ utama bagi produksi urea. Urea merupakan end product metabolisme protein. ∂-globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang. β-globulin hanya dibentuk di dalam hati. Albumin mengandung ± 584 asam amino dengan BM 66.000.

4.    Sehubungan Dengan Pembekuan Darah
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X. Faktor ekstrinsi akan beraksi jika benda asing mengenai pembuluh darah dan factor instrinsik akan beraksi jika berhubungan dengan katup jantungvitamin K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.

5.    Sebagai Metabolisme Vitamin
Semua vitamin disimpan di dalam hati, khususnya vitamin A, D, E, dan K.

6.    Sebagai Detoksikasi
Hati adalah pusat detoksikasi tubuh. Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi, dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat racun dan obat over dosis.

7.    Sebagai Fagositosis Dan Imunitas
Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen, dan berbagai bahan melalui proses fagositosis. Selain itu, sel kupfer juga ikut memproduksi ∂-globulin sebagai imun livers mechanism.

8.    Sebagai Hemodinamik
Hati merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah.Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500 cc/menit atau 1000-1800 cc/menit. Darah yang mengalir di dalam arteri hepatica ± 25% dan di dalam vena porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persyarafan, dan hormonal. Aliran ini berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari, dan shock.
Secara klinis sirosis hati dibagi menjadi:
A. Sirosis hati kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata.
Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara klinis, hanya dapat dibedakan melalui biopsi hati.
B. Sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik yang  jelas.
Secara morfologi Sherrlock membagi Sirosis hati bedasarkan besar kecilnyanodul, yaitu:
a.    Makronoduler (Ireguler, multilobuler) ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, dengan besar nodul lebih dari 3 mm.
b.   Mikronoduler (reguler, monolobuler) ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, didalam septa parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil merata diseluruh lobus, besar nodulnya sampai 3 mm. Sirosis mikronodular ada yang berubah menjadi makronodular.
c.  Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler umumnya sinosis hepatis adalah jenis campuran ini.
Menurut Gall seorang ahli penyakit hati, membagi penyakit Sirosis Hati atas:
a. Chirrosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau sirosis toksik atau subcute yellow, atrophy chirrosis yang terbentuk karena banyak terjadi jaringan nekrose.
b. Nutrisional chirrosis , atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler, chirrosis alkoholik, Laennec´s cirrhosis atau fatty cirrhosis. Chirrosis terjadi sebagai akibat kekurangan gizi, terutama faktor lipotropik.
c. Chirrosis Post hepatic, chirrosis yang terbentuk sebagai akibat setelah menderita hepatitis.
Menurut Shiff dan Tumen secara morfologi membagi atas:
1. Chirrosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis
2. Chirrosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut darihepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Chirrosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).

2.3  ETIOLOGI
Alkohol, suatu penyebab yang paling umum dari sirosis hati, terutama di daerah Barat. Perkembangan sirosi tergantung pada jumlah dan keteraturan mengonsumsi alkohol. Mengonsumsi alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis dapat melukai sel-sel hati. Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari penyakit-penyakit hati, yaitu dari hati berlemak yang sederhana dan tidak rumit(steatosis), ke hati berlemak yang lebih serius dengan peradangan(steatohepatitis atau alcoholic hepatitis), ke sirosis.
Kelainan-kelainan genetik yang diturunkan/diwariskan berakibat pada akumulasi unsur-unsur beracun dalam hati yang menjurus pada kerusakan jaringan dan sirosis. Contohnya
1. Hemakhomatosis (kelebihan beban besi)
2. Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga)
3. Defisiensi Alphal-antitripsin
4. Glikonosis type-IV
5. Galaktosemia
6. Tirosinemia
Hepatitis virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab chirrosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis , maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi chirrosisi. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A.

Zat toksik dan obat
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis hati.misalnya : metotetrexat, amiodaron,INH, metil dopa dan   lainlainkarbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor.
Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatica adalah : penyakit vena oklusif, sindrom budd chiari, perikarditis konstriktiva, payah jantung kanan, malnutrisi, dan infeksi seperti: malaria dan sistosomiasis.

2.4 PATOFISIOLOGI
Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi sirosis, mengonsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama. Selain pada peminum alkohol, penurunan asupan protein juga dapat menimbulkan kerusakan pada hati. Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasaan minum dan pada individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi.

Faktor lainnya termasuk pajanan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis yang menular. Jumlah laki-laki penderita sirosis adalah dua kali lebih banyak dari pada wanita, dan mayoritas pasien sirosis berusia 40 hingga 60 tahun.

