Senin, 23 November 2015

Laporan Pendahuluan dan Askep DM



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketosis adalah keadaan koma akibat dari komplikasi diabetes melitus di mana terjadi gangguan metabolisme yang menyebabkan: kadar gula darah sangat tinggi, meningkatkan dehidrasi hipertonik dan tanpa disertai ketosis serum, biasa terjadi pada DM tipe II.

HHNK yang merupakan komplikasi dari DM tipe II telah menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat global dan menurut International Diabetes Federation (IDF) pemutakhiran ke-5 tahun 2012, jumlah penderitanya semakin bertambah. Menurut estimasi IDF tahun 2012, lebih dari 371 juta orang di seluruh dunia mengalami DM, 4,8 juta orang meninggal akibat penyakit metabolik ini dan 471 miliar dolar Amerika dikeluarkan untuk pengobatannya.

Di Indonesia pervalensi HHNK belum teridentifikasi secara pasti. Namun  terjadinya HHNK tersebut disebabkan oleh DM tipe 2. Prevalensi DM Tipe 2 yang terdiagnosis dokter tertinggi menurut Riskesdas terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%). Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter atau gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%) dan Nusa Tenggara Timur 3,3 persen.

Hiperglikemia ditemukan 85% pasien HHNK mengidap penyakit ginjal atau kardiovaskuler, pernah jugaditemukan pada penyakit akromegali, tirotoksikosis, dan penyakit Chusing. Pasien HHNK kebanyakan usianya tua dan seringkali mempunyai penyakit lain. Komplikasi sangat sering terjadi dan angka kematian mencapai 25%-50%.

Angka kematian HHNK 40-50%, lebih tinggi dari pada diabetik ketoasidosis. Karena pasien HHNK kebanyakan usianya tua dan seringkali mempunyai penyakit lain. Sindrom koma hiperglikemik hiperosmolar non ketosis penting diketahui karena kemiripannya dan perbedaannya dari ketoasidosis diabetic berat dan merupakan diagnosa banding serta perbedaan dalam penatalaksanaan. Pasien yang mengalami sindrom koma hipoglikemia hiperosmolar nonketosis akan mengalami prognosis jelek. Komplikasi sangat sering terjadi dan angka kematian mencapai 25%-50% (Morton, 2011).
B.     Tujuan
1.      Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien (HHNK) hiperglikemia hiperosmolar non ketotik.

2.     Tujuan khusus
a.    Diharapkan mahasiswa mengetahui pengertian Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik.
b.    Diharapkan mahasiswa mengetahui etiologi dari Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik.
c.    Diharapkan mahasiswa mengetahui manifestasi klinik dari Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik.
d.   Diharapkan mahasiswa mengetahui komplikasi Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik.
e.    Diharapkan mahasiswa mengetahui tindakan kritis pada pasien dengan Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik.
f.     Diharapkan mahasiswa mengetahui penatalaksaan medis Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik.
g.    Diharapkan mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik.











BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Koma nonketotik hiperglikemik hipersomolar merupakan komplikasi akut yang dijumpai pada pengidap diabetes tipe 2. Kondisi ini juga merupakan petunjuk perburukan drastis penyakit (Elizabet, 2009).

Koma  hipersomolar hiperglikemi adalah suatu kedaruratan yang mengancam jiwa yang di tandai dengan hiperglikemi (kadar glukosa darah melebihi 600 mg/dl dan dapat setinggi 2000mg/dl) dengan tidak terdapatnya ketonemia yang signifikan (Mima, 2001).

Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik adalah suatu komplikasi akut dari diabetes melitus di mana penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma. Ini terjadi pada penderita diabetes tipe II (www.wikipedia.com)

Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketosis adalah keadaan koma akibat dari komplikasi diabetes melitus di mana terjadi gangguan metabolisme yang menyebabkan: kadar gula darah sangat tinggi, meningkatkan dehidrasi hipertonik dan tanpa disertai ketosis serum, biasa terjadi pada DM tipe II.

Menurut Hudak dan Gallo (edisi VI) koma hiperosmolar adalah komplikasi dari diabetes yang ditandai dengan :
1)      Hiperosmolaritas dan kehilangan cairan yang hebat.
2)      Asidosis ringan.
3)      Sering terjadi koma dan kejang lokal.
4)      Kejadian terutama pada lansia.
5)      Angka kematian yang tinggi.

B.  Etiologi
1. Insufisiensi insulin
a. DM, pankreatitis, pankreatektomi
b. Agen pharmakologic (phenitoin, thiazid)
2. Increase exogenous glucose
a. Hiperalimentation (tpn)
b. High kalori enteral feeding
3. Increase  endogenous glukosa
a. Acute stress (ami, infeksi)
b. Pharmakologic (glukokortikoid, steroid, thiroid)
4. Infeksi: pneumonia, sepsis, gastroenteritis.
5. Penyakit akut: perdarahan gastrointestinal, pankreatitits dan gangguan kardiovaskular.
6. Pembedahan/operasi.
7. Pemberian cairan hipertonik.
8. Luka bakar.

Faktor risiko Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik :
1. Kelompok usia dewasa tua (>45 tahun)
2. Kegemukan (BB(kg)>120% BB idaman, atau IMT>27 (kg/m2)
3. Tekanan darah tinggi (TD > 140/90 mmHg)
4. Riwayat keluarga DM
5. Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram
6. Riwayat DM pada kehamilan
7. Dislipidemia (HDL<35 mg/dl dan/atau trigliserida>250 mg/dl)
8. Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu)

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinik Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik / Gejala Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik
Tanda dan gejala umum KHNK adalah haus, kulit terasa hangat dan kering, mual dan muntah, nafsu makan menurun (penurunan berat badan), nyeri abdomen, pusing, pandangan kabur, banyak kencing, mudah lelah, polidipsi, poliuria, penurunan kesadaran.
Gejala-gejala Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik  meliputi :
1.      Agak mengantuk, insiden stupor atau sering koma.
2.      Poliuria selam 1 -3 hari sebelum gejala klinis timbul.
3.      Tidak ada hiperventilasi dan tidak ada bau napas.
4.      Penipisan volume sangat berlebihan (dehidrasi, hipovolemi).
5.      Glukosa serum mencapai 600 mg/dl sampai 2400 mg/dl.
6.      Kadang-kadang terdapat gejala-gejala gastrointestinal.
7.      Hipernatremia.
8.      Kegagalan mekanisme haus yang mengakibatkan pencernaan air tidak adekuat.
9.      Osmolaritas serum tinggi dengan gejala SSP minimal (disorientasi, kejang setempat).
10.  Kerusakan fungsi ginjal.
11.  Kadar HCO3 kurang dari 10 mEq/L.
12.  Kadar CO2 normal.
13.  Celah anion kurang dari 7 mEq/L.
14.  Kalium serum biasanya normal.
15.  Tidak ada ketonemia.
16.  Asidosis ringan
D.    Patofisiologi.
Sindrome Hiperglikemia  Hiperosmolar Non Ketotik mengambarkan kekurangan hormon insulin dan kelebihan hormon glukagon. Penurunan insulin menyebabkan hambatan pergerakan glukosa ke dalam sel, sehingga terjadi akumulasi glukosa di plasma. Peningkatan hormon glukagon menyebabkan glycogenolisis yang dapat meningkatkan kadar glukosa plasma. Peningkatan kadar glukosa mengakibatkan hiperosmolar. Kondisi hiperosmolar serum akan menarik cairan intraseluler ke dalam intra vaskular, yang dapat menurunkan volume cairan intraselluler. Bila klien tidak merasakan sensasi haus akan menyebabkan kekurangan cairan.
Tingginya kadar glukosa serum akan dikeluarkan melalui ginjal, sehingga timbul glycosuria yang dapat mengakibatkan diuresis osmotik secara berlebihan ( poliuria ). Dampak dari poliuria akan menyebabkan kehilangan cairan berlebihan dan diikuti hilangnya potasium, sodium dan phospat.
Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi. Perfusi ginjal menurun mengakibatkan sekresi hormon lebih meningkat lagi dan timbul hiperosmolar hiperglikemik.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia.
Kegagalan tubuh mengembalikan ke situasi homestasis akan mengakibatkan hiperglikemia, hiperosmolar, diuresis osmotik berlebihan dan dehidrasi berat. Disfungsi sistem saraf pusat karena ganguan transport oksigen ke otak dan cenderung menjadi koma.
Hemokonsentrasi akan meningkatkan viskositas darah dimana dapat mengakibatkan pembentukan bekuan darah, tromboemboli, infark cerebral, jantung.

