BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Hiperglikemik
Hiperosmolar Non Ketosis adalah keadaan koma akibat dari komplikasi diabetes
melitus di mana terjadi gangguan metabolisme yang menyebabkan: kadar gula darah
sangat tinggi, meningkatkan dehidrasi hipertonik dan tanpa disertai ketosis
serum, biasa terjadi pada DM tipe II.
HHNK yang
merupakan komplikasi dari DM tipe II telah
menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat global dan menurut International
Diabetes Federation (IDF) pemutakhiran ke-5 tahun 2012, jumlah penderitanya
semakin bertambah. Menurut estimasi IDF tahun 2012, lebih dari 371 juta orang
di seluruh dunia mengalami DM, 4,8 juta orang meninggal akibat penyakit
metabolik ini dan 471 miliar dolar Amerika dikeluarkan untuk pengobatannya.
Di Indonesia pervalensi HHNK belum
teridentifikasi secara pasti. Namun
terjadinya HHNK tersebut disebabkan oleh DM tipe 2. Prevalensi DM Tipe 2 yang terdiagnosis dokter tertinggi menurut
Riskesdas terdapat di DI Yogyakarta
(2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%).
Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter atau gejala, tertinggi terdapat di
Sulawesi Tengah (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%) dan Nusa
Tenggara Timur 3,3 persen.
Hiperglikemia
ditemukan 85% pasien HHNK mengidap penyakit ginjal atau kardiovaskuler,
pernah jugaditemukan pada penyakit akromegali, tirotoksikosis, dan penyakit
Chusing. Pasien HHNK
kebanyakan usianya tua dan seringkali mempunyai penyakit lain. Komplikasi
sangat sering terjadi dan angka kematian mencapai 25%-50%.
Angka kematian
HHNK 40-50%, lebih tinggi dari pada diabetik ketoasidosis. Karena pasien HHNK
kebanyakan usianya tua dan seringkali mempunyai penyakit lain. Sindrom koma
hiperglikemik hiperosmolar non ketosis penting diketahui karena kemiripannya
dan perbedaannya dari ketoasidosis diabetic berat dan merupakan diagnosa
banding serta perbedaan dalam penatalaksanaan. Pasien yang mengalami sindrom
koma hipoglikemia hiperosmolar nonketosis akan mengalami prognosis jelek.
Komplikasi sangat sering terjadi dan angka kematian mencapai 25%-50% (Morton, 2011).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien (HHNK)
hiperglikemia hiperosmolar non ketotik.
2.
Tujuan khusus
a.
Diharapkan
mahasiswa mengetahui pengertian Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik.
b.
Diharapkan
mahasiswa mengetahui etiologi dari Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik.
c.
Diharapkan
mahasiswa mengetahui manifestasi klinik dari Hiperglikemia Hiperosmolar Non
Ketotik.
d.
Diharapkan
mahasiswa mengetahui komplikasi Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik.
e.
Diharapkan
mahasiswa mengetahui tindakan kritis pada pasien dengan Hiperglikemia
Hiperosmolar Non Ketotik.
f.
Diharapkan
mahasiswa mengetahui penatalaksaan medis Hiperglikemia Hiperosmolar Non
Ketotik.
g.
Diharapkan
mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Hiperglikemia
Hiperosmolar Non Ketotik.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Koma nonketotik hiperglikemik hipersomolar merupakan
komplikasi akut yang dijumpai pada pengidap diabetes tipe 2. Kondisi ini juga
merupakan petunjuk perburukan drastis penyakit (Elizabet, 2009).
Koma hipersomolar
hiperglikemi adalah suatu kedaruratan yang mengancam jiwa yang di tandai dengan
hiperglikemi (kadar glukosa darah melebihi 600 mg/dl dan dapat setinggi
2000mg/dl) dengan tidak terdapatnya ketonemia yang signifikan (Mima, 2001).
Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik adalah suatu
komplikasi akut dari diabetes melitus di mana penderita akan mengalami
dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan
suatu keadaan yang disebut koma. Ini terjadi pada penderita diabetes tipe II (www.wikipedia.com)
Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketosis adalah keadaan koma
akibat dari komplikasi diabetes melitus di mana terjadi gangguan metabolisme
yang menyebabkan: kadar gula darah sangat tinggi, meningkatkan dehidrasi
hipertonik dan tanpa disertai ketosis serum, biasa terjadi pada DM tipe II.
Menurut Hudak dan Gallo (edisi VI) koma hiperosmolar adalah komplikasi
dari diabetes yang ditandai dengan :
1)
Hiperosmolaritas dan kehilangan
cairan yang hebat.
2)
Asidosis ringan.
3)
Sering terjadi koma dan kejang lokal.
4)
Kejadian terutama pada lansia.
5)
Angka kematian yang tinggi.
B. Etiologi
1. Insufisiensi
insulin
a. DM, pankreatitis, pankreatektomi
b. Agen pharmakologic (phenitoin, thiazid)
2. Increase
exogenous glucose
a. Hiperalimentation (tpn)
b. High kalori enteral feeding
3. Increase
endogenous glukosa
a. Acute stress (ami, infeksi)
b. Pharmakologic (glukokortikoid, steroid, thiroid)
4. Infeksi:
pneumonia, sepsis, gastroenteritis.
5. Penyakit akut:
perdarahan gastrointestinal, pankreatitits dan gangguan kardiovaskular.
6. Pembedahan/operasi.
7. Pemberian
cairan hipertonik.
8. Luka bakar.
Faktor risiko
Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik :
1. Kelompok usia dewasa tua (>45 tahun)
2. Kegemukan (BB(kg)>120% BB idaman, atau IMT>27 (kg/m2)
3. Tekanan darah tinggi (TD > 140/90 mmHg)
4. Riwayat keluarga DM
5. Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram
6. Riwayat DM pada kehamilan
7. Dislipidemia (HDL<35 mg/dl dan/atau trigliserida>250 mg/dl)
8. Pernah TGT
(Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu)
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinik
Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik / Gejala Hiperglikemia Hiperosmolar Non
Ketotik
Tanda dan gejala
umum KHNK adalah haus, kulit terasa hangat dan kering, mual dan muntah, nafsu
makan menurun (penurunan berat badan), nyeri abdomen, pusing, pandangan kabur,
banyak kencing, mudah lelah, polidipsi, poliuria, penurunan kesadaran.
Gejala-gejala
Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik meliputi :
1. Agak mengantuk, insiden stupor atau
sering koma.
2. Poliuria selam 1 -3 hari sebelum gejala
klinis timbul.
3. Tidak ada hiperventilasi dan tidak ada
bau napas.
4. Penipisan volume sangat berlebihan
(dehidrasi, hipovolemi).
5. Glukosa serum mencapai 600 mg/dl sampai
2400 mg/dl.
6. Kadang-kadang terdapat gejala-gejala
gastrointestinal.
7. Hipernatremia.
8. Kegagalan mekanisme haus yang
mengakibatkan pencernaan air tidak adekuat.
9. Osmolaritas serum tinggi dengan gejala
SSP minimal (disorientasi, kejang setempat).
10. Kerusakan fungsi ginjal.
11. Kadar HCO3 kurang dari 10 mEq/L.
12. Kadar CO2 normal.
13. Celah anion kurang dari 7 mEq/L.
14. Kalium serum biasanya normal.
15. Tidak ada ketonemia.
16. Asidosis ringan
D. Patofisiologi.
Sindrome
Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik
mengambarkan kekurangan hormon insulin dan kelebihan hormon glukagon. Penurunan
insulin menyebabkan hambatan pergerakan glukosa ke dalam sel, sehingga terjadi
akumulasi glukosa di plasma. Peningkatan hormon glukagon menyebabkan
glycogenolisis yang dapat meningkatkan kadar glukosa plasma. Peningkatan kadar
glukosa mengakibatkan hiperosmolar. Kondisi hiperosmolar serum akan menarik
cairan intraseluler ke dalam intra vaskular, yang dapat menurunkan volume
cairan intraselluler. Bila klien tidak merasakan sensasi haus akan menyebabkan
kekurangan cairan.
