BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. di
dalam hati terjadi proses-proses penting bagi kehidupan kita. yaitu proses
penyimpanan energi, pengaturan metabolisme kolesterol, dan peneralan racun/obat
yang masuk dalam tubuh kita. sehingga dapat kita bayangkan akibat yang akan
timbul apabila terjadi kerusakan pada hati.Sirosis hepatis adalah suatu
penyakit di mana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh
system arsitekture hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi
penambahan jaringan ikat ( firosis ) di sekitar paremkin hati yang mengalami
regenerasi. sirosis didefinisikan sebagai proses difus yang di karakteristikan
oleh fibrosis dan perubahan strukture hepar normal menjadi penuh nodule yang
tidak normal.
Peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak
kematian sel menyebabkan banyaknya terbentuk jaringan ikat dan regenerasi
noduler dengan berbagai ukuran yang di bentuk oleh sel paremkim hati yang masih
sehat. akibatnya bentuk hati yang normal akan berubahdisertai terjadinya
penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya aliran darah vena pota yang
akhirnya menyebakan hipertensi portal. Penyebab sirosis hati beragam. selain
disebabkan oleh virus hepatitis B ataupun C, bisa juga di akibatkan oleh
konsumsi alkohol yang berlebihan, bergai macam penyakit metabolik, adanya
ganguan imunologis, dan sebagainya.Di negara maju, sirosis hati merupakan
penyebab kematian terbesar ke tiga pada pasien yang berusia 45 – 46 tahun ( setelah penyakit kardiovaskuler dan
kanker ). di seluruh dunia sirosis menempati urutan ketujuh penyebab kematian,
25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini.
Sirosis hati merupakan penyakit hati yang sering di temukan
dalam ruangan perawatan bagian penyakit dalam.Di indonesia sirosis hati lebih
sering di jumpai pada laki – laki dari pada perempuan. dengan perbandingan 2 –
4 : 1. Peran dan fungsi perawat adalah memberi penyuluhan
kesehatan agar mayakakat dapat mewaspadai bahaya penyakit sirosis hepatis .
Sedangkan peran perawat dalam merawat pasien dengan penyakit sirosis hepatis
adalah mencakup perbaikan masukan nutrisi klien, membantu klien mendapatkan
citra diri yang positif dan pemahaman dengan penyakit dan pengobatanya.Dalam
makalah ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan
penyakit sirosis hepatis untuk memudahkan kita sebagai calon perawat dalam
merawat pasien dengan penyakit sirosis hepatis .
1.2 RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana anatomi
fisiologi dari sirosis hepatis ?
2. Apa Definisi dari
sirosis hepatis ?
3. Apa klasifikasi
dari sirosis hepatis ?
4. Apa etiologi dari
sirosis hepatis ?
5. Apa manifestasi
klinis dari sirosis hepatis ?
6. Bagaimana
patofisiologis dari sirosis hepatis ?
7. Bagaiamana
pathway dari sirosis hepatis ?
8. Bagaimana
penatalaksanaan dari sirosis hepatis ?
9. Bagaimana asuhan
keperawatan dari sirosis hepatis ?
1.3 TUJUAN
1.3.1
Tujuan Umum
Tujuan umum dari
pembuatan makalah ini adalah diperoleh gambaran secara nyata dalam merawat
pasien dengan sirosis hepatis.
1.3.2 Tujuan
Khusus
Tujuan khusus dari pembuatan makalah ini adalah:
1.
Mampu melakukan pengkajian secara menyeluruh pada
klien dengan sirosis hepatis.
2.
Mampu mengidentifikasi masalah keperawatan yang muncul
pada klien dengan sirosis hepatis.
3.
Mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada klien
dengan sirosis hepatis.
4.
Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien
dengan sirosis hepatis.
5.
Mampu melakukan evaluasi atas tindakan yang telah
dilakukan.
6.
Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan klien
dengan sirosis hepatis.
BAB II
KONSEP TEORI
2.1 PENGERTIAN
Sirosis hepatis adalah
penyakit yang
di tandai oleh adanya peradangan difus dan menahun
pada hati,diikuti dengan proliferasi
jaringan ikat,degenerasi
dan regenerasi sel-sel
hati,sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim
hati (Mansjoer,FKUI, 2001).
Sirosis hati
adalah penyakit hati menahun yang
difus ditandai
dengan adanya pembentukan
jaringan
ikat disertai nodul. Biasanya
dimulai dengan adanya
proses peradangan
ekrosis sel
hati yang luas. Pembentukan jaringan ikat
dan usaha regenerasi nodul. Distorsi
arsitektur hati akan menimbulkan perubahan
sirkulasi mikro
dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan
jaringan ikat dan nodul tersebut (Smeltzer&Bare,
2001).