E.     Pathway
Terlampir

F.     Pemeriksaan Penunjang.
Pemeriksaan laboratorium Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik sangat membantu untuk membedakan dengan ketoasidosis diabetik. Kadar glukosa darah > 600 mg%, aseton negative, dan beberapa tambahan yang perlu diperhatikan : adanya hipertermia, hiperkalemia, azotemia, kadar blood urea nitrogen (BUN): kreatinin = 30 : 1 (normal 10:1), bikarbonat serum > 17,4 mEq/l.
G.    Komplikasi
1.      Koma.
2.      Gagal jantung.
3.      Gagal ginjal.
4.      Gangguan hati.
5.      Iskemia/infark organ
6.      Hipo/hiperglikemia
7.      Hipokalemia
8.      Hiperkhloremia
9.      Edema serebri
10.  Kelebihan cairan
11.  ARDS
12.  Tromboemboli
13.  Rhabdomiolisis
H.    Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
1.      Penatalaksanaan Keperawatan
a.       Primery survey
1)      Airway
Airway
2)      Breathing
O2
3)      Circulation
Cairan 1 L NaCl 0,9% bolus (2 L bila hipotensi) : saline setengah normal.
4)      Disability
Tentukan GCS, nilai pupil.
5)      Exposure
Buka pakaian penderita, Cegah hipotermia
.
b.      Tambahan primary survey
1)      Pasang monitor EKG
2)      Nasopharyngeal airway placement/ intubasi endotrakea
3)      Kateter urin
4)      Kateter vena sentral à untuk ukur CVP, infus, ambil contoh darah
5)      Kateter arteri à untuk analisis gas darah, tekanan darah arteri
6)      Pulse oksimetri
c.       Resusitasi fungsi vital dan reevaluasi
d.      Secondary survey
1)      Anamnesis
AMPLE
: alergi, medikasi, past illness, last meal, environtment
2)      Pemeriksaan fisik
3)      Terapi definitive
-       Insulin bolus 0,1 U/kg : infuse IV kontinu 0,1 U/kg/jam : glukosan <300 mg/dl : dextrose 5%, insulin turunkan perlahan (75-100 mg/dl/jam) : cukup jumlah kecildan hati-hati cz HHS sensitive terhadap insulin, cepat menurunkan glukosa serum
-       Antibiotik
-       Monitor elektrolit dan gas darah vena setiap 2-4 jam
e.       Rujuk
Konsultasi endokrinologi, neurology, penyakit infeksi, psikiatri
2.      Penatalaksanaan Medis
a.         Pengobatan utama adalah rehidrasi dengan mengunkan cairan
NaCl bisa diberikan cairan isotonik atau hipotonik ½ normal diguyur 1000 ml/jam sampai keadaan cairan intravaskular dan perfusi jaringan mulai membaik, baru diperhitungkan kekurangan dan diberikan dalam 12-48 jam. Pemberian cairan isotonil harus mendapatkan pertimbangan untuk pasien dengan kegagalan jantung, penyakit ginjal atau hipernatremia. Glukosa 5% diberikan pada waktu kadar glukosa dalam sekitar 200-250 mg%.
b.        Insulin
Pada saat ini para ahli menganggap bahwa pasien hipersemolar hiperglikemik non ketotik sensitif terhadap insulin dan diketahui pula bahwa pengobatan dengan insulin dosis rendah pada ketoasidosis diabetik sangat bermanfaat. Karena itu pelaksanaan pengobatan dapat menggunakan skema mirip proprotokol ketoasidosis diabetik
c.       Kalium
Kalium darah harus dipantau dengan baik. Bila terdapat tanda fungsi ginjal membaik, perhitungan kekurangan kalium harus segera diberikan
d.      Hindari infeksi sekunder
Hati-hati dengan suntikan, permasalahan infus set, kateter
I.       Pengkajian Keperawatan (Pengkajian Berdasarkan Pengkajian Kegawatdaruratan)
1.      Primery Survey
a.         Airway
Kemungkinan ada sumbatan jalan nafas, terjadi karena adanya penurunan kesadaran/koma sebagai akibat dari gangguan transport oksigen ke otak.
b.        Breathing
Tachypnea, sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
c.         Circulation
Sebagai akibat diuresis osmotik, akan terjadi dehidrasi. Visikositas darah juga akan mengalami peningkatan, yang berdampak pada resiko terbentuknya trombus. Sehingga akan menyebabkan tidak adekuatnya perfusi organ.
d.        Disability kesadaran compos mentis GCS 15.
2.      Sekunder Survey
Apabila managemen ABC menghasilkan kondisi yang stabil, perlu pengkajian dengan menggunakan pendekatan head to toe.Dari pemeriksaan fisik ditemukan pasien dalam keadaan apatis sampai koma, tanda-tanda dehidrasi seperti turgor turun disertai tanda kelainan neurologist, hipotensi postural, bibir dan lidah kering, tidak ada bau aseton yang tercium dari pernapasan, dan tidak ada pernapasan Kussmaul.
Pemeriksaan fisik
a.       Neurologi (Stupor, Lemah, disorientasi, Kejang, Reflek normal,menurun atau tidak ada.
b.      Pulmonary (Tachypnae, dyspnae, Nafas tidak bau acetone, Tidak ada nafas kusmaul.
c.       Cardiovaskular (Tachicardia, Hipotensi postural, Mungkin penyakit kardiovaskula( hipertensi, CHF ), Capilary refill > 3 detik.
d.      Renal (Poliuria( tahap awal ), Oliguria ( tahap lanjut ), Nocturia, inkontinensia
e.       Integumentary (Membran mukosa dan kulit kering, Turgor kulit tidak elastis, Mata lembek, Mempunyai infeksi kulit, luka sulit sembuh.
f.       Gastrointestinal (Distensi abdomen danPenurunan bising usus)
3.      Tersier Survey
a.       Riwayat Keperawatan
      Persepsi-managemen kesehatan
1)       Riwayat DM tipe II
2)       Riwayat keluarga DM
3)       Gejala timbul beberapa hari, minggu.
b.      Nutrisi – metabolik
1)       Rasa haus meningkat, polidipsi atau tidak ada rasa haus.
2)       Anorexia
3)       Berat badan turun.
c.       Eliminasi
1)       Poliuria, nocturia.
2)       Diarhe atau konstipasi.
d.      Aktivitas – exercise
lelah, lemah.
e.       Kognitif
1)       Kepala pusing, hipotensi orthostatik.
2)       Penglihatan kabur.
3)       Gangguan sensorik.
Pemeriksaan Diagnostik
a.       Serum glukosa: 800-3000 mg/dl.
b.      Gas darah arteri: biasanya normal.
c.       Elektrolit à biasanya rendah karena diuresis.
d.      BUN dan creatinin serum à meningkat karena dehidrasi atau ada gangguan renal.
e.       Osmolalitas serum: biasanya lebih dari 350 mOsm/kg.
f.       pH > 7,3.
g.      Bikarbonat serum> 15 mEq/L.
h.      Sel darah putih à meningkat pada keadaan infeksi.
i.        Hemoglobin dan hematokrit à meningkat karena dehidrasi.
j.        EKG à mungkin aritmia karena penurunan potasium serum.
k.      Keton urine tidak ada atau hanya sedikit.
J.      Diagnosa Keperawatan
1.      Volume cairan kurang dari kebutuhan
2.      Gangguan perfusi jaringan
3.      Jalan napas tidak efektif
4.      Intoleransi aktivitas
K.    Rencana Keperawatan
1.      Volume cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan deuresis osmotik
Intervensi :
a.       Dapatkan riwayat pasien atau orang terdekat sehubungan lamanya atau intensitas dari gejala seperti pengeluaran urine yang berlebih.
Rasional :
Membantu dalam memperkirakan kekurangan volume total. Tanda dan gejala mungkin sudah ada pada beberapa waktu sebelumnya.
b.      Pantau TTV, catat adanya perubahan TD ortostatik.
Rasional :
Hipovolemia dapat dimanisfestasikan oleh hipotensi dan takikardia. Perkiraan berat ringannya hipovolemia, dapat dibuat ketika tekanan darah sistolik pasien turun lebih dari 10 mm Hg dari posisi berbaring ke posisi duduk atau berdiri.
c.       Pantau pola nafas seperti adanya pernapasan Kussmaul atau pernapasan yang berbau keton.
Rasional :
Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang menghasilkan kompensasi alkalosis respiratoris terhadap keadaan ketoasidosis. Pernapasan yang berbau aseton berhubungan dengan pemecahan asam aseto-asetat dan harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi.
d.      Pantau frekuensi dan kualitas pernapasan, penggunaan otot bantu napas, dan adanya apnea dan munculnya sianosis.
Rasional :