Tingginya kadar
glukosa serum akan dikeluarkan melalui ginjal, sehingga timbul glycosuria yang
dapat mengakibatkan diuresis osmotik secara berlebihan ( poliuria ). Dampak
dari poliuria akan menyebabkan kehilangan cairan berlebihan dan diikuti
hilangnya potasium, sodium dan phospat.
Akibat kekurangan
insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula
darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan
hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga
apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi
sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air
maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria.
Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut
poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan
merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus
sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi. Perfusi ginjal menurun
mengakibatkan sekresi hormon lebih meningkat lagi dan timbul hiperosmolar
hiperglikemik.
Produksi insulin
yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel sehingga
sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi
menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien
akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia.
Kegagalan tubuh
mengembalikan ke situasi homestasis akan mengakibatkan hiperglikemia,
hiperosmolar, diuresis osmotik berlebihan dan dehidrasi berat. Disfungsi sistem
saraf pusat karena ganguan transport oksigen ke otak dan cenderung menjadi
koma.
Hemokonsentrasi akan
meningkatkan viskositas darah dimana dapat mengakibatkan pembentukan bekuan
darah, tromboemboli, infark cerebral, jantung.
E. Pathway
Terlampir
F. Pemeriksaan Penunjang.
Pemeriksaan
laboratorium Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik sangat membantu untuk
membedakan dengan ketoasidosis diabetik. Kadar glukosa darah > 600 mg%, aseton negative, dan beberapa tambahan
yang perlu diperhatikan : adanya hipertermia, hiperkalemia, azotemia, kadar
blood urea nitrogen (BUN): kreatinin = 30 : 1 (normal 10:1), bikarbonat serum
> 17,4 mEq/l.
G. Komplikasi
1. Koma.
2. Gagal jantung.
3. Gagal ginjal.
4. Gangguan hati.
5. Iskemia/infark organ
6. Hipo/hiperglikemia
7. Hipokalemia
8. Hiperkhloremia
9. Edema serebri
10. Kelebihan cairan
11. ARDS
12. Tromboemboli
13. Rhabdomiolisis
H. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
1. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Primery survey
1) Airway
Airway
Airway
2) Breathing
O2
O2
3) Circulation
Cairan 1 L NaCl
0,9% bolus (2 L bila hipotensi) : saline setengah normal.
4) Disability
Tentukan GCS, nilai
pupil.
5) Exposure
Buka pakaian penderita, Cegah hipotermia.
Buka pakaian penderita, Cegah hipotermia.
b. Tambahan primary survey
1) Pasang monitor EKG
2) Nasopharyngeal airway placement/ intubasi
endotrakea
3) Kateter urin
4) Kateter vena sentral à untuk ukur CVP, infus, ambil contoh darah
5) Kateter arteri à untuk analisis gas darah, tekanan darah arteri
6) Pulse oksimetri
c. Resusitasi fungsi vital dan
reevaluasi
d. Secondary survey
1) Anamnesis
AMPLE : alergi, medikasi, past illness, last meal, environtment
AMPLE : alergi, medikasi, past illness, last meal, environtment
2) Pemeriksaan fisik
3) Terapi definitive
- Insulin bolus 0,1 U/kg : infuse IV kontinu 0,1 U/kg/jam : glukosan <300 mg/dl : dextrose 5%, insulin turunkan
perlahan (75-100 mg/dl/jam) : cukup jumlah kecildan hati-hati cz HHS sensitive terhadap insulin, cepat menurunkan glukosa
serum
- Antibiotik
- Monitor elektrolit dan gas darah
vena setiap 2-4 jam
e. Rujuk
Konsultasi
endokrinologi, neurology, penyakit infeksi, psikiatri
2. Penatalaksanaan Medis
a. Pengobatan utama adalah
rehidrasi dengan mengunkan cairan
NaCl bisa diberikan cairan isotonik atau
hipotonik ½ normal diguyur 1000 ml/jam sampai keadaan cairan intravaskular dan
perfusi jaringan mulai membaik, baru diperhitungkan kekurangan dan diberikan
dalam 12-48 jam. Pemberian cairan isotonil harus mendapatkan pertimbangan untuk
pasien dengan kegagalan jantung, penyakit ginjal atau hipernatremia. Glukosa 5%
diberikan pada waktu kadar glukosa dalam sekitar 200-250 mg%.
b. Insulin
Pada saat ini para
ahli menganggap bahwa pasien hipersemolar hiperglikemik non ketotik sensitif
terhadap insulin dan diketahui pula bahwa pengobatan dengan insulin dosis
rendah pada ketoasidosis diabetik sangat bermanfaat. Karena itu pelaksanaan
pengobatan dapat menggunakan skema mirip proprotokol ketoasidosis diabetik
c. Kalium
Kalium darah harus
dipantau dengan baik. Bila terdapat tanda fungsi ginjal membaik, perhitungan
kekurangan kalium harus segera diberikan
d. Hindari infeksi sekunder
Hati-hati dengan
suntikan, permasalahan infus set, kateter
I. Pengkajian Keperawatan (Pengkajian
Berdasarkan Pengkajian Kegawatdaruratan)
1. Primery Survey
a. Airway
Kemungkinan ada
sumbatan jalan nafas, terjadi karena adanya penurunan kesadaran/koma sebagai
akibat dari gangguan transport oksigen ke otak.
b. Breathing
Tachypnea, sebagai
upaya untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
c. Circulation
Sebagai akibat
diuresis osmotik, akan terjadi dehidrasi. Visikositas darah juga akan mengalami
peningkatan, yang berdampak pada resiko terbentuknya trombus. Sehingga akan
menyebabkan tidak adekuatnya perfusi organ.
d. Disability kesadaran compos
mentis GCS 15.
2. Sekunder Survey
Apabila managemen ABC menghasilkan
kondisi yang stabil, perlu pengkajian dengan menggunakan pendekatan head to
toe.Dari pemeriksaan fisik ditemukan pasien dalam keadaan apatis sampai koma,
tanda-tanda dehidrasi seperti turgor turun disertai tanda kelainan neurologist,
hipotensi postural, bibir dan lidah kering, tidak ada bau aseton yang tercium
dari pernapasan, dan tidak ada pernapasan Kussmaul.
Pemeriksaan fisik
a.
Neurologi (Stupor, Lemah, disorientasi, Kejang, Reflek normal,menurun atau
tidak ada.
b.
Pulmonary (Tachypnae, dyspnae, Nafas tidak bau acetone, Tidak ada nafas
kusmaul.
c.
Cardiovaskular (Tachicardia, Hipotensi postural, Mungkin penyakit
kardiovaskula( hipertensi, CHF ), Capilary refill > 3 detik.
d.
Renal (Poliuria( tahap awal ), Oliguria ( tahap lanjut ), Nocturia,
inkontinensia
e.
Integumentary (Membran mukosa dan kulit kering, Turgor kulit tidak elastis,
Mata lembek, Mempunyai infeksi kulit, luka sulit sembuh.
f.
Gastrointestinal (Distensi abdomen danPenurunan bising usus)
3. Tersier Survey
a. Riwayat Keperawatan
Persepsi-managemen kesehatan
1)
Riwayat DM tipe II
2)
Riwayat keluarga DM
3)
Gejala timbul beberapa hari, minggu.
b. Nutrisi – metabolik
1)
Rasa haus meningkat, polidipsi atau tidak ada rasa haus.
2)
Anorexia
3)
Berat badan turun.
c. Eliminasi
1)
Poliuria, nocturia.
2)
Diarhe atau konstipasi.
d. Aktivitas – exercise
lelah, lemah.
e. Kognitif
1)
Kepala pusing, hipotensi orthostatik.
2)
Penglihatan kabur.
3)
Gangguan sensorik.
Pemeriksaan
Diagnostik
a.
Serum glukosa: 800-3000 mg/dl.
b.
Gas darah arteri: biasanya normal.
c.
Elektrolit à biasanya rendah karena diuresis.
d.
BUN dan creatinin serum à meningkat karena dehidrasi atau ada
gangguan renal.
e.