Sirosis hepatis adalah penyakit
hati kronis yang
tidak diketahui penyebabnya
dengan
pasti.Telah
diketahui bahwa penyakit
ini merupakan
stadium
akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya
pengerasan dari hati
(Sujono,
2002).
Berdasarkan beberapa
pengertian di atas
dapat disimpulkan bahwa sirosis hati
adalah penyakit hati kronis yang
ditandai oleh adanya peradangan difus pada
hati,diikuti dengan
proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan
regenerasi sel
hati disertai nodul dan merupakan
stadium akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya
pengerasan dari hati.
2.2 ANATOMI
DAN FISIOLOGI
Hati adalah
organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga perut di bawah diafragma.
Beratnya 1.500 gr atau 2,5 % dari berat badan orang dewasa normal. Pada kondisi
hidup berwarna merah tua karena kaya akan persediaan darah.
Hati terbagi
menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum
falciforme, di inferior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum
teres dan di posterior oleh fissure dinamakan denganligamentum
venosum. . Lobus kanan hati enam kali lebih besar dari lobus kirinya
dan mempunyai 3 bagian utama yaitu : lobus kanan atas, lobus caudatus,
dan lobus quadrates. Hati dikelilingi oleh kapsula
fibrosa yang dinamakan kapsul glisson dan dibungkus peritorium pada sebagian
besar keseluruhan permukaannnya.
Hati disuplai oleh dua pembuluh
darah yaitu : Vena porta hepatica yang berasal dari lambung
dan usus, yang kaya akan nutrien seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang
larut dalam air, dan mineral danArteri hepatica, cabang dari arteri
kuliaka yang kaya akan oksigen.
Untuk perbedaan hati yang sehat
dengan yang sirosis dapat dilihat pada gambar berikut
Sumber : Info Kesehatan Fungsi Organ Hati
FISIOLOGI
HATI
Hati
merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh
sebanyak 20% serta menggunakan 20-25% oksigen darah.
Ada beberapa
fungsi hati yaitu:
1. Sebagai Metabolisme
Karbohidrat
Pembentukan,
perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan satu sama lain.
Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi
glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu
ditimbun di dalam hati kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa.
Proses pemecahan glikogen menjadi glukosa disebut glikoneogenesis.
Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh,
selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan
terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan, yaitu:
menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan
membentuk/biosintesis senyawa 3 karbon (3C), yaitu piruvic acid (asam piruvat
diperlukan dalam siklus krebs).
2. Sebagai Metabolisme
Lemak
Hati tidak hanya
membentuk/mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis asam lemak.
Asam lemak dapat dipecah menjadi
beberapa komponen:
- Senyawa 4 karbon → keton bodies.
- Senyawa 2 karbon → active acetate (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol).
- Pembentukan cholesterol.
- Pembentukan dan pemecahan fosfolipid.
Hati merupakan pembentukan utama
sintesis, esterifikasi, dan ekskresi kolesterol di mana serum cholesterol
menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid.
3.
Sebagai Metabolisme Protein
Hati
mensintesis banyak macam protein dari asam amino. Dengan proses deaminasi, hati
juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino. Dengan proses
transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati
merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan ∂-globulin dan organ
utama bagi produksi urea. Urea merupakan end product metabolisme
protein. ∂-globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan
sumsum tulang. β-globulin hanya dibentuk di dalam hati. Albumin mengandung ±
584 asam amino dengan BM 66.000.
4. Sehubungan Dengan
Pembekuan Darah
Hati merupakan organ penting bagi
sintesis protein-protein yang berkaitan dengan koagulasi darah, misalnya:
membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X. Faktor ekstrinsi akan
beraksi jika benda asing mengenai pembuluh darah dan factor instrinsik akan
beraksi jika berhubungan dengan katup jantungvitamin K dibutuhkan untuk
pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.
5.
Sebagai Metabolisme Vitamin
Semua vitamin disimpan di dalam
hati, khususnya vitamin A, D, E, dan K.
6.
Sebagai Detoksikasi
Hati adalah
pusat detoksikasi tubuh. Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi,
reduksi, metilasi, esterifikasi, dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan
seperti zat racun dan obat over dosis.
7.
Sebagai Fagositosis Dan Imunitas
Sel kupfer merupakan saringan
penting bakteri, pigmen, dan berbagai bahan melalui proses fagositosis. Selain
itu, sel kupfer juga ikut memproduksi ∂-globulin sebagai imun livers mechanism.
8.
Sebagai Hemodinamik
Hati
merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah.Hati menerima ± 25%
dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500 cc/menit atau
1000-1800 cc/menit. Darah yang mengalir di dalam arteri hepatica ± 25% dan di
dalam vena porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar
dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persyarafan, dan hormonal. Aliran ini
berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari, dan shock.
Secara
klinis sirosis hati dibagi menjadi:
A. Sirosis hati kompensata, yang berarti belum adanya
gejala klinis yang nyata.
Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari
proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara
klinis, hanya dapat dibedakan melalui biopsi hati.
B. Sirosis
hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik yang
jelas.
Secara morfologi Sherrlock membagi Sirosis hati
bedasarkan besar kecilnyanodul, yaitu:
a. Makronoduler
(Ireguler, multilobuler) ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan
bervariasi, dengan besar nodul lebih dari 3 mm.
b. Mikronoduler
(reguler, monolobuler) ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur,
didalam septa parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil merata diseluruh
lobus, besar nodulnya sampai 3 mm. Sirosis mikronodular ada yang berubah
menjadi makronodular.
c. Kombinasi antara bentuk makronoduler
dan mikronoduler umumnya sinosis hepatis adalah jenis campuran ini.
Menurut Gall
seorang ahli penyakit hati, membagi penyakit Sirosis Hati atas:
a. Chirrosis
Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau sirosis
toksik atau subcute yellow, atrophy chirrosis yang terbentuk
karena banyak terjadi jaringan nekrose.
b.
Nutrisional chirrosis , atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler,
chirrosis alkoholik, Laennec´s cirrhosis atau fatty cirrhosis.
Chirrosis terjadi sebagai akibat kekurangan gizi, terutama faktor lipotropik.
c. Chirrosis
Post hepatic, chirrosis yang terbentuk sebagai akibat setelah menderita
hepatitis.
Menurut Shiff
dan Tumen secara morfologi membagi atas:
1.
Chirrosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara
khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis
2.
Chirrosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai
akibat lanjut darihepatitis virus
akut yang terjadi sebelumnya.
3.
Chirrosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di
sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi
(kolangitis).
2.3 ETIOLOGI
Alkohol, suatu penyebab yang paling umum dari sirosis hati, terutama
di daerah Barat. Perkembangan sirosi tergantung pada jumlah dan keteraturan
mengonsumsi alkohol. Mengonsumsi alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan
kronis dapat melukai sel-sel hati. Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari
penyakit-penyakit hati, yaitu dari hati
berlemak yang sederhana dan tidak rumit(steatosis),
ke hati berlemak yang lebih serius dengan peradangan(steatohepatitis atau alcoholic hepatitis), ke
sirosis.
Kelainan-kelainan genetik yang diturunkan/diwariskan berakibat pada akumulasi unsur-unsur beracun dalam hati yang
menjurus pada kerusakan jaringan dan sirosis. Contohnya
1. Hemakhomatosis (kelebihan beban besi)
2. Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga)
3. Defisiensi Alphal-antitripsin
4. Glikonosis type-IV
5. Galaktosemia
6. Tirosinemia
Hepatitis
virus
Hepatitis
virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab chirrosis
hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada tahun 1965
dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis , maka diduga mempunyai
peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi
chirrosisi. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak
mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta
menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A.
Zat toksik dan obat
Beberapa
obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel
hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau
degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis hati.misalnya : metotetrexat, amiodaron,INH, metil dopa dan lainlainkarbon
tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor.
Kegagalan jantung yang menyebabkan
bendungan vena hepatica adalah : penyakit vena oklusif, sindrom budd chiari,
perikarditis konstriktiva, payah jantung kanan, malnutrisi, dan infeksi
seperti: malaria dan sistosomiasis.
2.4 PATOFISIOLOGI
Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam
etiologi sirosis, mengonsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor
penyebab yang utama. Selain pada peminum alkohol, penurunan asupan protein juga
dapat menimbulkan kerusakan pada hati. Namun demikian, sirosis juga pernah
terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasaan minum dan pada individu
yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi.
Faktor lainnya termasuk pajanan zat kimia tertentu
(karbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis
yang menular. Jumlah laki-laki penderita sirosis adalah dua kali lebih banyak
dari pada wanita, dan mayoritas pasien sirosis berusia 40 hingga 60 tahun.
Sirosis Laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh
episode nekrosis yang melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang di
sepanjang perjalanan penyakit tersebut. Sel-sel hati yang dihancurkan itu
secara berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut, akhirnya jumlah
jaringan parut melampaui jumlah jaringan hati yang masih berfungsi.
Jaringan-jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regenerasi
dapat menonjol dari bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati yang sirotik
memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkelapa besar dalam (hobnail
appearance) yang khas. Sirosis Hepatis biasanya memiliki awitan yang insidius
dan perjalanan penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-kadang melewati
rentang waktu 30 tahun atau lebih.
Sirosis Pasca Nekrotik (Hepatitis dari Virus tipe B
dan C). Infeksi hepatitis virus tipe B dan C menimbulkan peradangan sel hati.
Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoseluler),
terjadi kolaps lobulus ati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai
terbentuknya septa fibrosa difus dan nodu sel hati, walaupun etiologinya
berbeda, gambaran histologi sirosis hati sama atau hampir sama, septa bisa
dibentuk dari sel reikulum penyangga yang kolaps dan berubah jadi parut.
Jaringan parut ini dapat meghubungkan daerah porta dan sentra.
Sirosis Billier (Obstruksi Billiaris
Pascahepatik). Kerusakan sel hati yang dimulai sekitar duktus biliaris akan
menimbulkan pola sirosis yang dikenal sebagai sirosis biliaris. Penyebabnya
oleh karena obstruksi biliaris pascahepatik. Terjadi stasis empedu menyebabkan
penumpukan empedu di dalam massa hati dan kerusakan sel-sel hati. Hati akan
membesar keras, bergranula halus. Ikterus merupakan bagian awal dari dan utama
dari sindrom ini.
2.5 MANIFESTASI KLINIS
Menurut Smeltzer & Bare (2001) manifestasi klinis dari sirosis hepatis
antara lain:
a.
Pembesaran
Hati (hepatomika)
Pada
awal perjalanan sirosis hati, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi
oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras
dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui
palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati
yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan
pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan
penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba berbenjol-benjol
(noduler).
b. Obstruksi
Portal
dan Asites
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena porta dan dibawa ke hati. Karena hati yang
sirotik tidak memungkinkan perlintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan
dipenuhi oleh darah dan dengan
demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dyspepsia kronis dan konstipasi atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami
penurunan.Cairan yang kaya protein dan menumpuk
dirongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan
melalui perfusi akan adanya shifting
dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi
arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui
inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.
c. Varises
Gastrointestinal
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat
perubahan fibrotik juga mengakibatkan pembentukan
pembuluh darah kolateral dalam sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke dalam pembuluh
darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah diseluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah
merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh
darah kolateral. Distensi pembuluh
darah ini akan membentuk
varises
atau hemoroid tergantung pada lokasinya.Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah
dan tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini
dapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi
untuk mengetahui perdarahan
yang nyata dan tersembunyi dari traktus
gastrointestinal. Kurang lebih 25 % pasien akan mengalami
hematemesis ringan; sisanya akan mengalami hemoragi masif dari ruptur varises
pada lambung dan esofagus.
d. Edema
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun
sehingga menjadi
predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan
ekskresi
kalium. Albumin mempengaruhi keseimbangan cairan.
e. Defisiensi Vitamin
dan
Anemia
Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu yang tidak memadai (terutama vitamin A, C dan
K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin
tersebut sering dijumpai,
khususnya sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia yang sering
menyertai sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta
kesehatan pasien yang buruk akan mengakibatkan
kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk
melakukan aktivitas rutin sehari-hari.
f. Kemunduran Mental
Manifestasi klinis lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu dilakukan
pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum pasien, kemampuan
kognitif, orientasi
terhadap waktu serta tempat,
dan pola bicara. Karena keracunan pada hepar.
Manifestasi lainnya pada sirosis hepatis, yaitu:
1. Mual-mual
dan nafsu makan menurun
2.
Cepat lelah.
3.
Kelemahan otot
4.
Penurunan berat badan
5.
Air kencing berwarna gelap
6.
Kadang-kadang hati teraba keras
7.
Ikterus, spider navi, erytema palmaris
8.
Hematemesis, melena
2.6 KOMPLIKASI
Komplikasi sirosis hepatis menurut
Tarigan (2001) adalah:
1.
Hipertensi portal
2.
Coma/ensefalopaty
hepatikum – kemunduran mental
3.
Hepatoma
4.
Asites
5.
Peritonitis bakterial spontan- bakteri ya tidak bisa jalan
6.
Kegagalan hati
(hepatoselular)
7.
Sindrom hepatorenal
2.7 PENATALAKSANAAN
MEDIS
- Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
Jika
bergerak maka metabolisme akan berjalan sehingga kerja hepar bertambah
- Diet tingi protein dan rendah lemak (diet hati III protein 1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000 kalori). Bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1.000-2000 mg). Bila proses tidak aktif diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3000 kalori) dan tinggi protein (80-125 gr/hari). Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan dihentikan (diet hati II) untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang melebihi kemampuan pasien atau meningginya hasil metabolisme protein, dalam darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya koma hepatikum. Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.
- Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan memakai obat-obatan yang jelas tidak hepatotoksik.
- Mempebaiki keadaan gizi bila perlu dengan pemberian asam amino esensial berantai cabang dengan glukosa.
- Roboransia. Vitamin B compleks. Dilarang makan dan minum bahan yang mengandung alkohol
- Pengobatan berdasarkan etiologi, misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi untuk pasien dengan hepatitis C kronis yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN (intraferon), seperti:
1.
Terapi Kombinasi IFN (intraferon) dengan ribavirin.