Koreksi hiperglikemia dan asidosis akan menyebabkan pola dan frekuensi pernapasan mendekati normal. Tetapi peningkatan kerja pernapasan, pernapasan dangkal, pernapasan cepat, dan munculnya sianosis mungkin merupakan indikasi dari kelelahan pernapasan dan mungkin pasien itu kehilangan kemampuannya untuk melakukan kompensasi pada asidosis.
e.       Pantau suhu, warna kulit, atau kelembabannya.
Rasional :
Meskipun demam, menggigil dan diaforesis merupakan hal umum terjadi pada proses infeksi, demam dengan kulit kemerahan, kering mungkin sebagai cerminan dari dehidrasi.
f.       Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urin.
Rasional :
Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan dari terapi yang diberikan.
g.      Berikan cairan sesuai dengan indikasi : normal salin atau setengah normal salin dengan atau tanpa dektrosa.
Rasional :
Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respon pasien secara individual.
h.      Berikan kalium atau elektrolit yang lain melalui IV dan atau melalui oral sesuai indikasi.
Rasional :
Kalium harus ditambahkan pada IV untuk mencegah hipokalemia.
i.        Pantau pemeriksaan laboratorium seperti natrium.
Rasional :
Mungkin menurun yang dapat mencerminkan perpindahan cairan dari intrasel (diuresis osmotik). Kadar natrium yang tinggi mencerminkan kehilangan cairan atau dehidrasi berat atau reabsorpsi natrium dalam berespon terhadap sekresi aldosteron.
2.      Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya gangguan transport O2
Intervensi :
a.         Pertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda vital sesuai indikasi.
Rasional :
Perubahan tekanan CSS mungkin merupakan potensi adanya resiko herniasi batang otak yang memerlukan tindakan medis dengan segera.
b.        Pantau frekuensi atau irama jantung.
Rasional :
Perubahan pada frekuensi (tersering adalah bradikardia) dan disritmia dapat terjadi, mencerminkan trauma atau tekanan batang otak.
c.         Berikan tindakan yang menimbulkan rasa nyaman, seperti masase punggung, lingkungan yang tenang, suara yang halus dan sentuhan yang lembut.
Rasional :
Meningkatkan istirahat menurunkan stimulasi sensori yang belebihan.
d.        Pantau status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standart (misalnya skala koma Glascow).
Rasional :
Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, dan perkembangan kerusakan SSP.
e.         Catat ada atau tidaknya refleks-refleks tertentu seperti refleks menelan, batuk dan Babinski.
Rasional :
Penurunan refleks menandakan adanya kerusakan pada tingkat otak tengah atau batang otak dan sangat berpengaruh langsung terhadap keamanan pasien. Kehilangan refleks berkedip mengisyaratkan adanya kerusakan pada daerah pons dan medulla. Tidak adanya refleks batuk meninjukkan adanya kerusakan pada medulla. Refleks Babinski positif mengindikasikan adanya trauma sepanjang jalur pyramidal pada otak.
f.         Tinggikan kepala tempat tidur sekitar 15-45 derajat sesuai toleransi atau indikasi. Jaga kepala pasien tetap berada pada posis netral.
Rasional:
Peningkatan aliran vena dari kepala akan menurunkan TIK.
g.        Berikan cairan IV dengan alat control khusus. Batasi pemasukan cairan dan berikan larutan hipertonik atau elektrolit sesuai indikasi.
Rasional:
Meminimalkan fluktuasi dalam aliran vaskuler dan TIK. Restriksi cairan mungkin diperlukan untuk mengurangi cairan tubuh total dan selanjutnya akan menurnkan edema serebral terutama saat munculnya SIADH.
h.        Berikan O2 tambahan sesuai indikasi.
Rasional:
Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral yang meningkatkan TIK.
3.      Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
Intervensi:
a.         Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan.
Rasional:
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan atau kronisnya proses penyakit.
b.        Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.
Rasional:
Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir atau daun telinga). Keabu-abuan dan sianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
c.         Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan atau bunyi tambahan.
Rasional :
Bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus atau tertahannya secret. Krekels basah menyebar menunjukkan cairan pada intestisial atau dekompensasi jantung.
d.        Palpasi fremitus.
Rasional:
Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak.
e.         Awasi tingkat kesadaran atau status mental. Selidiki adanya perubahan.
Rasional:
Dapat menunjukkan peningkatan hipoksia atau komplikasi.
f.         Awasi tanda vital dan irama jantung.
Rasional:
Takikardia, disritmia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
g.        Berikan O2 tambahan melalui nasal kanul, masker parsial atau masker dengan humidifikasi tinggi seuai indikasi.
Rasional:
Memaksimalkan sediaan O2, khususnya bila ventilasi menurun depresi anestesi atau nyeri, juga selama periode kompensasi fisiologi sirkulasi terhadap unit fungsional alveolar.
h.        Awasi atau buat gambaran GDA, nasi oksimetri. Catat kadar Hb.
Rasional:
Penurunan PaO2 atau peningkatan PaCO2 dapat menunjukkan kebutuhan untuk dukungan ventilasi. Kehilangan darah bermakna dapat mengakibatkan penurunan kapasitas pembawa O2, menurunkan PaO2.
4.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan.
Intervensi:
a.       Kaji atau diskusikan tingkat kelelahan pasien dan identifikasi aktivitas yang dapat dilakukan pasien.
Rasional:
Pasien biasanya telah mengalami penurunan tenaga, kelelahan otot menjadi terus memburuk setiap hari karena proses penyakit dan munculnya ketidakseimbangan natrium dan kalium.
b.      Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas. Buat jadwal perencanaan dengan pasien dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan.
Rasional:
Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lelah.
c.       Berikan aktivitas alternative dengan periode istirahat yang cukup atau tanpa diganggu.
Rasional:
Mencegah kelelahan yang berlebihan.
d.      Pantau nadi, frekuensi pernapasan dan tekanan darah sebelum atau sesudah melakukan aktivitas.
Rasional:
Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis.
e.       Diskusikan cara penghematan kalori selama mandi, berpindah tempat, dsb.
Rasional:
Pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan penurunan kebutuhan akan energi pada setiap kegiatan.
f.       Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan yang dapat ditoleransi.
Rasional:
Meningkatkan kepercayaan diri atau harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi pasien.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A.     Kasus
Ibu N (40 Thn) dibawa ke RS Respati Yogyakarta oleh keluarganya dengan alasan mengalami badan yang terasa lemah dan sebelum dibawa ke RS klien dirumah mengalami pingsan. Setelah dianamnesa, keluarga Ibu N mengatakan bahwa sebelum dibawa ke RS klien mengeluhkan pusing dan penglihatan kabur dan akhir-akhir ini klien sering BAK, bila malam hingga 7 sampai 8 kali. Namun klien sering merasa haus. Mukosa bibir klien kering, konjungtiva anemis, kulit tidak elastis, CRT < 3 detik dan sionosis. Klien mempunyai riwayat hipertensi dan tidak kontrol rutin. BB klien menurun penurunan berat badan 5 Kg dalam 1 bulan terakhir. BB : 45kg dengan TB : 164cm. IMT : 16,8. Dari pemeriksaan TTV didapatkan = TD : 170/100 mmHg, Nadi : 110x/menit, RR : 26x/menit (cepat dangkal), T : 37,20C. Gula Darah sewaktu saat masuk 640 mg/dl.