Osmolalitas serum: biasanya lebih dari 350 mOsm/kg.
f.
pH > 7,3.
g.
Bikarbonat serum> 15 mEq/L.
h.
Sel darah putih à meningkat pada keadaan infeksi.
i.
Hemoglobin dan hematokrit à meningkat karena dehidrasi.
j.
EKG à mungkin aritmia karena penurunan
potasium serum.
k.
Keton urine tidak ada atau hanya sedikit.
J. Diagnosa Keperawatan
1. Volume cairan kurang dari kebutuhan
2. Gangguan perfusi jaringan
3. Jalan napas tidak efektif
4. Intoleransi aktivitas
K. Rencana Keperawatan
1. Volume
cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan deuresis osmotik
Intervensi
:
a. Dapatkan riwayat pasien atau orang terdekat sehubungan lamanya atau
intensitas dari gejala seperti pengeluaran urine yang berlebih.
Rasional :
Membantu dalam memperkirakan
kekurangan volume total. Tanda dan gejala mungkin sudah ada pada beberapa waktu
sebelumnya.
b. Pantau TTV, catat adanya perubahan TD ortostatik.
Rasional :
Hipovolemia dapat dimanisfestasikan
oleh hipotensi dan takikardia. Perkiraan berat ringannya hipovolemia, dapat
dibuat ketika tekanan darah sistolik pasien turun lebih dari 10 mm Hg dari
posisi berbaring ke posisi duduk atau berdiri.
c. Pantau pola nafas seperti adanya pernapasan Kussmaul atau pernapasan yang
berbau keton.
Rasional :
Paru-paru mengeluarkan asam karbonat
melalui pernapasan yang menghasilkan kompensasi alkalosis respiratoris terhadap
keadaan ketoasidosis. Pernapasan yang berbau aseton berhubungan dengan
pemecahan asam aseto-asetat dan harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi.
d. Pantau frekuensi dan kualitas pernapasan, penggunaan otot bantu napas, dan
adanya apnea dan munculnya sianosis.
Rasional :
Koreksi hiperglikemia dan asidosis
akan menyebabkan pola dan frekuensi pernapasan mendekati normal. Tetapi
peningkatan kerja pernapasan, pernapasan dangkal, pernapasan cepat, dan
munculnya sianosis mungkin merupakan indikasi dari kelelahan pernapasan dan
mungkin pasien itu kehilangan kemampuannya untuk melakukan kompensasi pada
asidosis.
e. Pantau suhu, warna kulit, atau kelembabannya.
Rasional :
Meskipun demam, menggigil dan
diaforesis merupakan hal umum terjadi pada proses infeksi, demam dengan kulit
kemerahan, kering mungkin sebagai cerminan dari dehidrasi.
f. Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urin.
Rasional :
Memberikan perkiraan kebutuhan akan
cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan dari terapi yang diberikan.
g. Berikan cairan sesuai dengan indikasi : normal salin atau setengah normal
salin dengan atau tanpa dektrosa.
Rasional :
Tipe dan jumlah cairan tergantung
pada derajat kekurangan cairan dan respon pasien secara individual.
h. Berikan kalium atau elektrolit yang lain melalui IV dan atau melalui oral
sesuai indikasi.
Rasional :
Kalium harus ditambahkan pada IV
untuk mencegah hipokalemia.
i. Pantau pemeriksaan laboratorium seperti natrium.
Rasional :
Mungkin menurun yang dapat
mencerminkan perpindahan cairan dari intrasel (diuresis osmotik). Kadar natrium
yang tinggi mencerminkan kehilangan cairan atau dehidrasi berat atau reabsorpsi
natrium dalam berespon terhadap sekresi aldosteron.
2. Gangguan
perfusi jaringan berhubungan dengan adanya gangguan transport O2
Intervensi
:
a. Pertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda vital
sesuai indikasi.
Rasional :
Perubahan tekanan CSS mungkin
merupakan potensi adanya resiko herniasi batang otak yang memerlukan tindakan
medis dengan segera.
b. Pantau frekuensi atau irama jantung.
Rasional :
Perubahan pada frekuensi (tersering
adalah bradikardia) dan disritmia dapat terjadi, mencerminkan trauma atau
tekanan batang otak.
c. Berikan tindakan yang menimbulkan rasa nyaman, seperti masase punggung,
lingkungan yang tenang, suara yang halus dan sentuhan yang lembut.
Rasional :
Meningkatkan istirahat menurunkan
stimulasi sensori yang belebihan.
d. Pantau status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai
standart (misalnya skala koma Glascow).
Rasional :
Mengkaji adanya kecenderungan pada
tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan
lokasi, dan perkembangan kerusakan SSP.
e. Catat ada atau tidaknya refleks-refleks tertentu seperti refleks menelan,
batuk dan Babinski.
Rasional :
Penurunan refleks menandakan adanya
kerusakan pada tingkat otak tengah atau batang otak dan sangat berpengaruh
langsung terhadap keamanan pasien. Kehilangan refleks berkedip mengisyaratkan
adanya kerusakan pada daerah pons dan medulla. Tidak adanya refleks batuk
meninjukkan adanya kerusakan pada medulla. Refleks Babinski positif
mengindikasikan adanya trauma sepanjang jalur pyramidal pada otak.
f. Tinggikan kepala tempat tidur sekitar 15-45 derajat sesuai toleransi atau
indikasi. Jaga kepala pasien tetap berada pada posis netral.
Rasional:
Peningkatan aliran vena dari kepala
akan menurunkan TIK.
g. Berikan cairan IV dengan alat control khusus. Batasi pemasukan cairan dan
berikan larutan hipertonik atau elektrolit sesuai indikasi.
Rasional:
Meminimalkan fluktuasi dalam aliran
vaskuler dan TIK. Restriksi cairan mungkin diperlukan untuk mengurangi cairan
tubuh total dan selanjutnya akan menurnkan edema serebral terutama saat
munculnya SIADH.
h. Berikan O2 tambahan sesuai indikasi.
Rasional:
Menurunkan hipoksemia, yang mana
dapat meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral yang meningkatkan
TIK.
3. Jalan napas tidak
efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
Intervensi:
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan.
Rasional:
Berguna dalam evaluasi derajat
distress pernapasan dan atau kronisnya proses penyakit.
b. Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.
Rasional:
Sianosis mungkin perifer (terlihat
pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir atau daun telinga). Keabu-abuan
dan sianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
c. Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan atau bunyi
tambahan.
Rasional :
Bunyi napas mungkin redup karena
penurunan aliran udara atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan
spasme bronkus atau tertahannya secret. Krekels basah menyebar menunjukkan
cairan pada intestisial atau dekompensasi jantung.
d. Palpasi fremitus.
Rasional:
Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan
cairan atau udara terjebak.
e. Awasi tingkat kesadaran atau status mental. Selidiki adanya perubahan.
Rasional:
Dapat menunjukkan peningkatan
hipoksia atau komplikasi.
f. Awasi tanda vital dan irama jantung.
Rasional:
Takikardia, disritmia, dan perubahan
TD dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
g. Berikan O2 tambahan melalui nasal kanul, masker parsial atau
masker dengan humidifikasi tinggi seuai indikasi.
Rasional:
Memaksimalkan sediaan O2,
khususnya bila ventilasi menurun depresi anestesi atau nyeri, juga selama
periode kompensasi fisiologi sirkulasi terhadap unit fungsional alveolar.
h. Awasi atau buat gambaran GDA, nasi oksimetri. Catat kadar Hb.
Rasional:
Penurunan PaO2 atau
peningkatan PaCO2 dapat menunjukkan kebutuhan untuk dukungan
ventilasi. Kehilangan darah bermakna dapat mengakibatkan penurunan kapasitas
pembawa O2, menurunkan PaO2.
4. Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan kelelahan.
Intervensi:
a. Kaji atau diskusikan tingkat kelelahan pasien dan identifikasi aktivitas
yang dapat dilakukan pasien.
Rasional:
Pasien biasanya telah mengalami
penurunan tenaga, kelelahan otot menjadi terus memburuk setiap hari karena
proses penyakit dan munculnya ketidakseimbangan natrium dan kalium.
b. Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas. Buat jadwal perencanaan
dengan pasien dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan.