Sirosis Laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh episode nekrosis yang melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang di sepanjang perjalanan penyakit tersebut. Sel-sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut, akhirnya jumlah jaringan parut melampaui jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Jaringan-jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regenerasi dapat menonjol dari bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkelapa besar dalam (hobnail appearance) yang khas. Sirosis Hepatis biasanya memiliki awitan yang insidius dan perjalanan penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-kadang melewati rentang waktu 30 tahun atau lebih.

Sirosis Pasca Nekrotik (Hepatitis dari Virus tipe B dan C). Infeksi hepatitis virus tipe B dan C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus ati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodu sel hati, walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi sirosis hati sama atau hampir sama, septa bisa dibentuk dari sel reikulum penyangga yang kolaps dan berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat meghubungkan daerah porta dan sentra.
 Sirosis Billier (Obstruksi Billiaris Pascahepatik). Kerusakan sel hati yang dimulai sekitar duktus biliaris akan menimbulkan pola sirosis yang dikenal sebagai sirosis biliaris. Penyebabnya oleh karena obstruksi biliaris pascahepatik. Terjadi stasis empedu menyebabkan penumpukan empedu di dalam massa hati dan kerusakan sel-sel hati. Hati akan membesar keras, bergranula halus. Ikterus merupakan bagian awal dari dan utama dari sindrom ini.





2.5 MANIFESTASI KLINIS
Menurut Smeltzer & Bare (2001) manifestasi klinis dari sirosis hepatis antara lain:
a.   Pembesaran Hati (hepatomika)
Pada awal perjalanan sirosis hati, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba berbenjol-benjol (noduler).
b.    Obstruksi Portal dan Asites
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena porta dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan perlintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dyspepsia kronis dan konstipasi atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan.Cairan yang kaya protein dan menumpuk dirongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.
c.    Varises Gastrointestinal
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah diseluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan membentuk varises atau hemoroid tergantung pada lokasinya.Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang  nyata dan tersembunyi  dari traktus gastrointestinal. Kurang lebih 25 % pasien akan mengalami hematemesis ringan; sisanya akan mengalami hemoragi masif dari ruptur varises pada lambung dan esofagus.
d.   Edema
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium. Albumin mempengaruhi keseimbangan cairan.
e.    Defisiensi Vitamin dan Anemia
Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu yang tidak memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari.
f.     Kemunduran Mental
Manifestasi klinis lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara. Karena keracunan pada hepar.
Manifestasi lainnya pada sirosis hepatis, yaitu:
1.    Mual-mual dan nafsu makan menurun
2.    Cepat lelah.
3.    Kelemahan otot
4.    Penurunan berat badan
5.    Air kencing berwarna gelap
6.    Kadang-kadang hati teraba keras
7.    Ikterus, spider navi, erytema palmaris
8.    Hematemesis, melena

2.6  KOMPLIKASI
Komplikasi sirosis hepatis menurut Tarigan (2001) adalah:
1. Hipertensi portal
2.   Coma/ensefalopaty hepatikum – kemunduran mental
3. Hepatoma
4. Asites
5. Peritonitis bakterial spontan- bakteri ya tidak bisa jalan
6.   Kegagalan hati (hepatoselular)
7. Sindrom hepatorenal