B.Pengkajian Keperawatan
Tanggal pengkajian               : 27 April 2014.
Waktu                                     : 10.00 WIB.
Ruang                                      : Melati 2, RS Respati Yogyakarta.
a.      Identitas Klien
Nama                                 : Ny. N
Umur                                 : 40 tahun.
Jenis kelamin                     : Perempuan.
Alamat                              : Ngemplak, Sleman.
Pekerjaan               : Petani
Tanggal masuk                        : 27 April 2014.
No. RM                                   : 00800901.
Diagnosa Medis                      : Diabetes Melitus (DM) Tipe II.
b.      Identitas Penanggung jawab
Nama   : Ny. N
Umur   : 19 tahun
Alamat            : Ngemplak Sleman.
Pekerjan          : Ibu Rumah Tangga
Hubungan dengan pasien : anak
c.       Keluhan Utama.
Klien merasa badannya lemah, sebelum dibawa ke RS klien dirumah mengalami pingsan.
d.      Riwayat Penyakit Sekarang.
Pasien datang ke RS Respati Yogyakarta pada tanggal 27 April 2014 melalui IGD dengan keluhan badan lemas dan sebelumnya klien sempat tidak sadarkan diri. Keluhan disertai dengan sering BAK terutama pada malam hari, sering haus, namun badan klien semakin kurus. Dilakukan pemeriksaan gula darah pada pasien, yang ternyata didapatkan hasil GDS = 425 g/dl. Oleh dokter yang memeriksa, pasien dianjurkan untuk dirawat. Kemudian klien dipindahkan ke ruang Melati 2. Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 27 April 2014, klien masih terlihat lemah.
e.       Riwayat Penyakit Dahulu.
Klien memiliki riwayat penyakit hipertensi.
f.       Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga klien ada yang memiliki riwayat penyakit hipertensi.
g.      Genogram


 





Keterangan :



 
                : laki-laki                                             : klien











 
                        : perempuan                                         : meninggal dunia



 
             : tinggal dalam 1 atap/rumah
                        : garis keturunan         

h.      Pemeriksaan
Pemeriksaan ABC
A                     : tidak ada sumbatan jalan nafas
B                     : RR: 26x/mnt, N : 120x/mnt, TD 170/100mmHg.
C                     : CRT<3, sianosis, konjungtiva anemis.
D                     : CM, GCS  : 14.


Pemeriksaan Fisik
-          KU             : CM.
-          TTV                       :
TD:170/100 mmHg, N: 110 x/menit, RR:26x/menit, S:37,20 C.
-          BB : 45kg dengan TB : 164cm. IMT : 16,8.
-          Kepala                    : Mesoshepal
-          Rambut      : Sedikit beruban.
-          Mata                       : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor.
Visus               : 3/6
-          Hidung       : Simetris, tidak ada sekret.
-          Mulut                     : Bibir sedikit kering.
-          Gigi                        : Caries (+).
-          Leher                       : JVP 5-2 CmH2O.
-          Jantung      :
Inspeksi           : Ictus tidak terlihat.
Palpasi             : Ictus tidak teraba.
Perkusi            :
Batas atas   : sela iga II linea parasternal kiri.
Batas kanan            : Sela iga V linea parasternal kanan.
Batas kiri    : Sela iga VI linea midklavikula kiri
Auskultasi       :  BJ I - II reguler, murmur (-), gallop (-).
-          Dada - Paru :
Inspeksi           : Bentuk dada normal, pergerakan nafas kanan kiri simetris.
Palpasi             : Fremitus taktil simetris kanan kiri.
Perkusi            : Sonor
Auskultasi       : Vesikuler, Ronchi (-), Whizing (-).
-          Abdomen   :
Inspeksi : Perut datar, simetris
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak  teraba.
Perkusi : Timpani.
Auskultasi : BU (+) N.
-          Punggung :
CVA = Nyeri tekan (-).
Nyeri ketok (-).
-          Alat Kelamin         : Normal. Tidak ada edema, luka, mukosa lembab.
-          Anus                      : Normal. Tidak terdapat hemoroid, atresia ani (-).
-          Ekstremitas Atas dan Bawah : Tidak ada edema.
ROM              :
                4444 4444
                         3333 3333
i.           Pemeriksaan Laboratorium.
-          Pemeriksaan Darah Lengkap
No
Nilai Normal
Hasil Lab
1
Hb: L(13-16)  P(12-15) gr/dl
Hb : 12,5 gr/dl
2
Hematokrit: L(40-54) P(37-47) %
Hematokrit : 31,8 %
3
Leukosit: 5.000-10.000 ribu/µL
Leukosit : 5.100 ribu/µL
4
Trombosit:150.000-450.000/mm3
Trombosit : 137.000/ mm3
5
MCV : 81 – 99 fL
MCV : 83 fL
6
MCH : 27,0 – 31,0 pg
MCH : 26,8 pg
7
MPV : 7,4 – 10,4 fL
MPV : 7,4 fL
8
MCHC : 32 - 36 g/dl
MCHC : 32,3 g/dl         
9
Ureum : (18 – 55) mg/dl
Ureum : 50 mg/dl
10
Natrium (135-145meq/L)
Na : 150 meq/dl
11
Kalium (3,5-5,5meq/L)
Kalium : 6 meq/dl
12
Creatinin :  (0,9 – 1,30 mg/dl)
Creatinin : 1,1 mg/dl
13
GDS : 125-200 mg/dl
GDS : 640 mg/ dl
14
pCO2 : (35-45mmHg)
pCO2 :  50 mmHg
15
HCO3 : (19-25meq/L)
HCO3 : 35meq/L




j.        Terapi yang diperoleh

-          Infus RL 20 tts/mnt.
-          Inj Ranitidin 1 amp/12 jam/IV.
-          Glibenklamid  2xI.
-          Neurosanbe 1 amp/hari.
-          Antasid syrup 3xI.













BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketosis adalah keadaan koma akibat dari komplikasi diabetes melitus di mana terjadi gangguan metabolisme yang menyebabkan: kadar gula darah sangat tinggi, meningkatkan dehidrasi hipertonik dan tanpa disertai ketosis serum, biasa terjadi pada DM tipe II.

HHNK yang merupakan komplikasi dari DM tipe II telah menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat global dan menurut International Diabetes Federation (IDF) pemutakhiran ke-5 tahun 2012, jumlah penderitanya semakin bertambah. Menurut estimasi IDF tahun 2012, lebih dari 371 juta orang di seluruh dunia mengalami DM, 4,8 juta orang meninggal akibat penyakit metabolik ini dan 471 miliar dolar Amerika dikeluarkan untuk pengobatannya.

Di Indonesia pervalensi HHNK belum teridentifikasi secara pasti. Namun  terjadinya HHNK tersebut disebabkan oleh DM tipe 2. Prevalensi DM Tipe 2 yang terdiagnosis dokter tertinggi menurut Riskesdas terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%). Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter atau gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%) dan Nusa Tenggara Timur 3,3 persen.

Hiperglikemia ditemukan 85% pasien HHNK mengidap penyakit ginjal atau kardiovaskuler, pernah jugaditemukan pada penyakit akromegali, tirotoksikosis, dan penyakit Chusing. Pasien HHNK kebanyakan usianya tua dan seringkali mempunyai penyakit lain. Komplikasi sangat sering terjadi dan angka kematian mencapai 25%-50%.

Angka kematian HHNK 40-50%, lebih tinggi dari pada diabetik ketoasidosis. Karena pasien HHNK kebanyakan usianya tua dan seringkali mempunyai penyakit lain. Sindrom koma hiperglikemik hiperosmolar non ketosis penting diketahui karena kemiripannya dan perbedaannya dari ketoasidosis diabetic berat dan merupakan diagnosa banding serta perbedaan dalam penatalaksanaan. Pasien yang mengalami sindrom koma hipoglikemia hiperosmolar nonketosis akan mengalami prognosis jelek. Komplikasi sangat sering terjadi dan angka kematian mencapai 25%-50% (Morton, 2011).
B.     Tujuan
1.      Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien (HHNK) hiperglikemia hiperosmolar non ketotik.

2.     Tujuan khusus
a.    Diharapkan mahasiswa mengetahui pengertian Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik.
b.    Diharapkan mahasiswa mengetahui etiologi dari Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik.
c.    Diharapkan mahasiswa mengetahui manifestasi klinik dari Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik.
d.   Diharapkan mahasiswa mengetahui komplikasi Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik.
e.    Diharapkan mahasiswa mengetahui tindakan kritis pada pasien dengan Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik.
f.     Diharapkan mahasiswa mengetahui penatalaksaan medis Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik.
g.    Diharapkan mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik.











BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Koma nonketotik hiperglikemik hipersomolar merupakan komplikasi akut yang dijumpai pada pengidap diabetes tipe 2. Kondisi ini juga merupakan petunjuk perburukan drastis penyakit (Elizabet, 2009).

Koma  hipersomolar hiperglikemi adalah suatu kedaruratan yang mengancam jiwa yang di tandai dengan hiperglikemi (kadar glukosa darah melebihi 600 mg/dl dan dapat setinggi 2000mg/dl) dengan tidak terdapatnya ketonemia yang signifikan (Mima, 2001).

Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik adalah suatu komplikasi akut dari diabetes melitus di mana penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma. Ini terjadi pada penderita diabetes tipe II (www.wikipedia.com)

Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketosis adalah keadaan koma akibat dari komplikasi diabetes melitus di mana terjadi gangguan metabolisme yang menyebabkan: kadar gula darah sangat tinggi, meningkatkan dehidrasi hipertonik dan tanpa disertai ketosis serum, biasa terjadi pada DM tipe II.

Menurut Hudak dan Gallo (edisi VI) koma hiperosmolar adalah komplikasi dari diabetes yang ditandai dengan :
1)      Hiperosmolaritas dan kehilangan cairan yang hebat.
2)      Asidosis ringan.
3)      Sering terjadi koma dan kejang lokal.
4)      Kejadian terutama pada lansia.
5)      Angka kematian yang tinggi.

B.  Etiologi
1. Insufisiensi insulin
a. DM, pankreatitis, pankreatektomi
b. Agen pharmakologic (phenitoin, thiazid)
2. Increase exogenous glucose
a. Hiperalimentation (tpn)
b. High kalori enteral feeding
3. Increase  endogenous glukosa
a. Acute stress (ami, infeksi)
b. Pharmakologic (glukokortikoid, steroid, thiroid)
4. Infeksi: pneumonia, sepsis, gastroenteritis.
5. Penyakit akut: perdarahan gastrointestinal, pankreatitits dan gangguan kardiovaskular.
6. Pembedahan/operasi.
7. Pemberian cairan hipertonik.
8. Luka bakar.

Faktor risiko Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik :
1. Kelompok usia dewasa tua (>45 tahun)
2. Kegemukan (BB(kg)>120% BB idaman, atau IMT>27 (kg/m2)
3. Tekanan darah tinggi (TD > 140/90 mmHg)
4. Riwayat keluarga DM
5. Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram
6. Riwayat DM pada kehamilan
7. Dislipidemia (HDL<35 mg/dl dan/atau trigliserida>250 mg/dl)
8. Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu)

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinik Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik / Gejala Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik
Tanda dan gejala umum KHNK adalah haus, kulit terasa hangat dan kering, mual dan muntah, nafsu makan menurun (penurunan berat badan), nyeri abdomen, pusing, pandangan kabur, banyak kencing, mudah lelah, polidipsi, poliuria, penurunan kesadaran.
Gejala-gejala Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik  meliputi :
1.      Agak mengantuk, insiden stupor atau sering koma.
2.      Poliuria selam 1 -3 hari sebelum gejala klinis timbul.
3.      Tidak ada hiperventilasi dan tidak ada bau napas.
4.      Penipisan volume sangat berlebihan (dehidrasi, hipovolemi).
5.      Glukosa serum mencapai 600 mg/dl sampai 2400 mg/dl.
6.      Kadang-kadang terdapat gejala-gejala gastrointestinal.
7.      Hipernatremia.
8.      Kegagalan mekanisme haus yang mengakibatkan pencernaan air tidak adekuat.
9.      Osmolaritas serum tinggi dengan gejala SSP minimal (disorientasi, kejang setempat).
10.  Kerusakan fungsi ginjal.
11.  Kadar HCO3 kurang dari 10 mEq/L.
12.  Kadar CO2 normal.
13.  Celah anion kurang dari 7 mEq/L.
14.  Kalium serum biasanya normal.
15.  Tidak ada ketonemia.
16.  Asidosis ringan
D.    Patofisiologi.
Sindrome Hiperglikemia  Hiperosmolar Non Ketotik mengambarkan kekurangan hormon insulin dan kelebihan hormon glukagon. Penurunan insulin menyebabkan hambatan pergerakan glukosa ke dalam sel, sehingga terjadi akumulasi glukosa di plasma. Peningkatan hormon glukagon menyebabkan glycogenolisis yang dapat meningkatkan kadar glukosa plasma. Peningkatan kadar glukosa mengakibatkan hiperosmolar. Kondisi hiperosmolar serum akan menarik cairan intraseluler ke dalam intra vaskular, yang dapat menurunkan volume cairan intraselluler. Bila klien tidak merasakan sensasi haus akan menyebabkan kekurangan cairan.
Tingginya kadar glukosa serum akan dikeluarkan melalui ginjal, sehingga timbul glycosuria yang dapat mengakibatkan diuresis osmotik secara berlebihan ( poliuria ). Dampak dari poliuria akan menyebabkan kehilangan cairan berlebihan dan diikuti hilangnya potasium, sodium dan phospat.
Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi. Perfusi ginjal menurun mengakibatkan sekresi hormon lebih meningkat lagi dan timbul hiperosmolar hiperglikemik.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia.
Kegagalan tubuh mengembalikan ke situasi homestasis akan mengakibatkan hiperglikemia, hiperosmolar, diuresis osmotik berlebihan dan dehidrasi berat. Disfungsi sistem saraf pusat karena ganguan transport oksigen ke otak dan cenderung menjadi koma.
Hemokonsentrasi akan meningkatkan viskositas darah dimana dapat mengakibatkan pembentukan bekuan darah, tromboemboli, infark cerebral, jantung.