Rasional:
Pendidikan dapat memberikan motivasi
untuk meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lelah.
c. Berikan aktivitas alternative dengan periode istirahat yang cukup atau
tanpa diganggu.
Rasional:
Mencegah kelelahan yang berlebihan.
d. Pantau nadi, frekuensi pernapasan dan tekanan darah sebelum atau sesudah
melakukan aktivitas.
Rasional:
Mengindikasikan tingkat aktivitas
yang dapat ditoleransi secara fisiologis.
e. Diskusikan cara penghematan kalori selama mandi, berpindah tempat, dsb.
Rasional:
Pasien akan dapat melakukan lebih
banyak kegiatan dengan penurunan kebutuhan akan energi pada setiap kegiatan.
f. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai
dengan yang dapat ditoleransi.
Rasional:
Meningkatkan kepercayaan diri atau
harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi pasien.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Kasus
Ibu N (40
Thn) dibawa ke RS Respati Yogyakarta oleh keluarganya dengan alasan mengalami badan yang terasa lemah dan sebelum dibawa ke RS
klien dirumah mengalami pingsan. Setelah dianamnesa, keluarga Ibu N mengatakan
bahwa sebelum dibawa ke RS klien mengeluhkan pusing dan penglihatan kabur dan akhir-akhir
ini klien sering BAK, bila malam hingga 7 sampai 8 kali. Namun klien sering merasa
haus. Mukosa bibir klien kering, konjungtiva anemis, kulit tidak elastis, CRT
< 3 detik dan sionosis. Klien mempunyai riwayat hipertensi dan tidak kontrol
rutin. BB klien menurun penurunan
berat badan 5 Kg dalam 1
bulan terakhir. BB : 45kg dengan TB : 164cm.
IMT : 16,8. Dari pemeriksaan TTV didapatkan = TD : 170/100 mmHg, Nadi : 110x/menit, RR : 26x/menit (cepat dangkal), T : 37,20C.
Gula Darah sewaktu saat masuk 640 mg/dl.
B.Pengkajian
Keperawatan
Tanggal pengkajian : 27 April 2014.
Waktu : 10.00 WIB.
Ruang
: Melati 2, RS Respati Yogyakarta.
a. Identitas Klien
Nama : Ny. N
Umur : 40 tahun.
Jenis
kelamin : Perempuan.
Alamat : Ngemplak, Sleman.
Pekerjaan : Petani
Tanggal masuk : 27 April 2014.
No. RM : 00800901.
Diagnosa Medis : Diabetes
Melitus (DM) Tipe II.
b. Identitas
Penanggung jawab
Nama : Ny. N
Umur : 19 tahun
Alamat : Ngemplak Sleman.
Pekerjan : Ibu Rumah
Tangga
Hubungan dengan pasien : anak
c.
Keluhan
Utama.
Klien merasa badannya lemah, sebelum dibawa ke RS klien dirumah mengalami pingsan.
d.
Riwayat
Penyakit Sekarang.
Pasien datang ke RS Respati Yogyakarta pada tanggal 27 April 2014 melalui IGD dengan keluhan badan lemas dan sebelumnya klien sempat tidak sadarkan diri. Keluhan disertai dengan sering BAK terutama pada
malam hari, sering haus, namun badan klien semakin kurus. Dilakukan pemeriksaan gula darah pada pasien, yang ternyata didapatkan
hasil GDS = 425 g/dl. Oleh dokter yang memeriksa, pasien dianjurkan untuk dirawat. Kemudian klien dipindahkan ke ruang Melati 2. Pada saat
dilakukan pengkajian tanggal 27 April 2014, klien masih terlihat lemah.
e.
Riwayat
Penyakit Dahulu.
Klien memiliki riwayat penyakit
hipertensi.
f.
Riwayat
Penyakit Keluarga
Keluarga klien ada yang memiliki
riwayat penyakit hipertensi.
g.
Genogram
|
Keterangan :
|
: laki-laki :
klien
|
|||
|
|||
: perempuan :
meninggal dunia
|
: tinggal dalam 1
atap/rumah
: garis
keturunan
h.
Pemeriksaan
Pemeriksaan ABC
A :
tidak ada sumbatan jalan nafas
B :
RR: 26x/mnt, N : 120x/mnt, TD 170/100mmHg.
C :
CRT<3, sianosis, konjungtiva anemis.
D :
CM, GCS : 14.
Pemeriksaan Fisik
- KU : CM.
- TTV :
TD:170/100 mmHg, N: 110 x/menit, RR:26x/menit, S:37,20 C.
- BB : 45kg dengan TB
: 164cm. IMT : 16,8.
- Kepala : Mesoshepal
- Rambut : Sedikit beruban.
- Mata :
Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor.
Visus : 3/6
- Hidung : Simetris, tidak ada sekret.
- Mulut : Bibir
sedikit kering.
- Gigi : Caries (+).
- Leher : JVP
5-2 CmH2O.
- Jantung :
Inspeksi : Ictus tidak terlihat.
Palpasi : Ictus tidak teraba.
Perkusi :
Batas atas : sela iga II linea parasternal kiri.
Batas kanan : Sela iga V
linea parasternal kanan.
Batas kiri : Sela iga VI
linea midklavikula kiri
Auskultasi : BJ I - II reguler, murmur
(-), gallop (-).
- Dada - Paru
:
Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan
nafas kanan kiri simetris.
Palpasi : Fremitus taktil simetris kanan
kiri.
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler, Ronchi (-), Whizing (-).
- Abdomen :
Inspeksi : Perut datar, simetris
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba.
Perkusi : Timpani.
Auskultasi : BU (+) N.
- Punggung :
CVA = Nyeri tekan (-).
Nyeri ketok (-).
- Alat Kelamin : Normal. Tidak ada edema, luka, mukosa lembab.
- Anus : Normal. Tidak terdapat hemoroid, atresia ani (-).
- Ekstremitas
Atas dan Bawah : Tidak ada edema.
ROM :
4444 4444
3333
3333
i.
Pemeriksaan
Laboratorium.
- Pemeriksaan
Darah Lengkap
No
|
Nilai Normal
|
Hasil Lab
|
1
|
Hb:
L(13-16) P(12-15) gr/dl
|
Hb : 12,5
gr/dl
|
2
|
Hematokrit:
L(40-54) P(37-47) %
|
Hematokrit
: 31,8 %
|
3
|
Leukosit:
5.000-10.000 ribu/µL
|
Leukosit :
5.100 ribu/µL
|
4
|
Trombosit:150.000-450.000/mm3
|
Trombosit
: 137.000/ mm3
|
5
|
MCV : 81 –
99 fL
|
MCV : 83
fL
|
6
|
MCH : 27,0
– 31,0 pg
|
MCH : 26,8
pg
|
7
|
MPV : 7,4
– 10,4 fL
|
MPV : 7,4
fL
|
8
|
MCHC : 32 - 36 g/dl
|
MCHC :
32,3 g/dl
|
9
|
Ureum :
(18 – 55) mg/dl
|
Ureum : 50
mg/dl
|
10
|
Natrium (135-145meq/L)
|
Na : 150 meq/dl
|
11
|
Kalium (3,5-5,5meq/L)
|
Kalium : 6 meq/dl
|
12
|
Creatinin
: (0,9 – 1,30 mg/dl)
|
Creatinin
: 1,1 mg/dl
|
13
|
GDS : 125-200 mg/dl
|
GDS : 640 mg/ dl
|
14
|
pCO2 : (35-45mmHg)
|
pCO2 : 50 mmHg
|
15
|
HCO3 : (19-25meq/L)
|
HCO3 : 35meq/L
|
j.
Terapi yang
diperoleh
- Infus RL 20
tts/mnt.
- Inj
Ranitidin 1 amp/12 jam/IV.
- Glibenklamid
2xI.
- Neurosanbe 1
amp/hari.