Terapi
kombinasi IFN (intraferon) dan RIB (Ribavirin) terdiri dari IFN(intraferon) 3
juta unit 3 x seminggu dan RIB (ribavirin) 1000-2000 mg perhari tergantung
berat badan(1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan
untukjangka waktu 24-48 minggu.
2.
Terapi induksi IFN (intraferon).
Terapi
induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih tinggi
dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta
unit 3 x seminggu selama 48 minggudengan atau tanpa kombinasiRIB
3.
Terapi dosis IFN tiap hari
Terapi dosis
interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta
unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati
4.
Terapi terhadap komplikasi yang timbul
a.
Asites
Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram/ hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons
diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/ hari, tanpa
adanya edema kaki atau 1 kg/ hari dengan adanya
edema kaki. Bilamana
pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/
hari.
Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada
respons, maksimal dosisnya 160 mg/ hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa
hingga 4-6 liter
dan dilindungi dengan pemberian albumin.
b. Perdarahan varises esofagus (hematemesis, hematemesis
dengan melena atau melena saja)
1) Lakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah untuk
mengetahui apakah perdarahan sudah berhenti atau masih
berlangsung.
2) Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik dibawah 100
mmHg, nadi diatas 100 x/menit atau Hb dibawah 99% dilakukan pemberian IVFD
dengan pemberian dextrose/
salin dan tranfusi
darah secukupnya.
3) Diberikan vasopresin 2 amp 0,1 gr dalam 500cc D5% atau
normal
salin pemberian selama 4
jam dapat diulang 3 kali.
c.
Ensefalopati
1) Dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL
pada hipokalemia.
2) Mengurangi pemasukan protein makanan dengan memberi
diet sesuai.
3) Aspirasi cairan lambung
bagi pasien yang mengalami perdarahan
pada
varises.
4) Pemberian antibiotik campisilin/ sefalosporin pada keadaan infeksi
sistemik.
5) Transplantasi hati.
d. Peritonitis bakterial spontan
Diberikan antibiotik pilihan seperti cefotaksim, amoxicillin,
aminoglikosida.
e. Sindrom
hepatorenal/ nefropatik hepatik Mengatur
keseimbangan cairan
dan
garam.
2.8 PENCEGAHAN
Pencegahan pada sirosis hepatis
adalah:
a. Kurangi efek estrogen.
b. Berhenti
merokok.
c. Ketahui status kesehatan tentang mitra seksual .
d. Gunakan suatu
jarum bersih jika kamu menyuntik obat.
e. Berhati-hati sekitar produk darah di negara-negara
tertentu.
f. Hindari atau membatasi alkohol.
g. Hindari pengobatan yang boleh menyebabkan kerusakan
hati.
h. Hindari ekspose ke toksin lingkungan
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN PADA PASIEN SIROSIS HEPATIS MENURUT DOENGES (2000) SEBAGAI BERIKUT:
3.1 DEMOGRAFI
a.Usia : diatas 40 tahun
b.Laki-laki beresiko lebih besar daripada perempuan
c.Pekerjaan : riwayat terpapar
toksin
3.2 RIWAYAT KESEHATAN
a. Riwayat hepatitis kronis
b. Penyakit gangguan
metabolisme : DM
c. Obstruksi kronis ductus
coleducus
d. Gagal jantung kongestif berat
dan kronis
e. Penyakit autoimun
f. Riwayat
malnutrisi kronis
terutama KEP
3.3 POLA FUNGSIONAL
a. Aktivitas/ istirahat
· Gejala : Kelemahan, kelelahan.
· Tanda : Letargi, penurunan massa otot/ tonus.
b. Sirkulasi
Gejala
: Riwayat gagal jantung kongesstif (GJK), kronis, perikarditis, penyakit
jantung rematik, kanker(malfungsi hati menimbulkan gagal hati), disritmia,
bunyi jantung ekstra, DVJ, dan abdomen distensi.
c. Eliminasi
· Gejala : Flatus.
· Tanda : Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali,
asites), penurunan/ tak adanya bising usus, feses warna tanah liat, melena, urine gelap, pekat.
d. Makanan/ cairan
· Gejala : Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/ tak dapat
mencerna, mual/ muntah.
· Tanda : Penurunan berat badan/ peningkatan (cairan), kulit kering, turgor buruk, ikterik : angioma spider, napas berbau/
fetor hepatikus,
perdarahan gusi.
e.
Neurosensori
· Gejala : Orang terdekat dapat melaporkan perubahan kepribadian,
penurunan mental.
· Tanda : Perubahan mental, bingung halusinasi, koma, bicara lambat/ tak jelas.
f.
Nyeri/ kenyamanan
·
Gejala : Nyeri tekan
abdomen/
nyeri kuadran
kanan
atas.
· Tanda : Perilaku berhati-hati/ distraksi, fokus pada diri
sendiri.
g.