2.7  PENATALAKSANAAN MEDIS
  1. Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
Jika bergerak maka metabolisme akan berjalan sehingga kerja hepar bertambah
  1. Diet tingi protein dan rendah lemak (diet hati III protein 1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000 kalori). Bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1.000-2000 mg). Bila proses tidak aktif diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3000 kalori) dan tinggi protein (80-125 gr/hari). Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan dihentikan (diet hati II) untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang melebihi kemampuan pasien atau meningginya hasil metabolisme protein, dalam darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya koma hepatikum. Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.
  2. Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan memakai obat-obatan yang jelas tidak hepatotoksik.
  3. Mempebaiki keadaan gizi bila perlu dengan pemberian asam amino esensial berantai cabang dengan glukosa.
  4. Roboransia. Vitamin B compleks. Dilarang makan dan minum bahan yang mengandung alkohol
  5. Pengobatan berdasarkan etiologi, misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi untuk pasien dengan hepatitis C kronis yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN (intraferon), seperti:
1.    Terapi Kombinasi IFN (intraferon) dengan ribavirin.
Terapi kombinasi IFN (intraferon) dan RIB (Ribavirin) terdiri dari IFN(intraferon) 3 juta unit 3 x seminggu dan RIB (ribavirin) 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan(1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan untukjangka waktu 24-48 minggu.
2.    Terapi induksi IFN (intraferon).
Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggudengan atau tanpa kombinasiRIB
3.    Terapi dosis IFN tiap hari
Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati
4.      Terapi terhadap komplikasi yang timbul
a.       Asites
Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram/ hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/ hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/ hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/ hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respons, maksimal dosisnya 160 mg/ hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.
b. Perdarahan varises esofagus (hematemesis, hematemesis dengan melena atau melena saja)
1) Lakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah untuk mengetahui apakah perdarahan sudah berhenti atau masih berlangsung.
2) Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik dibawah 100 mmHg, nadi diatas 100 x/menit atau Hb dibawah 99% dilakukan pemberian IVFD dengan pemberian dextrose/ salin dan tranfusi darah secukupnya.
3) Diberikan vasopresin 2 amp 0,1 gr dalam 500cc D5% atau normal salin pemberian selama 4 jam dapat diulang 3 kali.
c.  Ensefalopati
1) Dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL pada hipokalemia.
2) Mengurangi pemasukan protein makanan dengan memberi diet sesuai.
3) Aspirasi cairan lambung bagi pasien yang mengalami perdarahan pada varises.
4) Pemberian antibiotik campisilin/ sefalosporin pada keadaan infeksi sistemik.
5) Transplantasi hati.
d. Peritonitis bakterial spontan
Diberikan antibiotik pilihan seperti cefotaksim, amoxicillin, aminoglikosida.
e. Sindrom hepatorenal/ nefropatik hepatik Mengatur keseimbangan cairan dan garam.

2.8 PENCEGAHAN
 Pencegahan pada sirosis hepatis adalah:
a.    Kurangi efek estrogen.
b.    Berhenti merokok.
c.    Ketahui status kesehatan tentang mitra seksual .
d.    Gunakan suatu jarum bersih jika kamu menyuntik obat.
e.    Berhati-hati sekitar produk darah di negara-negara tertentu.
f.     Hindari atau membatasi alkohol.
g.    Hindari pengobatan yang boleh menyebabkan kerusakan hati.
h.    Hindari ekspose ke toksin lingkungan









BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN PADA PASIEN SIROSIS HEPATIS MENURUT DOENGES (2000) SEBAGAI BERIKUT:
3.1  DEMOGRAFI
a.Usia : diatas 40 tahun
b.Laki-laki beresiko lebih besar daripada perempuan
c.Pekerjaan : riwayat terpapar toksin
3.2 RIWAYAT KESEHATAN
a. Riwayat hepatitis kronis
b. Penyakit gangguan metabolisme : DM
c. Obstruksi kronis ductus coleducus
d. Gagal jantung kongestif berat dan kronis
e. Penyakit autoimun
f. Riwayat malnutrisi kronis terutama KEP
3.3 POLA FUNGSIONAL
a. Aktivitas/ istirahat
·  Gejala : Kelemahan, kelelahan.
·  Tanda : Letargi, penurunan massa otot/ tonus.
b.    Sirkulasi
Gejala : Riwayat gagal jantung kongesstif (GJK), kronis, perikarditis, penyakit jantung rematik, kanker(malfungsi hati menimbulkan gagal hati), disritmia, bunyi jantung ekstra, DVJ, dan abdomen distensi.
c.    Eliminasi
· Gejala : Flatus.
· Tanda : Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), penurunan/ tak adanya bising usus, feses warna tanah liat, melena, urine gelap, pekat.
d.   Makanan/ cairan
·      Gejala : Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/ tak dapat mencerna, mual/ muntah.
·      Tanda : Penurunan berat badan/ peningkatan (cairan), kulit kering, turgor buruk, ikterik : angioma spider, napas berbau/ fetor hepatikus, perdarahan gusi.
e.      Neurosensori
·      Gejala : Orang terdekat dapat melaporkan perubahan kepribadian, penurunan mental.
·      Tanda : Perubahan mental, bingung halusinasi, koma, bicara lambat/ tak jelas.
f.      Nyeri/ kenyamanan
·   Gejala : Nyeri tekan abdomen/ nyeri kuadran kanan atas.
·      Tanda : Perilaku berhati-hati/ distraksi, fokus pada diri sendiri.
g.     Pernapasan
·      Gejala : Dispnea.
·      Tanda : takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, ekspansi paru terbatas (asites), dan hipoksia.
h.     Keamanan
·      Gejala : Pruritus.
·      Tanda : Demam (lebih umum pada sirosis alkohlik), ikterik, ekimosis, petekie.
i.       Seksualitas
·      Gejala : Gangguan menstruasi, impoten.
·      Tanda : Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada, bawah lengan, pubis)
3.4 PEMERIKSAAN FISIK
a. Tampak lemah
b. Peningkatan suhu, peningkatan tekanan darah (bila ada kelebihan cairan)
c. Sclera ikterik, konjungtiva anemis
d. Distensi vena jugularis dileher
e. Dada :
1) Ginekomastia (pembesaran payudara pada laki-laki)
2) Penurunan ekspansi paru
3) Penggunaan otot-otot asesoris pernapasan
4) Disritmia, gallop
5) Suara abnormal paru (rales)
f.  Abdomen :
1) Perut membuncit, peningkatan lingkar abdomen
 2) Penurunan bunyi usus
3) Ascites/ tegang pada perut kanan atas, hati teraba keras
 4) Nyeri tekan ulu hati
g. Urogenital :
1) Atropi testis
2) Hemoroid (pelebaran vena sekitar rektum)
h. Integumen :Ikterus, palmar eritema, spider naevi, alopesia, ekimosis
i.      Ekstremitas :Edema, penurunan kekuatan otot
3.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan laboratorium (Menurut Smeltzer & Bare 2001 ) yaitu:
1) Darah lengkap : Hb/ Ht dan SDM mungkin menurun karena perdarahan. Kerusakan SDM dan anemia terlihat dengan hipersplenisme dan defisiensi besi. Leukopenia mungkin ada sebagai akibat hiperplenisme.
2) Kenaikan kadar SGOT, SGPT(serum di hepar) – enzim meningkat – serum di hepar juga meningkat
3) Albumin serum menurun – menyebabkan edema
4) Pemeriksaan kadar elektrolit(menurun) : hipokalemia
5) Pemanjangan masa protombin(pembekuan) – ditandai penyembuhan luka – pemeriksaan clothing time
6) Glukosa serum : hipoglikemi
 7) Fibrinogen menurun
8) BUN meningkat – blood ureum nitrogen – di hepar
Disebabkan faktor makanan – hasil dari metabolisme yg kita makan berupa amoniak
Ada gangguan di ginjal dan penurunan fungsi filtrasi
 b. Pemeriksaan diagnostik (Menurut smeltzer & Bare 2001 ) yaitu:
1) Radiologi : Dapat dilihat adanya varises esofagus untuk konfirmasi hipertensi   portal.
2) Esofagoskopi : Dapat menunjukkan adanya varises esofagus.
3) USG
Menunjukkan varises esofagus
4) Angiografi : Untuk mengukur tekanan vena porta.
5) Skan/ biopsi hati :Mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis, kerusakan jaringan hati.
6) Partografi transhepatik perkutaneus Memperlihatkan sirkulasi sistem vena portal.
3.6 DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan pada klien sirosis hepatis menurut Doenges (2000) antara lain:
1.Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, asites.
2.Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat.
3.Kelebihan volume cairan berhubungan dengan ascites, edema.
4.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
5.Gangguan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu pada kulit.
6.Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan metabolisme protein.
7.Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan tubuh.
8.Resiko perubahan proses pikir berhubungan dengan peningkatan
amonia dalam darah.
3.7   INTERVENSI DAN RASIONAL
Menurut Doenges (2000) pada klien sirosis hepatis ditemukan diagnosa keperawatan dengan intervensi dan rasional sebagai berikut:
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, asites.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pola nafas menjadi efektif.
Kriteria hasil :
a. Melaporkan pengurangan gejala sesak nafas.
b. Memperlihatkan frekuensi respirasi yang normal (12-18 x/ menit) tanpa terdengarnya suara pernapasan tambahan.
c. Memperlihatkan pengembangan toraks yang penuh tanpa gejala pernapasan dangkal.
d. Tidak mengalami gejala sianosis.
Intervensi :
·         Awasi frekuensi, kedalaman dan upaya pernapasan.
Rasional : Pernapasan dangkal cepat/ dispnea mungkin ada hubungan dengan akumulasi cairan dalam abdomen.
·         Pertahankan kepala tempat tidur tinggi, posisi miring.
Rasional : Memudahkan pernapasan dengan menurunkan tekanan pada diafragma.
·         Ubah posisi dengan sering, dorong latihan nafas dalam, dan batuk.
Rasional : Membantu ekspansi paru dan memobilisasi sekret.
·         Berikan tambahan oksigen sesuai indikasi.
Rasional : Untuk mencegah hipoksia.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan nutrisi tubuh terpenuhi.
Kriteria hasil :
a. Menunjukkan peningkatan berat badan secara progresif.
b. Tidak mengalami tanda malnutrisi lebih lanjut.
Intervensi :
1)   Ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori.
Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan.
2)   Berikan makan sedikit tapi sering.
Rasional :Buruknya toleransi terhadap makanan banyak mungkin berhubungan dengan peningkatan tekanan intraabdomen/ asites.
3) Berikan perawatan mulut sering dan sebelum makan.