- Antasid
syrup 3xI.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Hiperglikemik
Hiperosmolar Non Ketosis adalah keadaan koma akibat dari komplikasi diabetes
melitus di mana terjadi gangguan metabolisme yang menyebabkan: kadar gula darah
sangat tinggi, meningkatkan dehidrasi hipertonik dan tanpa disertai ketosis
serum, biasa terjadi pada DM tipe II.
HHNK yang
merupakan komplikasi dari DM tipe II telah
menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat global dan menurut International
Diabetes Federation (IDF) pemutakhiran ke-5 tahun 2012, jumlah penderitanya
semakin bertambah. Menurut estimasi IDF tahun 2012, lebih dari 371 juta orang
di seluruh dunia mengalami DM, 4,8 juta orang meninggal akibat penyakit
metabolik ini dan 471 miliar dolar Amerika dikeluarkan untuk pengobatannya.
Di Indonesia pervalensi HHNK belum
teridentifikasi secara pasti. Namun
terjadinya HHNK tersebut disebabkan oleh DM tipe 2. Prevalensi DM Tipe 2 yang terdiagnosis dokter tertinggi menurut
Riskesdas terdapat di DI Yogyakarta
(2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%).
Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter atau gejala, tertinggi terdapat di
Sulawesi Tengah (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%) dan Nusa
Tenggara Timur 3,3 persen.
Hiperglikemia
ditemukan 85% pasien HHNK mengidap penyakit ginjal atau kardiovaskuler,
pernah jugaditemukan pada penyakit akromegali, tirotoksikosis, dan penyakit
Chusing. Pasien HHNK
kebanyakan usianya tua dan seringkali mempunyai penyakit lain. Komplikasi
sangat sering terjadi dan angka kematian mencapai 25%-50%.
Angka kematian
HHNK 40-50%, lebih tinggi dari pada diabetik ketoasidosis. Karena pasien HHNK
kebanyakan usianya tua dan seringkali mempunyai penyakit lain. Sindrom koma
hiperglikemik hiperosmolar non ketosis penting diketahui karena kemiripannya
dan perbedaannya dari ketoasidosis diabetic berat dan merupakan diagnosa
banding serta perbedaan dalam penatalaksanaan. Pasien yang mengalami sindrom
koma hipoglikemia hiperosmolar nonketosis akan mengalami prognosis jelek.
Komplikasi sangat sering terjadi dan angka kematian mencapai 25%-50% (Morton, 2011).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien (HHNK)
hiperglikemia hiperosmolar non ketotik.
2.
Tujuan khusus
a.
Diharapkan
mahasiswa mengetahui pengertian Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik.
b.
Diharapkan
mahasiswa mengetahui etiologi dari Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik.
c.
Diharapkan
mahasiswa mengetahui manifestasi klinik dari Hiperglikemia Hiperosmolar Non
Ketotik.
d.
Diharapkan
mahasiswa mengetahui komplikasi Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik.
e.
Diharapkan
mahasiswa mengetahui tindakan kritis pada pasien dengan Hiperglikemia
Hiperosmolar Non Ketotik.
f.
Diharapkan
mahasiswa mengetahui penatalaksaan medis Hiperglikemia Hiperosmolar Non
Ketotik.
g.
Diharapkan
mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Hiperglikemia
Hiperosmolar Non Ketotik.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Koma nonketotik hiperglikemik hipersomolar merupakan
komplikasi akut yang dijumpai pada pengidap diabetes tipe 2. Kondisi ini juga
merupakan petunjuk perburukan drastis penyakit (Elizabet, 2009).
Koma hipersomolar
hiperglikemi adalah suatu kedaruratan yang mengancam jiwa yang di tandai dengan
hiperglikemi (kadar glukosa darah melebihi 600 mg/dl dan dapat setinggi
2000mg/dl) dengan tidak terdapatnya ketonemia yang signifikan (Mima, 2001).
Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik adalah suatu
komplikasi akut dari diabetes melitus di mana penderita akan mengalami
dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan
suatu keadaan yang disebut koma. Ini terjadi pada penderita diabetes tipe II (www.wikipedia.com)
Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketosis adalah keadaan koma
akibat dari komplikasi diabetes melitus di mana terjadi gangguan metabolisme
yang menyebabkan: kadar gula darah sangat tinggi, meningkatkan dehidrasi
hipertonik dan tanpa disertai ketosis serum, biasa terjadi pada DM tipe II.
Menurut Hudak dan Gallo (edisi VI) koma hiperosmolar adalah komplikasi
dari diabetes yang ditandai dengan :
1)
Hiperosmolaritas dan kehilangan
cairan yang hebat.
2)
Asidosis ringan.
3)
Sering terjadi koma dan kejang lokal.
4)
Kejadian terutama pada lansia.
5)
Angka kematian yang tinggi.
B. Etiologi
1. Insufisiensi
insulin
a. DM, pankreatitis, pankreatektomi
b. Agen pharmakologic (phenitoin, thiazid)
2. Increase
exogenous glucose
a. Hiperalimentation (tpn)
b. High kalori enteral feeding
3. Increase
endogenous glukosa
a. Acute stress (ami, infeksi)
b. Pharmakologic (glukokortikoid, steroid, thiroid)
4. Infeksi:
pneumonia, sepsis, gastroenteritis.
5. Penyakit akut:
perdarahan gastrointestinal, pankreatitits dan gangguan kardiovaskular.
6. Pembedahan/operasi.
7. Pemberian
cairan hipertonik.
8. Luka bakar.
Faktor risiko
Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik :
1. Kelompok usia dewasa tua (>45 tahun)
2. Kegemukan (BB(kg)>120% BB idaman, atau IMT>27 (kg/m2)
3. Tekanan darah tinggi (TD > 140/90 mmHg)
4. Riwayat keluarga DM
5. Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram
6. Riwayat DM pada kehamilan
7. Dislipidemia (HDL<35 mg/dl dan/atau trigliserida>250 mg/dl)
8. Pernah TGT
(Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu)
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinik
Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik / Gejala Hiperglikemia Hiperosmolar Non
Ketotik
Tanda dan gejala
umum KHNK adalah haus, kulit terasa hangat dan kering, mual dan muntah, nafsu
makan menurun (penurunan berat badan), nyeri abdomen, pusing, pandangan kabur,
banyak kencing, mudah lelah, polidipsi, poliuria, penurunan kesadaran.
Gejala-gejala
Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik meliputi :
1. Agak mengantuk, insiden stupor atau
sering koma.
2. Poliuria selam 1 -3 hari sebelum gejala
klinis timbul.
3. Tidak ada hiperventilasi dan tidak ada
bau napas.
4. Penipisan volume sangat berlebihan
(dehidrasi, hipovolemi).
5. Glukosa serum mencapai 600 mg/dl sampai
2400 mg/dl.
6. Kadang-kadang terdapat gejala-gejala
gastrointestinal.
7. Hipernatremia.
8. Kegagalan mekanisme haus yang
mengakibatkan pencernaan air tidak adekuat.
9. Osmolaritas serum tinggi dengan gejala
SSP minimal (disorientasi, kejang setempat).
10. Kerusakan fungsi ginjal.
11. Kadar HCO3 kurang dari 10 mEq/L.
12. Kadar CO2 normal.
13. Celah anion kurang dari 7 mEq/L.
14. Kalium serum biasanya normal.
15. Tidak ada ketonemia.
16. Asidosis ringan
D. Patofisiologi.
Sindrome
Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik
mengambarkan kekurangan hormon insulin dan kelebihan hormon glukagon. Penurunan
insulin menyebabkan hambatan pergerakan glukosa ke dalam sel, sehingga terjadi
akumulasi glukosa di plasma. Peningkatan hormon glukagon menyebabkan
glycogenolisis yang dapat meningkatkan kadar glukosa plasma. Peningkatan kadar
glukosa mengakibatkan hiperosmolar. Kondisi hiperosmolar serum akan menarik
cairan intraseluler ke dalam intra vaskular, yang dapat menurunkan volume
cairan intraselluler. Bila klien tidak merasakan sensasi haus akan menyebabkan
kekurangan cairan.