Pernapasan
· Gejala : Dispnea.
· Tanda
: takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, ekspansi paru terbatas
(asites), dan hipoksia.
h.
Keamanan
· Gejala : Pruritus.
· Tanda : Demam (lebih umum pada sirosis alkohlik), ikterik,
ekimosis, petekie.
i.
Seksualitas
· Gejala : Gangguan
menstruasi,
impoten.
·
Tanda : Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada, bawah lengan,
pubis)
3.4 PEMERIKSAAN FISIK
a.
Tampak lemah
b. Peningkatan suhu, peningkatan tekanan
darah (bila ada kelebihan cairan)
c. Sclera ikterik,
konjungtiva anemis
d. Distensi vena jugularis
dileher
e. Dada :
1) Ginekomastia (pembesaran payudara pada laki-laki)
2) Penurunan
ekspansi
paru
3) Penggunaan otot-otot asesoris pernapasan
4) Disritmia, gallop
5) Suara abnormal
paru (rales)
f. Abdomen :
1) Perut
membuncit, peningkatan lingkar abdomen
2) Penurunan
bunyi
usus
3) Ascites/ tegang pada
perut kanan
atas,
hati teraba keras
4) Nyeri
tekan ulu hati
g. Urogenital
:
1) Atropi testis
2) Hemoroid
(pelebaran
vena
sekitar rektum)
h.
Integumen :Ikterus,
palmar eritema,
spider naevi,
alopesia, ekimosis
i. Ekstremitas
:Edema, penurunan kekuatan otot
3.5 PEMERIKSAAN
PENUNJANG
a.
Pemeriksaan laboratorium
(Menurut
Smeltzer & Bare 2001 ) yaitu:
1) Darah lengkap
: Hb/
Ht dan SDM mungkin menurun karena perdarahan.
Kerusakan SDM dan anemia terlihat dengan
hipersplenisme dan defisiensi besi. Leukopenia mungkin ada
sebagai akibat
hiperplenisme.
2) Kenaikan
kadar SGOT, SGPT(serum
di hepar) – enzim meningkat – serum di hepar juga meningkat
3) Albumin
serum
menurun – menyebabkan edema
4) Pemeriksaan
kadar elektrolit(menurun)
: hipokalemia
5) Pemanjangan
masa
protombin(pembekuan) –
ditandai penyembuhan luka – pemeriksaan clothing time
6) Glukosa serum : hipoglikemi
7) Fibrinogen
menurun
8) BUN meningkat – blood ureum nitrogen – di hepar
Disebabkan faktor makanan – hasil dari metabolisme yg kita
makan berupa amoniak
Ada gangguan di ginjal dan penurunan fungsi filtrasi
b. Pemeriksaan
diagnostik (Menurut smeltzer & Bare 2001 ) yaitu:
1) Radiologi
: Dapat dilihat adanya varises esofagus untuk konfirmasi hipertensi portal.
2) Esofagoskopi : Dapat
menunjukkan adanya varises
esofagus.
3) USG
Menunjukkan varises esofagus
4) Angiografi
: Untuk mengukur tekanan vena porta.
5) Skan/
biopsi
hati :Mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis, kerusakan jaringan hati.
6) Partografi
transhepatik perkutaneus
Memperlihatkan
sirkulasi sistem vena portal.
3.6 DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan pada klien sirosis hepatis menurut Doenges (2000)
antara lain:
1.Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru,
asites.
2.Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat.
3.Kelebihan
volume cairan berhubungan
dengan
ascites, edema.
4.Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan kelemahan
fisik.
5.Gangguan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu pada kulit.
6.Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan metabolisme
protein.
7.Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan
pertahanan tubuh.
8.Resiko perubahan proses pikir berhubungan dengan peningkatan
amonia dalam darah.
3.7
INTERVENSI DAN RASIONAL
Menurut Doenges (2000) pada klien sirosis hepatis ditemukan diagnosa keperawatan
dengan intervensi
dan rasional sebagai berikut:
1. Pola
nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru,
asites.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pola nafas menjadi
efektif.
Kriteria hasil :
a. Melaporkan pengurangan gejala sesak
nafas.
b. Memperlihatkan frekuensi respirasi yang normal (12-18 x/
menit) tanpa terdengarnya suara pernapasan tambahan.
c. Memperlihatkan pengembangan toraks yang penuh
tanpa gejala pernapasan dangkal.
d. Tidak mengalami gejala
sianosis.
Intervensi :
·
Awasi
frekuensi,
kedalaman dan upaya pernapasan.
Rasional : Pernapasan dangkal cepat/ dispnea mungkin ada hubungan
dengan akumulasi
cairan dalam
abdomen.
·
Pertahankan kepala tempat tidur
tinggi, posisi miring.
Rasional : Memudahkan pernapasan dengan menurunkan
tekanan pada diafragma.