Rasional : Klien cenderung mengalami luka dan perdarahan gusi dan rasa tidak enak pada mulut dimana menambah anoreksia.
4) Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional : Mungkin sulit untuk menggunakan berat badan sebagai indikator langsung status nutrisi karena ada gambaran edema/ asites.
5) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh glukosa serum, albumin, total protein dan amonia.
Rasional : Glukosa menurun karena gangguan glukogenesis, penurunan simpanan glikogen, atau masukan tidak adekuat.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan ascites, edema.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam terjadi balance cairan.
Kriteria hasil :
a. Menunjukkan volume cairan stabil dengan keseimbangan pemasukan dan pengeluaran.
b. Berat badan stabil.
c. Tanda vital dalam rentang normal dan tidak ada edema.
Intervensi :
1)   Ukur masukan dan haluaran, catat keseimbangan positif.
Rasional : Menunjukkan status volume sirkulasi.
2)   Auskultasi paru, catat penurunan/ tidak adanya bunyi napas danterjadinya bunyi tambahan.
Rasional   : Peningkatan kongesti pulmonal dapat mengakibatkan konsolidasi, gangguan pertukaran gas, dan komplikasi.
3)   Dorong untuk tirah baring bila ada asites.
Rasional : Dapat meningkatkan posisi rekumben untuk diuresis.
4) Awasi TD dan CVP.
Rasional : Peningkatan TD biasanya berhubungan dengan kelebihan volume cairan.
5) Awasi albumin serum dan elektrolit.
Rasional : Penurunan albumin serum mempengaruhi tekanan osmotik koloid plasma, mengakibatkan edema.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam klien toleran terhadap aktivitas.
Kriteria hasil :
a.    Melaporkan peningkatan kekuatan dan kesehatan klien.
b.    Merencanakanaktivitas untuk memberikan kesempatan istirahat yang cukup.
c.    Meningkatkan  aktivitas dan latihan bersamaan dengan bertambahnya kekuatan.
Intervensi :
1)      Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi protein (TKTP).
Rasional : Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses penyembuhan.
2)      Berikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C dan K)
Rasional : Memberikan nutrien tambahan.
3)      Motivasi klien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat.
Rasional : Menghemat tenaga klien sambil mendorong klien
untuk melakukan latihan dalam batas toleransi klien.
4)      Motivasi dan bantu klien untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang ditingkatkan secara bertahap.
Rasional : Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri.
5.    Gangguan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu pada kulit.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam integritas kulit terjaga.
Kriteria hasil :
a. Memperlihatkan turgor kulit yang normal pada ekstremitas dan batang tubuh.
b. Tidak memperlihatkan luka pada tubuh.
c. Memperlihatkan jaringan yang normal tanpa gejala eritema, perubahan warna atau peningkatan suhu didaerah tonjolan tulang.
Intervensi :
1)  Batasi natrium seperti yang diresepkan.
Rasional : Meminimalkan pembentukan edema.
2)      Berikan perhatian dan perawatan yang cermat pada kulit.
Rasional : Jaringan dan kulit yang edematous mengganggu suplai nutrien dan sangat rentan terhadap tekanan serta trauma.
3)      Balik dan ubah posisi klien dengan sering.
Rasional :  Meminimalkan tekanan yang lama dan meningkatkan mobilisasi edema.
4)       Lakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan ekstremitas edematous.
Rasional : Meningkatkan mobilisasi edema.
5)      Letakkan bantalan busa yang kecil dibawah tumit, dan tonjolan tulang lain.
Rasional : Melindungi tonjolan tulang dan meminimalkan trauma jika dilakukan dengan benar.
6.      Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan metabolisme protein.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak terjadi perdarahan.
Kriteria hasil :
a. Mempertahankan homeostasis dengan tanpa perdarahan.
b. Menunjukkan perilaku penurunan resiko perdarahan.
Intervensi :
1)      Kaji adanya tanda-tanda dan gejala perdarahan gastrointestinal.
Rasional : Traktus GI paling bisa untuk sumber perdarahan
sehubungan dengan mukosa yang mudah rusak dan gangguan dalam homeostasis karena sirosis.
2)      Observasi adanya ptekie, ekimosis, perdarahan dari satu atau lebih sumber.
Rasional : Adanya gangguan faktor pembekuan.
3)      Awasi nadi, TD, dan CVP bila ada.
Rasional : Peningkatan nadi dengan penurunan TD dan CVP dapat     menunjukkan kehilangan volume darah sirkulasi, memerlukan evaluasi lanjut.
4)  Awasi Hb/ Ht dan faktor pembekuan.
Rasional : Indikator anemia, perdarahan aktif.
5)      Catat perubahan mental/ tingkat kesadaran.
Rasional : Perubahan dapat menunjukkan penurunan perfusi jaringan serebral sekunder terhadap hipovolemia, hipoksemia.
7.      Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan tubuh.
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil :
a.    Tanda-tanda vital dalam batas normal.
b.    Menunjukkan teknik melakukan perubahan pola hidup untuk menghindari infeksi ulang.
Intervensi :
1)      Kaji tanda vital dengan sering.
Rasional : Tanda adanya syok septik.
2)      Lakukan teknik isolasi untuk infeksi, terutama cuci tangan efektif.
Rasional : Mencegah transmisi penyakit virus ke orang lain.
3)      Awasi/ batasi pengunjung sesuai indikasi.
Rasional : Klien terpajan terhadap proses infeksi potensial resiko komplikasi sekunder.
4)      Berikan obat sesuai indikasi : antibiotik.
Rasional : Pengobatan untuk mencegah/membatasi infeksi sekunder.
8.      Resiko perubahan proses pikir berhubungan dengan peningkatan amonia dalam darah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak terjadi perubahan proses pikir.
Kriteria hasil :
a. Mempertahankan tingkat mental/ orientasi kenyataan.
b. Menunjukkan perilaku pola hidup untuk mencegah/ meminimalkan  perubahan mental.
Intervensi :
1)      Observasi perubahan perilaku dan mental.
Rasional : Karena merupakan fluktuasi alami dari koma hepatik.
2)      Konsul pada orang terdekat tentang perilaku umum dan mental klien.
Rasional : Memberikan dasar untuk perbandingan dengan status saat ini.
3)      Pertahankan tirah baring, bantu aktivitas perawatan diri.
Rasional : Mencegah kelelahan, meningkatkan penyembuhan, menurunkan kebutuhan metabolik hati.
4)      Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh : amonia, elektrolit, pH, BUN, glukosa dan darah lengkap.
Rasional : Peningkatan kadar amonia, hipokalemia, alkalosis metabolik, hipoglikemia, anemia, dan infeksi dapat mencetuskan terjadinya koma hepatik.



BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Sirosis Hepatis merupakan perubahan struktur sel hati (fibrosis). Pentingnya identifikasi dini terhadap gejala yang timbul (pemeriksaan fisik dan penunjang). Merupakan penatalaksanan preventif segera dan tepat akan menurunkan resiko komplikasi dan progresifitas penyakit. Kemampuan perawat klinik yang memadai dalam memahami kondisi sirosis hepatis.
4.2  Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan kita harus mengetahui tentang penyakit sitosis hepatis ini,hal ini ditujukan apabila mahasiswa menemukan kasus penyakit sirosis di lingkungannya,mahasiswa dapat melakukan tindakan lebih awal dengan meminta pasien memeriksakan dirinya ke dokter. Selainn itu asuhan keperawatan pada klien dengan sirosis sangat penting dipelajari siswa agar siswa dapat membuat asuhan keperawatan pada klien dengan sirosis dan merawat klien jika berhadapan langsung dengan klien dengan sirosis hepatis.


















DAFTAR PUSTAKA

Brunner&Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah vol 3. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2002. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Doenges, Marilynn E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3. Jakarta: EGC.
Rahmad Juwono, 1996, Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3, FKUI, Jakarta.
Baradero, Mary. 2008. Klien Gangguan Hati: Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC, Jakarta







Tidak ada komentar:

Posting Komentar