Tingginya kadar
glukosa serum akan dikeluarkan melalui ginjal, sehingga timbul glycosuria yang
dapat mengakibatkan diuresis osmotik secara berlebihan ( poliuria ). Dampak
dari poliuria akan menyebabkan kehilangan cairan berlebihan dan diikuti
hilangnya potasium, sodium dan phospat.
Akibat kekurangan
insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula
darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan
hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga
apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi
sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air
maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria.
Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut
poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan
merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus
sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi. Perfusi ginjal menurun
mengakibatkan sekresi hormon lebih meningkat lagi dan timbul hiperosmolar
hiperglikemik.
Produksi insulin
yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel sehingga
sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi
menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien
akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia.
Kegagalan tubuh
mengembalikan ke situasi homestasis akan mengakibatkan hiperglikemia,
hiperosmolar, diuresis osmotik berlebihan dan dehidrasi berat. Disfungsi sistem
saraf pusat karena ganguan transport oksigen ke otak dan cenderung menjadi
koma.
Hemokonsentrasi akan
meningkatkan viskositas darah dimana dapat mengakibatkan pembentukan bekuan
darah, tromboemboli, infark cerebral, jantung.
E. Pathway
Terlampir
F. Pemeriksaan Penunjang.
Pemeriksaan
laboratorium Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik sangat membantu untuk
membedakan dengan ketoasidosis diabetik. Kadar glukosa darah > 600 mg%, aseton negative, dan beberapa tambahan
yang perlu diperhatikan : adanya hipertermia, hiperkalemia, azotemia, kadar
blood urea nitrogen (BUN): kreatinin = 30 : 1 (normal 10:1), bikarbonat serum
> 17,4 mEq/l.
G. Komplikasi
1. Koma.
2. Gagal jantung.
3. Gagal ginjal.
4. Gangguan hati.
5. Iskemia/infark organ
6. Hipo/hiperglikemia
7. Hipokalemia
8. Hiperkhloremia
9. Edema serebri
10. Kelebihan cairan
11. ARDS
12. Tromboemboli
13. Rhabdomiolisis
H. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
1. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Primery survey
1) Airway
Airway
Airway
2) Breathing
O2
O2
3) Circulation
Cairan 1 L NaCl
0,9% bolus (2 L bila hipotensi) : saline setengah normal.
4) Disability
Tentukan GCS, nilai
pupil.
5) Exposure
Buka pakaian penderita, Cegah hipotermia.
Buka pakaian penderita, Cegah hipotermia.
b. Tambahan primary survey
1) Pasang monitor EKG
2) Nasopharyngeal airway placement/ intubasi
endotrakea
3) Kateter urin
4) Kateter vena sentral à untuk ukur CVP, infus, ambil contoh darah
5) Kateter arteri à untuk analisis gas darah, tekanan darah arteri
6) Pulse oksimetri
c. Resusitasi fungsi vital dan
reevaluasi
d. Secondary survey
1) Anamnesis
AMPLE : alergi, medikasi, past illness, last meal, environtment
AMPLE : alergi, medikasi, past illness, last meal, environtment
2) Pemeriksaan fisik
3) Terapi definitive
- Insulin bolus 0,1 U/kg : infuse IV kontinu 0,1 U/kg/jam : glukosan <300 mg/dl : dextrose 5%, insulin turunkan
perlahan (75-100 mg/dl/jam) : cukup jumlah kecildan hati-hati cz HHS sensitive terhadap insulin, cepat menurunkan glukosa
serum
- Antibiotik
- Monitor elektrolit dan gas darah
vena setiap 2-4 jam
e. Rujuk
Konsultasi
endokrinologi, neurology, penyakit infeksi, psikiatri
2. Penatalaksanaan Medis
a. Pengobatan utama adalah
rehidrasi dengan mengunkan cairan
NaCl bisa diberikan cairan isotonik atau
hipotonik ½ normal diguyur 1000 ml/jam sampai keadaan cairan intravaskular dan
perfusi jaringan mulai membaik, baru diperhitungkan kekurangan dan diberikan
dalam 12-48 jam. Pemberian cairan isotonil harus mendapatkan pertimbangan untuk
pasien dengan kegagalan jantung, penyakit ginjal atau hipernatremia. Glukosa 5%
diberikan pada waktu kadar glukosa dalam sekitar 200-250 mg%.
b. Insulin
Pada saat ini para
ahli menganggap bahwa pasien hipersemolar hiperglikemik non ketotik sensitif
terhadap insulin dan diketahui pula bahwa pengobatan dengan insulin dosis
rendah pada ketoasidosis diabetik sangat bermanfaat. Karena itu pelaksanaan
pengobatan dapat menggunakan skema mirip proprotokol ketoasidosis diabetik
c. Kalium
Kalium darah harus
dipantau dengan baik. Bila terdapat tanda fungsi ginjal membaik, perhitungan
kekurangan kalium harus segera diberikan
d. Hindari infeksi sekunder
Hati-hati dengan
suntikan, permasalahan infus set, kateter
I. Pengkajian Keperawatan (Pengkajian
Berdasarkan Pengkajian Kegawatdaruratan)
1. Primery Survey
a. Airway
Kemungkinan ada
sumbatan jalan nafas, terjadi karena adanya penurunan kesadaran/koma sebagai
akibat dari gangguan transport oksigen ke otak.
b. Breathing
Tachypnea, sebagai
upaya untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
c. Circulation
Sebagai akibat
diuresis osmotik, akan terjadi dehidrasi. Visikositas darah juga akan mengalami
peningkatan, yang berdampak pada resiko terbentuknya trombus. Sehingga akan
menyebabkan tidak adekuatnya perfusi organ.
d. Disability kesadaran compos
mentis GCS 15.
2. Sekunder Survey
Apabila managemen ABC menghasilkan
kondisi yang stabil, perlu pengkajian dengan menggunakan pendekatan head to
toe.Dari pemeriksaan fisik ditemukan pasien dalam keadaan apatis sampai koma,
tanda-tanda dehidrasi seperti turgor turun disertai tanda kelainan neurologist,
hipotensi postural, bibir dan lidah kering, tidak ada bau aseton yang tercium
dari pernapasan, dan tidak ada pernapasan Kussmaul.
Pemeriksaan fisik
a.
Neurologi (Stupor, Lemah, disorientasi, Kejang, Reflek normal,menurun atau
tidak ada.
b.
Pulmonary (Tachypnae, dyspnae, Nafas tidak bau acetone, Tidak ada nafas
kusmaul.
c.
Cardiovaskular (Tachicardia, Hipotensi postural, Mungkin penyakit
kardiovaskula( hipertensi, CHF ), Capilary refill > 3 detik.
d.
Renal (Poliuria( tahap awal ), Oliguria ( tahap lanjut ), Nocturia,
inkontinensia
e.
Integumentary (Membran mukosa dan kulit kering, Turgor kulit tidak elastis,
Mata lembek, Mempunyai infeksi kulit, luka sulit sembuh.
f.
Gastrointestinal (Distensi abdomen danPenurunan bising usus)
3. Tersier Survey
a. Riwayat Keperawatan
Persepsi-managemen kesehatan
1)
Riwayat DM tipe II
2)
Riwayat keluarga DM
3)
Gejala timbul beberapa hari, minggu.
b. Nutrisi – metabolik
1)
Rasa haus meningkat, polidipsi atau tidak ada rasa haus.
2)
Anorexia
3)
Berat badan turun.
c. Eliminasi
1)
Poliuria, nocturia.
2)
Diarhe atau konstipasi.
d. Aktivitas – exercise
lelah, lemah.
e. Kognitif
1)
Kepala pusing, hipotensi orthostatik.
2)
Penglihatan kabur.
3)
Gangguan sensorik.
Pemeriksaan
Diagnostik
a.
Serum glukosa: 800-3000 mg/dl.
b.
Gas darah arteri: biasanya normal.
c.
Elektrolit à biasanya rendah karena diuresis.
d.
BUN dan creatinin serum à meningkat karena dehidrasi atau ada
gangguan renal.
e.
Osmolalitas serum: biasanya lebih dari 350 mOsm/kg.
f.
pH > 7,3.
g.
Bikarbonat serum> 15 mEq/L.
h.