E.     Pathway
Terlampir

F.     Pemeriksaan Penunjang.
Pemeriksaan laboratorium Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik sangat membantu untuk membedakan dengan ketoasidosis diabetik. Kadar glukosa darah > 600 mg%, aseton negative, dan beberapa tambahan yang perlu diperhatikan : adanya hipertermia, hiperkalemia, azotemia, kadar blood urea nitrogen (BUN): kreatinin = 30 : 1 (normal 10:1), bikarbonat serum > 17,4 mEq/l.
G.    Komplikasi
1.      Koma.
2.      Gagal jantung.
3.      Gagal ginjal.
4.      Gangguan hati.
5.      Iskemia/infark organ
6.      Hipo/hiperglikemia
7.      Hipokalemia
8.      Hiperkhloremia
9.      Edema serebri
10.  Kelebihan cairan
11.  ARDS
12.  Tromboemboli
13.  Rhabdomiolisis
H.    Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
1.      Penatalaksanaan Keperawatan
a.       Primery survey
1)      Airway
Airway
2)      Breathing
O2
3)      Circulation
Cairan 1 L NaCl 0,9% bolus (2 L bila hipotensi) : saline setengah normal.
4)      Disability
Tentukan GCS, nilai pupil.
5)      Exposure
Buka pakaian penderita, Cegah hipotermia
.
b.      Tambahan primary survey
1)      Pasang monitor EKG
2)      Nasopharyngeal airway placement/ intubasi endotrakea
3)      Kateter urin
4)      Kateter vena sentral à untuk ukur CVP, infus, ambil contoh darah
5)      Kateter arteri à untuk analisis gas darah, tekanan darah arteri
6)      Pulse oksimetri
c.       Resusitasi fungsi vital dan reevaluasi
d.      Secondary survey
1)      Anamnesis
AMPLE
: alergi, medikasi, past illness, last meal, environtment
2)      Pemeriksaan fisik
3)      Terapi definitive
-       Insulin bolus 0,1 U/kg : infuse IV kontinu 0,1 U/kg/jam : glukosan <300 mg/dl : dextrose 5%, insulin turunkan perlahan (75-100 mg/dl/jam) : cukup jumlah kecildan hati-hati cz HHS sensitive terhadap insulin, cepat menurunkan glukosa serum
-       Antibiotik
-       Monitor elektrolit dan gas darah vena setiap 2-4 jam
e.       Rujuk
Konsultasi endokrinologi, neurology, penyakit infeksi, psikiatri
2.      Penatalaksanaan Medis
a.         Pengobatan utama adalah rehidrasi dengan mengunkan cairan
NaCl bisa diberikan cairan isotonik atau hipotonik ½ normal diguyur 1000 ml/jam sampai keadaan cairan intravaskular dan perfusi jaringan mulai membaik, baru diperhitungkan kekurangan dan diberikan dalam 12-48 jam. Pemberian cairan isotonil harus mendapatkan pertimbangan untuk pasien dengan kegagalan jantung, penyakit ginjal atau hipernatremia. Glukosa 5% diberikan pada waktu kadar glukosa dalam sekitar 200-250 mg%.
b.        Insulin
Pada saat ini para ahli menganggap bahwa pasien hipersemolar hiperglikemik non ketotik sensitif terhadap insulin dan diketahui pula bahwa pengobatan dengan insulin dosis rendah pada ketoasidosis diabetik sangat bermanfaat. Karena itu pelaksanaan pengobatan dapat menggunakan skema mirip proprotokol ketoasidosis diabetik
c.       Kalium
Kalium darah harus dipantau dengan baik. Bila terdapat tanda fungsi ginjal membaik, perhitungan kekurangan kalium harus segera diberikan
d.      Hindari infeksi sekunder
Hati-hati dengan suntikan, permasalahan infus set, kateter
I.       Pengkajian Keperawatan (Pengkajian Berdasarkan Pengkajian Kegawatdaruratan)
1.      Primery Survey
a.         Airway
Kemungkinan ada sumbatan jalan nafas, terjadi karena adanya penurunan kesadaran/koma sebagai akibat dari gangguan transport oksigen ke otak.
b.        Breathing
Tachypnea, sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
c.         Circulation
Sebagai akibat diuresis osmotik, akan terjadi dehidrasi. Visikositas darah juga akan mengalami peningkatan, yang berdampak pada resiko terbentuknya trombus. Sehingga akan menyebabkan tidak adekuatnya perfusi organ.
d.        Disability kesadaran compos mentis GCS 15.
2.      Sekunder Survey
Apabila managemen ABC menghasilkan kondisi yang stabil, perlu pengkajian dengan menggunakan pendekatan head to toe.Dari pemeriksaan fisik ditemukan pasien dalam keadaan apatis sampai koma, tanda-tanda dehidrasi seperti turgor turun disertai tanda kelainan neurologist, hipotensi postural, bibir dan lidah kering, tidak ada bau aseton yang tercium dari pernapasan, dan tidak ada pernapasan Kussmaul.
Pemeriksaan fisik
a.       Neurologi (Stupor, Lemah, disorientasi, Kejang, Reflek normal,menurun atau tidak ada.
b.      Pulmonary (Tachypnae, dyspnae, Nafas tidak bau acetone, Tidak ada nafas kusmaul.
c.       Cardiovaskular (Tachicardia, Hipotensi postural, Mungkin penyakit kardiovaskula( hipertensi, CHF ), Capilary refill > 3 detik.
d.      Renal (Poliuria( tahap awal ), Oliguria ( tahap lanjut ), Nocturia, inkontinensia
e.       Integumentary (Membran mukosa dan kulit kering, Turgor kulit tidak elastis, Mata lembek, Mempunyai infeksi kulit, luka sulit sembuh.
f.       Gastrointestinal (Distensi abdomen danPenurunan bising usus)
3.      Tersier Survey
a.       Riwayat Keperawatan
      Persepsi-managemen kesehatan
1)       Riwayat DM tipe II
2)       Riwayat keluarga DM
3)       Gejala timbul beberapa hari, minggu.
b.      Nutrisi – metabolik
1)       Rasa haus meningkat, polidipsi atau tidak ada rasa haus.
2)       Anorexia
3)       Berat badan turun.
c.       Eliminasi
1)       Poliuria, nocturia.
2)       Diarhe atau konstipasi.
d.      Aktivitas – exercise
lelah, lemah.
e.       Kognitif
1)       Kepala pusing, hipotensi orthostatik.
2)       Penglihatan kabur.
3)       Gangguan sensorik.
Pemeriksaan Diagnostik
a.       Serum glukosa: 800-3000 mg/dl.
b.      Gas darah arteri: biasanya normal.
c.       Elektrolit à biasanya rendah karena diuresis.
d.      BUN dan creatinin serum à meningkat karena dehidrasi atau ada gangguan renal.
e.       Osmolalitas serum: biasanya lebih dari 350 mOsm/kg.
f.       pH > 7,3.
g.      Bikarbonat serum> 15 mEq/L.
h.      Sel darah putih à meningkat pada keadaan infeksi.
i.        Hemoglobin dan hematokrit à meningkat karena dehidrasi.
j.        EKG à mungkin aritmia karena penurunan potasium serum.
k.      Keton urine tidak ada atau hanya sedikit.
J.      Diagnosa Keperawatan
1.      Volume cairan kurang dari kebutuhan
2.      Gangguan perfusi jaringan
3.      Jalan napas tidak efektif
4.      Intoleransi aktivitas
K.    Rencana Keperawatan
1.      Volume cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan deuresis osmotik
Intervensi :
a.       Dapatkan riwayat pasien atau orang terdekat sehubungan lamanya atau intensitas dari gejala seperti pengeluaran urine yang berlebih.
Rasional :
Membantu dalam memperkirakan kekurangan volume total. Tanda dan gejala mungkin sudah ada pada beberapa waktu sebelumnya.
b.      Pantau TTV, catat adanya perubahan TD ortostatik.
Rasional :
Hipovolemia dapat dimanisfestasikan oleh hipotensi dan takikardia. Perkiraan berat ringannya hipovolemia, dapat dibuat ketika tekanan darah sistolik pasien turun lebih dari 10 mm Hg dari posisi berbaring ke posisi duduk atau berdiri.
c.       Pantau pola nafas seperti adanya pernapasan Kussmaul atau pernapasan yang berbau keton.
Rasional :
Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang menghasilkan kompensasi alkalosis respiratoris terhadap keadaan ketoasidosis. Pernapasan yang berbau aseton berhubungan dengan pemecahan asam aseto-asetat dan harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi.
d.      Pantau frekuensi dan kualitas pernapasan, penggunaan otot bantu napas, dan adanya apnea dan munculnya sianosis.
Rasional :
Koreksi hiperglikemia dan asidosis akan menyebabkan pola dan frekuensi pernapasan mendekati normal. Tetapi peningkatan kerja pernapasan, pernapasan dangkal, pernapasan cepat, dan munculnya sianosis mungkin merupakan indikasi dari kelelahan pernapasan dan mungkin pasien itu kehilangan kemampuannya untuk melakukan kompensasi pada asidosis.
e.       Pantau suhu, warna kulit, atau kelembabannya.
Rasional :
Meskipun demam, menggigil dan diaforesis merupakan hal umum terjadi pada proses infeksi, demam dengan kulit kemerahan, kering mungkin sebagai cerminan dari dehidrasi.
f.       Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urin.
Rasional :
Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan dari terapi yang diberikan.
g.      Berikan cairan sesuai dengan indikasi : normal salin atau setengah normal salin dengan atau tanpa dektrosa.
Rasional :
Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respon pasien secara individual.
h.      Berikan kalium atau elektrolit yang lain melalui IV dan atau melalui oral sesuai indikasi.
Rasional :
Kalium harus ditambahkan pada IV untuk mencegah hipokalemia.
i.        Pantau pemeriksaan laboratorium seperti natrium.
Rasional :
Mungkin menurun yang dapat mencerminkan perpindahan cairan dari intrasel (diuresis osmotik). Kadar natrium yang tinggi mencerminkan kehilangan cairan atau dehidrasi berat atau reabsorpsi natrium dalam berespon terhadap sekresi aldosteron.
2.      Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya gangguan transport O2
Intervensi :
a.         Pertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda vital sesuai indikasi.
Rasional :
Perubahan tekanan CSS mungkin merupakan potensi adanya resiko herniasi batang otak yang memerlukan tindakan medis dengan segera.
b.        Pantau frekuensi atau irama jantung.
Rasional :
Perubahan pada frekuensi (tersering adalah bradikardia) dan disritmia dapat terjadi, mencerminkan trauma atau tekanan batang otak.
c.         Berikan tindakan yang menimbulkan rasa nyaman, seperti masase punggung, lingkungan yang tenang, suara yang halus dan sentuhan yang lembut.
Rasional :
Meningkatkan istirahat menurunkan stimulasi sensori yang belebihan.
d.        Pantau status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standart (misalnya skala koma Glascow).
Rasional :
Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, dan perkembangan kerusakan SSP.
e.         Catat ada atau tidaknya refleks-refleks tertentu seperti refleks menelan, batuk dan Babinski.
Rasional :
Penurunan refleks menandakan adanya kerusakan pada tingkat otak tengah atau batang otak dan sangat berpengaruh langsung terhadap keamanan pasien. Kehilangan refleks berkedip mengisyaratkan adanya kerusakan pada daerah pons dan medulla. Tidak adanya refleks batuk meninjukkan adanya kerusakan pada medulla. Refleks Babinski positif mengindikasikan adanya trauma sepanjang jalur pyramidal pada otak.
f.         Tinggikan kepala tempat tidur sekitar 15-45 derajat sesuai toleransi atau indikasi. Jaga kepala pasien tetap berada pada posis netral.
Rasional:
Peningkatan aliran vena dari kepala akan menurunkan TIK.
g.        Berikan cairan IV dengan alat control khusus. Batasi pemasukan cairan dan berikan larutan hipertonik atau elektrolit sesuai indikasi.
Rasional:
Meminimalkan fluktuasi dalam aliran vaskuler dan TIK. Restriksi cairan mungkin diperlukan untuk mengurangi cairan tubuh total dan selanjutnya akan menurnkan edema serebral terutama saat munculnya SIADH.
h.        Berikan O2 tambahan sesuai indikasi.
Rasional:
Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral yang meningkatkan TIK.
3.      Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
Intervensi:
a.         Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan.
Rasional:
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan atau kronisnya proses penyakit.
b.        Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.
Rasional:
Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir atau daun telinga). Keabu-abuan dan sianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
c.         Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan atau bunyi tambahan.
Rasional :
Bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus atau tertahannya secret. Krekels basah menyebar menunjukkan cairan pada intestisial atau dekompensasi jantung.
d.        Palpasi fremitus.
Rasional:
Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak.
e.         Awasi tingkat kesadaran atau status mental. Selidiki adanya perubahan.
Rasional:
Dapat menunjukkan peningkatan hipoksia atau komplikasi.
f.         Awasi tanda vital dan irama jantung.
Rasional:
Takikardia, disritmia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
g.        Berikan O2 tambahan melalui nasal kanul, masker parsial atau masker dengan humidifikasi tinggi seuai indikasi.
Rasional:
Memaksimalkan sediaan O2, khususnya bila ventilasi menurun depresi anestesi atau nyeri, juga selama periode kompensasi fisiologi sirkulasi terhadap unit fungsional alveolar.
h.        Awasi atau buat gambaran GDA, nasi oksimetri. Catat kadar Hb.
Rasional:
Penurunan PaO2 atau peningkatan PaCO2 dapat menunjukkan kebutuhan untuk dukungan ventilasi. Kehilangan darah bermakna dapat mengakibatkan penurunan kapasitas pembawa O2, menurunkan PaO2.
4.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan.
Intervensi:
a.       Kaji atau diskusikan tingkat kelelahan pasien dan identifikasi aktivitas yang dapat dilakukan pasien.
Rasional:
Pasien biasanya telah mengalami penurunan tenaga, kelelahan otot menjadi terus memburuk setiap hari karena proses penyakit dan munculnya ketidakseimbangan natrium dan kalium.
b.      Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas. Buat jadwal perencanaan dengan pasien dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan.
Rasional:
Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lelah.
c.       Berikan aktivitas alternative dengan periode istirahat yang cukup atau tanpa diganggu.
Rasional:
Mencegah kelelahan yang berlebihan.
d.      Pantau nadi, frekuensi pernapasan dan tekanan darah sebelum atau sesudah melakukan aktivitas.
Rasional:
Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis.
e.       Diskusikan cara penghematan kalori selama mandi, berpindah tempat, dsb.
Rasional:
Pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan penurunan kebutuhan akan energi pada setiap kegiatan.
f.       Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan yang dapat ditoleransi.
Rasional:
Meningkatkan kepercayaan diri atau harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi pasien.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A.     Kasus
Ibu N (40 Thn) dibawa ke RS Respati Yogyakarta oleh keluarganya dengan alasan mengalami badan yang terasa lemah dan sebelum dibawa ke RS klien dirumah mengalami pingsan. Setelah dianamnesa, keluarga Ibu N mengatakan bahwa sebelum dibawa ke RS klien mengeluhkan pusing dan penglihatan kabur dan akhir-akhir ini klien sering BAK, bila malam hingga 7 sampai 8 kali. Namun klien sering merasa haus. Mukosa bibir klien kering, konjungtiva anemis, kulit tidak elastis, CRT < 3 detik dan sionosis. Klien mempunyai riwayat hipertensi dan tidak kontrol rutin. BB klien menurun penurunan berat badan 5 Kg dalam 1 bulan terakhir. BB : 45kg dengan TB : 164cm. IMT : 16,8. Dari pemeriksaan TTV didapatkan = TD : 170/100 mmHg, Nadi : 110x/menit, RR : 26x/menit (cepat dangkal), T : 37,20C. Gula Darah sewaktu saat masuk 640 mg/dl.

B.Pengkajian Keperawatan
Tanggal pengkajian               : 27 April 2014.
Waktu                                     : 10.00 WIB.
Ruang                                      : Melati 2, RS Respati Yogyakarta.
a.      Identitas Klien
Nama                                 : Ny. N
Umur                                 : 40 tahun.
Jenis kelamin                     : Perempuan.
Alamat                              : Ngemplak, Sleman.
Pekerjaan               : Petani
Tanggal masuk                        : 27 April 2014.
No. RM                                   : 00800901.
Diagnosa Medis                      : Diabetes Melitus (DM) Tipe II.
b.      Identitas Penanggung jawab
Nama   : Ny. N
Umur   : 19 tahun
Alamat            : Ngemplak Sleman.
Pekerjan          : Ibu Rumah Tangga
Hubungan dengan pasien : anak
c.       Keluhan Utama.
Klien merasa badannya lemah, sebelum dibawa ke RS klien dirumah mengalami pingsan.
d.      Riwayat Penyakit Sekarang.
Pasien datang ke RS Respati Yogyakarta pada tanggal 27 April 2014 melalui IGD dengan keluhan badan lemas dan sebelumnya klien sempat tidak sadarkan diri. Keluhan disertai dengan sering BAK terutama pada malam hari, sering haus, namun badan klien semakin kurus. Dilakukan pemeriksaan gula darah pada pasien, yang ternyata didapatkan hasil GDS = 425 g/dl. Oleh dokter yang memeriksa, pasien dianjurkan untuk dirawat. Kemudian klien dipindahkan ke ruang Melati 2. Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 27 April 2014, klien masih terlihat lemah.
e.       Riwayat Penyakit Dahulu.
Klien memiliki riwayat penyakit hipertensi.
f.       Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga klien ada yang memiliki riwayat penyakit hipertensi.
g.      Genogram


 





Keterangan :



 
                : laki-laki                                             : klien











 
                        : perempuan                                         : meninggal dunia



 
             : tinggal dalam 1 atap/rumah
                        : garis keturunan         

h.      Pemeriksaan
Pemeriksaan ABC
A                     : tidak ada sumbatan jalan nafas
B                     : RR: 26x/mnt, N : 120x/mnt, TD 170/100mmHg.
C                     : CRT<3, sianosis, konjungtiva anemis.
D                     : CM, GCS  : 14.


Pemeriksaan Fisik
-          KU             : CM.
-          TTV                       :
TD:170/100 mmHg, N: 110 x/menit, RR:26x/menit, S:37,20 C.
-          BB : 45kg dengan TB : 164cm. IMT : 16,8.
-          Kepala                    : Mesoshepal
-          Rambut      : Sedikit beruban.
-          Mata                       : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor.
Visus               : 3/6
-          Hidung       : Simetris, tidak ada sekret.
-          Mulut                     : Bibir sedikit kering.
-          Gigi                        : Caries (+).
-          Leher                       : JVP 5-2 CmH2O.
-          Jantung      :
Inspeksi           : Ictus tidak terlihat.
Palpasi             : Ictus tidak teraba.
Perkusi            :
Batas atas   : sela iga II linea parasternal kiri.
Batas kanan            : Sela iga V linea parasternal kanan.
Batas kiri    : Sela iga VI linea midklavikula kiri
Auskultasi       :  BJ I - II reguler, murmur (-), gallop (-).
-          Dada - Paru :
Inspeksi           : Bentuk dada normal, pergerakan nafas kanan kiri simetris.
Palpasi             : Fremitus taktil simetris kanan kiri.
Perkusi            : Sonor
Auskultasi       : Vesikuler, Ronchi (-), Whizing (-).
-          Abdomen   :
Inspeksi : Perut datar, simetris
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak  teraba.
Perkusi : Timpani.
Auskultasi : BU (+) N.
-          Punggung :
CVA = Nyeri tekan (-).
Nyeri ketok (-).
-          Alat Kelamin         : Normal. Tidak ada edema, luka, mukosa lembab.
-          Anus                      : Normal. Tidak terdapat hemoroid, atresia ani (-).
-          Ekstremitas Atas dan Bawah : Tidak ada edema.
ROM              :
                4444 4444
                         3333 3333
i.           Pemeriksaan Laboratorium.
-          Pemeriksaan Darah Lengkap
No
Nilai Normal
Hasil Lab
1
Hb: L(13-16)  P(12-15) gr/dl
Hb : 12,5 gr/dl
2
Hematokrit: L(40-54) P(37-47) %
Hematokrit : 31,8 %
3
Leukosit: 5.000-10.000 ribu/µL
Leukosit : 5.100 ribu/µL
4
Trombosit:150.000-450.000/mm3
Trombosit : 137.000/ mm3
5
MCV : 81 – 99 fL
MCV : 83 fL
6
MCH : 27,0 – 31,0 pg
MCH : 26,8 pg
7
MPV : 7,4 – 10,4 fL
MPV : 7,4 fL
8
MCHC : 32 - 36 g/dl
MCHC : 32,3 g/dl         
9
Ureum : (18 – 55) mg/dl
Ureum : 50 mg/dl
10
Natrium (135-145meq/L)
Na : 150 meq/dl
11
Kalium (3,5-5,5meq/L)
Kalium : 6 meq/dl
12
Creatinin :  (0,9 – 1,30 mg/dl)
Creatinin : 1,1 mg/dl
13
GDS : 125-200 mg/dl
GDS : 640 mg/ dl
14
pCO2 : (35-45mmHg)
pCO2 :  50 mmHg
15
HCO3 : (19-25meq/L)
HCO3 : 35meq/L




j.        Terapi yang diperoleh

-          Infus RL 20 tts/mnt.
-          Inj Ranitidin 1 amp/12 jam/IV.
-          Glibenklamid  2xI.
-          Neurosanbe 1 amp/hari.
-          Antasid syrup 3xI.











1 komentar:

  1. mantap informasinya, ijin nyimak untuk dijadikan sebagai referensi dam sumber bagi artikel kehesehatan kami, salah jabat erat.
    Gejala Kanker Serviks
    Ciri Ciri Keputihan Abnormal

    BalasHapus