·
Ubah posisi dengan sering, dorong latihan nafas dalam,
dan batuk.
Rasional : Membantu ekspansi
paru dan memobilisasi sekret.
·
Berikan tambahan
oksigen sesuai indikasi.
Rasional : Untuk
mencegah hipoksia.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
inadekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan nutrisi tubuh terpenuhi.
Kriteria hasil :
a. Menunjukkan
peningkatan
berat
badan secara progresif.
b. Tidak mengalami tanda malnutrisi lebih
lanjut.
Intervensi
:
1) Ukur
masukan
diet harian dengan jumlah kalori.
Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan.
2) Berikan
makan sedikit tapi sering.
Rasional :Buruknya toleransi terhadap makanan banyak mungkin berhubungan dengan peningkatan tekanan
intraabdomen/ asites.
3) Berikan perawatan
mulut sering dan
sebelum
makan.
Rasional : Klien cenderung mengalami luka dan perdarahan gusi dan rasa tidak enak pada mulut dimana menambah
anoreksia.
4) Timbang berat
badan sesuai indikasi.
Rasional : Mungkin sulit untuk menggunakan berat badan sebagai indikator langsung status nutrisi karena ada
gambaran edema/
asites.
5) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh
glukosa serum,
albumin, total protein dan amonia.
Rasional : Glukosa menurun karena gangguan glukogenesis, penurunan simpanan glikogen, atau masukan tidak adekuat.
3. Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan ascites, edema.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam terjadi balance
cairan.
Kriteria hasil :
a.
Menunjukkan volume
cairan stabil dengan keseimbangan
pemasukan dan pengeluaran.
b. Berat badan stabil.
c.
Tanda vital dalam rentang normal
dan tidak ada edema.
Intervensi :
1) Ukur
masukan
dan haluaran,
catat
keseimbangan positif.
Rasional : Menunjukkan
status
volume sirkulasi.
2) Auskultasi paru,
catat penurunan/ tidak adanya bunyi napas danterjadinya bunyi tambahan.
Rasional : Peningkatan kongesti pulmonal
dapat mengakibatkan konsolidasi, gangguan pertukaran gas, dan
komplikasi.
3) Dorong untuk
tirah
baring bila
ada
asites.
Rasional
: Dapat meningkatkan
posisi
rekumben untuk diuresis.
4) Awasi
TD dan
CVP.
Rasional : Peningkatan TD biasanya berhubungan dengan
kelebihan volume cairan.
5) Awasi
albumin serum dan elektrolit.
Rasional : Penurunan albumin
serum mempengaruhi tekanan
osmotik
koloid plasma, mengakibatkan edema.
4. Intoleransi
aktivitas berhubungan
dengan
kelemahan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam klien toleran
terhadap aktivitas.
Kriteria hasil :
a. Melaporkan
peningkatan kekuatan
dan kesehatan klien.
b. Merencanakanaktivitas untuk memberikan kesempatan
istirahat yang cukup.
c.
Meningkatkan aktivitas dan
latihan bersamaan dengan bertambahnya kekuatan.
Intervensi :
1) Tawarkan
diet tinggi kalori, tinggi
protein (TKTP).
Rasional : Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi
proses penyembuhan.
2) Berikan
suplemen vitamin (A,
B kompleks, C dan K)
Rasional : Memberikan nutrien tambahan.
3) Motivasi klien untuk melakukan latihan yang diselingi
istirahat.
Rasional : Menghemat tenaga klien sambil mendorong klien
untuk melakukan latihan dalam batas
toleransi klien.
4) Motivasi dan bantu klien untuk melakukan latihan dengan
periode waktu yang ditingkatkan
secara bertahap.
Rasional : Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri.
5.
Gangguan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu pada kulit.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam integritas
kulit terjaga.
Kriteria hasil :
a. Memperlihatkan turgor kulit yang normal pada ekstremitas dan
batang tubuh.
b.
Tidak memperlihatkan
luka pada tubuh.
c.
Memperlihatkan jaringan yang normal tanpa gejala
eritema, perubahan warna atau peningkatan suhu didaerah tonjolan
tulang.
Intervensi :
1) Batasi
natrium
seperti yang diresepkan.
Rasional : Meminimalkan
pembentukan edema.
2) Berikan
perhatian dan perawatan yang cermat pada
kulit.
Rasional : Jaringan dan kulit yang edematous mengganggu suplai nutrien dan sangat rentan terhadap tekanan
serta trauma.
3) Balik dan ubah posisi
klien dengan sering.
Rasional :
Meminimalkan tekanan yang lama dan meningkatkan mobilisasi
edema.
4)
Lakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan ekstremitas edematous.
Rasional : Meningkatkan mobilisasi
edema.
5) Letakkan bantalan busa yang kecil dibawah tumit, dan tonjolan tulang lain.