Sel darah putih à meningkat pada keadaan infeksi.
i.
Hemoglobin dan hematokrit à meningkat karena dehidrasi.
j.
EKG à mungkin aritmia karena penurunan
potasium serum.
k.
Keton urine tidak ada atau hanya sedikit.
J. Diagnosa Keperawatan
1. Volume cairan kurang dari kebutuhan
2. Gangguan perfusi jaringan
3. Jalan napas tidak efektif
4. Intoleransi aktivitas
K. Rencana Keperawatan
1. Volume
cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan deuresis osmotik
Intervensi
:
a. Dapatkan riwayat pasien atau orang terdekat sehubungan lamanya atau
intensitas dari gejala seperti pengeluaran urine yang berlebih.
Rasional :
Membantu dalam memperkirakan
kekurangan volume total. Tanda dan gejala mungkin sudah ada pada beberapa waktu
sebelumnya.
b. Pantau TTV, catat adanya perubahan TD ortostatik.
Rasional :
Hipovolemia dapat dimanisfestasikan
oleh hipotensi dan takikardia. Perkiraan berat ringannya hipovolemia, dapat
dibuat ketika tekanan darah sistolik pasien turun lebih dari 10 mm Hg dari
posisi berbaring ke posisi duduk atau berdiri.
c. Pantau pola nafas seperti adanya pernapasan Kussmaul atau pernapasan yang
berbau keton.
Rasional :
Paru-paru mengeluarkan asam karbonat
melalui pernapasan yang menghasilkan kompensasi alkalosis respiratoris terhadap
keadaan ketoasidosis. Pernapasan yang berbau aseton berhubungan dengan
pemecahan asam aseto-asetat dan harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi.
d. Pantau frekuensi dan kualitas pernapasan, penggunaan otot bantu napas, dan
adanya apnea dan munculnya sianosis.
Rasional :
Koreksi hiperglikemia dan asidosis
akan menyebabkan pola dan frekuensi pernapasan mendekati normal. Tetapi
peningkatan kerja pernapasan, pernapasan dangkal, pernapasan cepat, dan
munculnya sianosis mungkin merupakan indikasi dari kelelahan pernapasan dan
mungkin pasien itu kehilangan kemampuannya untuk melakukan kompensasi pada
asidosis.
e. Pantau suhu, warna kulit, atau kelembabannya.
Rasional :
Meskipun demam, menggigil dan
diaforesis merupakan hal umum terjadi pada proses infeksi, demam dengan kulit
kemerahan, kering mungkin sebagai cerminan dari dehidrasi.
f. Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urin.
Rasional :
Memberikan perkiraan kebutuhan akan
cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan dari terapi yang diberikan.
g. Berikan cairan sesuai dengan indikasi : normal salin atau setengah normal
salin dengan atau tanpa dektrosa.
Rasional :
Tipe dan jumlah cairan tergantung
pada derajat kekurangan cairan dan respon pasien secara individual.
h. Berikan kalium atau elektrolit yang lain melalui IV dan atau melalui oral
sesuai indikasi.
Rasional :
Kalium harus ditambahkan pada IV
untuk mencegah hipokalemia.
i. Pantau pemeriksaan laboratorium seperti natrium.
Rasional :
Mungkin menurun yang dapat
mencerminkan perpindahan cairan dari intrasel (diuresis osmotik). Kadar natrium
yang tinggi mencerminkan kehilangan cairan atau dehidrasi berat atau reabsorpsi
natrium dalam berespon terhadap sekresi aldosteron.
2. Gangguan
perfusi jaringan berhubungan dengan adanya gangguan transport O2
Intervensi
:
a. Pertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda vital
sesuai indikasi.
Rasional :
Perubahan tekanan CSS mungkin
merupakan potensi adanya resiko herniasi batang otak yang memerlukan tindakan
medis dengan segera.
b. Pantau frekuensi atau irama jantung.
Rasional :
Perubahan pada frekuensi (tersering
adalah bradikardia) dan disritmia dapat terjadi, mencerminkan trauma atau
tekanan batang otak.
c. Berikan tindakan yang menimbulkan rasa nyaman, seperti masase punggung,
lingkungan yang tenang, suara yang halus dan sentuhan yang lembut.
Rasional :
Meningkatkan istirahat menurunkan
stimulasi sensori yang belebihan.
d. Pantau status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai
standart (misalnya skala koma Glascow).
Rasional :
Mengkaji adanya kecenderungan pada
tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan
lokasi, dan perkembangan kerusakan SSP.
e. Catat ada atau tidaknya refleks-refleks tertentu seperti refleks menelan,
batuk dan Babinski.
Rasional :
Penurunan refleks menandakan adanya
kerusakan pada tingkat otak tengah atau batang otak dan sangat berpengaruh
langsung terhadap keamanan pasien. Kehilangan refleks berkedip mengisyaratkan
adanya kerusakan pada daerah pons dan medulla. Tidak adanya refleks batuk
meninjukkan adanya kerusakan pada medulla. Refleks Babinski positif
mengindikasikan adanya trauma sepanjang jalur pyramidal pada otak.
f. Tinggikan kepala tempat tidur sekitar 15-45 derajat sesuai toleransi atau
indikasi. Jaga kepala pasien tetap berada pada posis netral.
Rasional:
Peningkatan aliran vena dari kepala
akan menurunkan TIK.
g. Berikan cairan IV dengan alat control khusus. Batasi pemasukan cairan dan
berikan larutan hipertonik atau elektrolit sesuai indikasi.
Rasional:
Meminimalkan fluktuasi dalam aliran
vaskuler dan TIK. Restriksi cairan mungkin diperlukan untuk mengurangi cairan
tubuh total dan selanjutnya akan menurnkan edema serebral terutama saat
munculnya SIADH.
h. Berikan O2 tambahan sesuai indikasi.
Rasional:
Menurunkan hipoksemia, yang mana
dapat meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral yang meningkatkan
TIK.
3. Jalan napas tidak
efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
Intervensi:
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan.
Rasional:
Berguna dalam evaluasi derajat
distress pernapasan dan atau kronisnya proses penyakit.
b. Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.
Rasional:
Sianosis mungkin perifer (terlihat
pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir atau daun telinga). Keabu-abuan
dan sianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
c. Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan atau bunyi
tambahan.
Rasional :
Bunyi napas mungkin redup karena
penurunan aliran udara atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan
spasme bronkus atau tertahannya secret. Krekels basah menyebar menunjukkan
cairan pada intestisial atau dekompensasi jantung.
d. Palpasi fremitus.
Rasional:
Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan
cairan atau udara terjebak.
e. Awasi tingkat kesadaran atau status mental. Selidiki adanya perubahan.
Rasional:
Dapat menunjukkan peningkatan
hipoksia atau komplikasi.
f. Awasi tanda vital dan irama jantung.
Rasional:
Takikardia, disritmia, dan perubahan
TD dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
g. Berikan O2 tambahan melalui nasal kanul, masker parsial atau
masker dengan humidifikasi tinggi seuai indikasi.
Rasional:
Memaksimalkan sediaan O2,
khususnya bila ventilasi menurun depresi anestesi atau nyeri, juga selama
periode kompensasi fisiologi sirkulasi terhadap unit fungsional alveolar.
h. Awasi atau buat gambaran GDA, nasi oksimetri. Catat kadar Hb.
Rasional:
Penurunan PaO2 atau
peningkatan PaCO2 dapat menunjukkan kebutuhan untuk dukungan
ventilasi. Kehilangan darah bermakna dapat mengakibatkan penurunan kapasitas
pembawa O2, menurunkan PaO2.
4. Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan kelelahan.
Intervensi:
a. Kaji atau diskusikan tingkat kelelahan pasien dan identifikasi aktivitas
yang dapat dilakukan pasien.
Rasional:
Pasien biasanya telah mengalami
penurunan tenaga, kelelahan otot menjadi terus memburuk setiap hari karena
proses penyakit dan munculnya ketidakseimbangan natrium dan kalium.
b. Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas. Buat jadwal perencanaan
dengan pasien dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan.
Rasional:
Pendidikan dapat memberikan motivasi
untuk meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lelah.
c. Berikan aktivitas alternative dengan periode istirahat yang cukup atau
tanpa diganggu.
Rasional:
Mencegah kelelahan yang berlebihan.
d. Pantau nadi, frekuensi pernapasan dan tekanan darah sebelum atau sesudah
melakukan aktivitas.
Rasional:
Mengindikasikan tingkat aktivitas
yang dapat ditoleransi secara fisiologis.
e. Diskusikan cara penghematan kalori selama mandi, berpindah tempat, dsb.
Rasional:
Pasien akan dapat melakukan lebih
banyak kegiatan dengan penurunan kebutuhan akan energi pada setiap kegiatan.
f. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai
dengan yang dapat ditoleransi.
Rasional:
Meningkatkan kepercayaan diri atau
harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi pasien.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Kasus
Ibu N (40
Thn) dibawa ke RS Respati Yogyakarta oleh keluarganya dengan alasan mengalami badan yang terasa lemah dan sebelum dibawa ke RS
klien dirumah mengalami pingsan. Setelah dianamnesa, keluarga Ibu N mengatakan
bahwa sebelum dibawa ke RS klien mengeluhkan pusing dan penglihatan kabur dan akhir-akhir
ini klien sering BAK, bila malam hingga 7 sampai 8 kali. Namun klien sering merasa
haus. Mukosa bibir klien kering, konjungtiva anemis, kulit tidak elastis, CRT
< 3 detik dan sionosis. Klien mempunyai riwayat hipertensi dan tidak kontrol
rutin. BB klien menurun penurunan
berat badan 5 Kg dalam 1
bulan terakhir. BB : 45kg dengan TB : 164cm.
IMT : 16,8. Dari pemeriksaan TTV didapatkan = TD : 170/100 mmHg, Nadi : 110x/menit, RR : 26x/menit (cepat dangkal), T : 37,20C.
Gula Darah sewaktu saat masuk 640 mg/dl.
B.Pengkajian
Keperawatan
Tanggal pengkajian : 27 April 2014.
Waktu : 10.00 WIB.
Ruang
: Melati 2, RS Respati Yogyakarta.
a. Identitas Klien
Nama : Ny. N
Umur : 40 tahun.
Jenis
kelamin : Perempuan.
Alamat : Ngemplak, Sleman.
Pekerjaan : Petani
Tanggal masuk : 27 April 2014.
No. RM : 00800901.
Diagnosa Medis : Diabetes
Melitus (DM) Tipe II.
b. Identitas
Penanggung jawab
Nama : Ny. N
Umur : 19 tahun
Alamat : Ngemplak Sleman.
Pekerjan : Ibu Rumah
Tangga
Hubungan dengan pasien : anak
c.
Keluhan
Utama.
Klien merasa badannya lemah, sebelum dibawa ke RS klien dirumah mengalami pingsan.
d.
Riwayat
Penyakit Sekarang.
Pasien datang ke RS Respati Yogyakarta pada tanggal 27 April 2014 melalui IGD dengan keluhan badan lemas dan sebelumnya klien sempat tidak sadarkan diri. Keluhan disertai dengan sering BAK terutama pada
malam hari, sering haus, namun badan klien semakin kurus. Dilakukan pemeriksaan gula darah pada pasien, yang ternyata didapatkan
hasil GDS = 425 g/dl. Oleh dokter yang memeriksa, pasien dianjurkan untuk dirawat. Kemudian klien dipindahkan ke ruang Melati 2. Pada saat
dilakukan pengkajian tanggal 27 April 2014, klien masih terlihat lemah.
e.
Riwayat
Penyakit Dahulu.
Klien memiliki riwayat penyakit
hipertensi.
f.
Riwayat
Penyakit Keluarga
Keluarga klien ada yang memiliki
riwayat penyakit hipertensi.
g.
Genogram
|
Keterangan :
|
: laki-laki :
klien
|
|||
|
|||
: perempuan :
meninggal dunia
|
: tinggal dalam 1
atap/rumah
: garis
keturunan
h.
Pemeriksaan
Pemeriksaan ABC
A :
tidak ada sumbatan jalan nafas
B :
RR: 26x/mnt, N : 120x/mnt, TD 170/100mmHg.
C :
CRT<3, sianosis, konjungtiva anemis.
D :
CM, GCS : 14.
Pemeriksaan Fisik
- KU : CM.
- TTV :
TD:170/100 mmHg, N: 110 x/menit, RR:26x/menit, S:37,20 C.
- BB : 45kg dengan TB
: 164cm. IMT : 16,8.
- Kepala : Mesoshepal
- Rambut : Sedikit beruban.
- Mata :
Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor.
Visus : 3/6
- Hidung : Simetris, tidak ada sekret.
- Mulut : Bibir
sedikit kering.
- Gigi : Caries (+).
- Leher : JVP
5-2 CmH2O.
- Jantung :
Inspeksi : Ictus tidak terlihat.
Palpasi : Ictus tidak teraba.
Perkusi :
Batas atas : sela iga II linea parasternal kiri.
Batas kanan : Sela iga V
linea parasternal kanan.
Batas kiri : Sela iga VI
linea midklavikula kiri
Auskultasi : BJ I - II reguler, murmur
(-), gallop (-).
- Dada - Paru
:
Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan
nafas kanan kiri simetris.
Palpasi : Fremitus taktil simetris kanan
kiri.
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler, Ronchi (-), Whizing (-).
- Abdomen :
Inspeksi : Perut datar, simetris
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba.
Perkusi : Timpani.
Auskultasi : BU (+) N.
- Punggung :
CVA = Nyeri tekan (-).
Nyeri ketok (-).
- Alat Kelamin : Normal. Tidak ada edema, luka, mukosa lembab.
- Anus : Normal. Tidak terdapat hemoroid, atresia ani (-).
- Ekstremitas
Atas dan Bawah : Tidak ada edema.
ROM :
4444 4444
3333
3333
i.
Pemeriksaan
Laboratorium.
- Pemeriksaan
Darah Lengkap
No
|
Nilai Normal
|
Hasil Lab
|
1
|
Hb:
L(13-16) P(12-15) gr/dl
|
Hb : 12,5
gr/dl
|
2
|
Hematokrit:
L(40-54) P(37-47) %
|
Hematokrit
: 31,8 %
|
3
|
Leukosit:
5.000-10.000 ribu/µL
|
Leukosit :
5.100 ribu/µL
|
4
|
Trombosit:150.000-450.000/mm3
|
Trombosit
: 137.000/ mm3
|
5
|
MCV : 81 –
99 fL
|
MCV : 83
fL
|
6
|
MCH : 27,0
– 31,0 pg
|
MCH : 26,8
pg
|
7
|
MPV : 7,4
– 10,4 fL
|
MPV : 7,4
fL
|
8
|
MCHC : 32 - 36 g/dl
|
MCHC :
32,3 g/dl
|
9
|
Ureum :
(18 – 55) mg/dl
|
Ureum : 50
mg/dl
|
10
|
Natrium (135-145meq/L)
|
Na : 150 meq/dl
|
11
|
Kalium (3,5-5,5meq/L)
|
Kalium : 6 meq/dl
|
12
|
Creatinin
: (0,9 – 1,30 mg/dl)
|
Creatinin
: 1,1 mg/dl
|
13
|
GDS : 125-200 mg/dl
|
GDS : 640 mg/ dl
|
14
|
pCO2 : (35-45mmHg)
|
pCO2 : 50 mmHg
|
15
|
HCO3 : (19-25meq/L)
|
HCO3 : 35meq/L
|
j.
Terapi yang
diperoleh
- Infus RL 20
tts/mnt.
- Inj
Ranitidin 1 amp/12 jam/IV.
- Glibenklamid
2xI.
- Neurosanbe 1
amp/hari.
- Antasid
syrup 3xI.
mantap informasinya, ijin nyimak untuk dijadikan sebagai referensi dam sumber bagi artikel kehesehatan kami, salah jabat erat.
BalasHapusGejala Kanker Serviks
Ciri Ciri Keputihan Abnormal