Rasional : Melindungi tonjolan tulang dan meminimalkan
trauma
jika dilakukan dengan benar.
6.
Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan metabolisme protein.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
tidak terjadi perdarahan.
Kriteria hasil :
a. Mempertahankan
homeostasis dengan tanpa
perdarahan.
b. Menunjukkan perilaku penurunan
resiko
perdarahan.
Intervensi :
1) Kaji adanya tanda-tanda dan gejala perdarahan gastrointestinal.
Rasional : Traktus GI paling bisa untuk sumber perdarahan
sehubungan dengan mukosa yang mudah rusak dan gangguan dalam
homeostasis karena sirosis.
2) Observasi adanya ptekie, ekimosis, perdarahan dari satu atau
lebih sumber.
Rasional : Adanya gangguan faktor
pembekuan.
3) Awasi nadi, TD, dan CVP bila ada.
Rasional : Peningkatan nadi dengan penurunan TD dan CVP dapat
menunjukkan kehilangan
volume darah
sirkulasi, memerlukan evaluasi
lanjut.
4) Awasi Hb/
Ht dan faktor pembekuan.
Rasional : Indikator anemia, perdarahan aktif.
5) Catat perubahan
mental/ tingkat kesadaran.
Rasional : Perubahan dapat menunjukkan penurunan perfusi jaringan serebral sekunder terhadap hipovolemia, hipoksemia.
7.
Resiko infeksi
berhubungan
dengan penurunan
pertahanan tubuh.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil :
a. Tanda-tanda vital dalam batas
normal.
b. Menunjukkan teknik melakukan perubahan pola hidup untuk menghindari infeksi ulang.
Intervensi :
1) Kaji tanda vital dengan sering.
Rasional : Tanda adanya syok septik.
2) Lakukan teknik
isolasi untuk infeksi, terutama cuci tangan
efektif.
Rasional : Mencegah
transmisi
penyakit virus ke orang lain.
3) Awasi/ batasi pengunjung sesuai indikasi.
Rasional : Klien terpajan terhadap proses infeksi potensial resiko
komplikasi sekunder.
4) Berikan
obat sesuai
indikasi : antibiotik.
Rasional : Pengobatan untuk mencegah/membatasi infeksi sekunder.
8.
Resiko perubahan proses pikir berhubungan dengan peningkatan
amonia dalam darah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak terjadi perubahan proses
pikir.
Kriteria hasil :
a. Mempertahankan
tingkat mental/ orientasi kenyataan.
b. Menunjukkan perilaku pola hidup untuk mencegah/
meminimalkan perubahan mental.
Intervensi :
1) Observasi perubahan
perilaku dan
mental.
Rasional : Karena merupakan fluktuasi alami dari koma hepatik.
2) Konsul pada orang terdekat tentang
perilaku umum dan mental klien.
Rasional : Memberikan dasar untuk perbandingan dengan status saat ini.
3) Pertahankan tirah baring, bantu
aktivitas perawatan diri.
Rasional : Mencegah kelelahan, meningkatkan penyembuhan, menurunkan
kebutuhan metabolik hati.
4) Awasi
pemeriksaan laboratorium, contoh : amonia, elektrolit, pH,
BUN,
glukosa dan darah lengkap.
Rasional : Peningkatan kadar amonia, hipokalemia, alkalosis metabolik,
hipoglikemia, anemia, dan infeksi dapat mencetuskan terjadinya koma
hepatik.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sirosis
Hepatis merupakan perubahan struktur sel hati (fibrosis). Pentingnya
identifikasi dini terhadap gejala yang timbul (pemeriksaan fisik dan
penunjang). Merupakan penatalaksanan preventif segera dan tepat akan menurunkan
resiko komplikasi dan progresifitas penyakit. Kemampuan perawat klinik yang
memadai dalam memahami kondisi sirosis hepatis.
4.2 Saran
Sebagai
mahasiswa keperawatan kita harus mengetahui tentang penyakit sitosis hepatis
ini,hal ini ditujukan apabila mahasiswa menemukan kasus penyakit sirosis di
lingkungannya,mahasiswa dapat melakukan tindakan lebih awal dengan meminta
pasien memeriksakan dirinya ke dokter. Selainn itu asuhan keperawatan pada
klien dengan sirosis sangat penting dipelajari siswa agar siswa dapat membuat
asuhan keperawatan pada klien dengan sirosis dan merawat klien jika berhadapan
langsung dengan klien dengan sirosis hepatis.
DAFTAR
PUSTAKA
Brunner&Suddarth.
2001. Keperawatan Medikal Bedah vol 3. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J.
2002. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Doenges, Marilynn
E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3. Jakarta: EGC.
Rahmad Juwono, 1996,
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3, FKUI, Jakarta.
Baradero, Mary.
2008. Klien Gangguan Hati: Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Kuncara,
H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC,
Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar