BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Hipertensi
didefenisikan sebagai peningkatan tekanan darah lebih tinggi dari 160/90 mmHg
merupakan penyakit yang banyak diderita masyarakat. Hipertensi merupakan
penyebab utama dari kematian dan gangguan kardiovaskular. Hipertensi juga
sering disebut dengan sebagai “silent killer” karena menimbulkan
komplikasi pada jantung, otak dan ginjal. Namun sayangnya sekitar 50% penderita
hipertensi tidak menyadari adanya hipertensi tersebut sehingga penderita yang
dapat diobati dalam arti hipertensinya terkendali dengan baik, hanyalah sekitar
10 – 12%.
Masalah
utama pada hipertensi adalah bahwa lebih dari 90% penderita termasuk golongan
esensial yaitu yang tidak atau belum diketahui penyebabnya, 75% termasuk
penderita hipertensi ringan (diastolik 90 – 105 mmHg) dan hipertensi sedang
(diastolik (105 – 115 mmHg). Keadaan ini mempunyai kaitan dengan kebijaksanaan
tatalaksana terapinya dan rencana perawatan klien dirumah atau masyarakat,
karena menyangkut jumlah populasi yang besar dan beban masyarakat yang berat
bila terapi dan asuhan keperawatan klien tidak direncanakan dengan seksama.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana konsep
dasar dari penyakit hipertensi?
2.
Bagaimana konsep
asuhan keperawatan kepada pasien dengan hipertensi?
1.3
Tujuan Penulisan
1.
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami konsep dasar dari penyakit hipertensi
2.
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami konsep asuhan
keperawatan kepada pasien dengan hipertensi
1.4
Manfaat Penulisan
1. Dapat menambah wawasan pembaca mengenai
hal-hal apa saja yang perlu dipahami mengenai penyakit hipertensi
2. Dapat membuat dan melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan hipertensi
BAB 2
KONSEP DASAR HIPERTENSI
2.1
Pengertian Hipertensi
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan
sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolik sama
atau lebih besar 95 mmHg.
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten
dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90
mmHg. Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik
160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. Hipertensi merupakan penyebab utama
gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal.
Hipertensi
didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood pressure (JNC) sebagai tekanan yang lebih tinggi dari
140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang
dari tekanan darah (TD) normal tinggi sampai hipertensi maligna. Keadaan ini
dikategorikan sebagai primer/esensial (hampir 90% dari semua kasus) atau
sekunder, terjadi sebagai akibat dari kondisi patologi yang dapat dikenali,
seringkali dapat diperbaiki.
2.2
Etiologi Hipertensi
Berdasarkan etiologinya hipertensi
dibagi menjadi dua golongan yaitu :
1. Hipertensi esensial atau hipertensi
primer
Hipertensi esensial atau hipertensi primer yaitu
hipertensi yang
tidak diketahui penyebabnya. Namun sejumlah interaksi beberapa energi
homeostatik saling terkait. Defek awal diperkirakan pada mekanisme pengaturan
cairan tubuh dan tekanan oleh ginjal. Faktor hereditas berperan penting
bilamana ketidakmampuan genetik dalam mengelola kadar natrium normal. Kelebihan
intake natrium dalam diet dapat meningkatkan volume cairan dan curah jantung.
Pembuluh darah memberikan reaksi atas peningkatan aliran darah melalui
kontriksi atau peningkatan tahanan perifer. Tekanan darah tinggi adalah hasil
awal dari peningkatan curah jantung yang kemudian dipertahankan pada tingkat
yang lebih tinggi sebagai suatu timbal balik peningkatan tahanan perifer.
2. Hipertensi sekunder pada umumnya
diketahui.
Berikut ini beberapa kondisi yang menjadi penyebab
terjadinya hipertensi sekunder :
·
Penggunaan kontrasepsi hormonal (estrogen)
Oral kontrasepsi yang berisi estrogen dapat menyebabkan
hipertensi melalui mekanisme Renin-aldosteron-mediated volume expation. Dengan
penghentian oral kontrasepsi, tekanan darah normal kembali setelah beberapa
bulan.
·
Penyakit parenkim dan vaskular ginjal.
Merupakan penyebab utama hipertensi sekunder. Hipertensi
renovaskular berhubungan dengan penyempitan satu atau lebih arteri besar yang
secara langsung membawa darah ke ginjal. Sekitar 90% lesi arteri renal pada
klien dengan hipertensi disebabkan oleh aterosklerosis atau fibrous displasia
(pertumbuhan abnormal jaringan fibrous). Penyakit parenkim ginjal terkait
dengan infeksi, inflamasi, dan perubahan struktur, serta fungsi ginjal.
·
Gangguan endokrin.
Disfungsi medula adrenal atau korteks adrenal dapat
menyebabkan hipertensi sekunder. Adrenal-mediated hypertension disebabkan
kelebihan primer aldosteron, kortisol, dan katekolamin. Pada aldosteronisme
primer, kelebihan aldosteron menyebabkan hipertensi dan hipokalemia. Aldosteronisme
primer biasanya timbul dari benigna adenoma korteks adrenal.
·
Coarctation aorta
Merupakan penyempitan aorta kongenital yang mungkin terjadi
beberapa tingkat pada aorta torasik atau aorta abdominal. Penyempitan
menghambat aliran darah melalui lengkung aorta dan mengakibatkan peningkatan
tekanan darah diatas area kontriksi.
·
Neurogenik : tumor otak, encephalitis, dan gangguan
psikiatri.
·
Kehamilan
·
Luka bakar
·
Peningkatan volume vascular
·
Merokok
Nikotin dalam rokok meningkatkan pelepasan katekolamin.
Peningkatan katekolamin menyebabkan iritabilitas miokardial, peningkatan denyut
jantung, dan menyebabkan vasokontriksi, yang mana pada akhirnya meningkatkan
tekanan darah.
2.3
Patofisiologi Hipertensi
Tekanan
arteri sistemik adalah sebuah hasil dari perkalian cardiac output (curah
jantung) dengan tahanan perifer. Cardiac output (curah jantung) diperoleh dari
perkalian antara stroke volume dengan heart rate (denyut jantung). Pengaturan
tahanan perifer dipertahankan oleh sistem saraf otonom dan sirkulasi hormon.
Empat sistem kontrol yang berperan dalam mempertahankan tekanan darah antara
lain :
1.
Sistem baroreseptor
2.
Pengaturan volume cairan tubuh
3.
Sistem renin angiotensin
4. Autoregulasi vaskule
Baroreseptor
arteri terutama ditemukan di sinus carotid, tapi juga dalam aorta dan dinding
ventrikel kiri. Baroreseptor ini memonitor derajat tekanan arteri. Sistem
baroreseptor meniadakan peningkatan tekanan arteri melalui mekanisme
perlambatan jantung oleh respon vagal (stimulasi parasimpatis) dan vasodilatasi
dengan penurunan tonus simpatis. Oleh karena itu, reflek kontrol sirkulasi
meningkatkan tekanan arteri sistemik bila tekanan baroreseptor turun dan
menurunkan tekanan arteri sistemik bila tekanan baroreseptor meningkat. Alasan
pasti mengapa kontrol ini gagal pada hipertensi belum diketahui. Hal ini
ditujukan untuk menaikkan re-setting sensitivitas baroreseptor sehingga tekanan
meningkat secara tidak adekuat, sekalipun penurunan tekanan tidak ada.
Perubahan
volume cairan mempengaruhi tekanan arteri sistemik. Bila tubuh mengalami
kelebihan garam dan air, tekanan darah meningkat melalui mekanisme fisiologi
kompleks yang mengubah aliran balik vena ke jantung dan mengakibatkan
peningkatan curah jantung. Bila ginjal berfungsi secara adekuat, peningkatan
tekanan arteri meningkatkan diuresis dan penurunan tekanan darah. Kondisi
patologis yang mengubah ambang tekanan pada ginjal dalam mengekskresikan garam
dan air akan meningkatkan tekanan arteri sistemik.
Renin
dan angiotensin memegang peranan penting dalam pengaturan tekanan darah. Ginjal
memproduksi renin yaitu enzim yang bertindak pada substrat protein plasma untuk
memisahkan angiotensin I, yang kemudian diubah oleh converting enzym dalam paru
menjadi angiotensin II kemudian menjadi angiotensin III. Angiotensin II dan III
mempunyai aksi vasokontriktor yang kuat pada pembuluh darah dan merupakan
mekanisme kontrol terhadap pelepasan aldosteron. Aldosteron sangat bermakna
dalam hipertensi terutama pada aldoteronisme primer. Melalui peningkatan
aktivitas sistem saraf simpatis, angiotensin II dan III juga mempunyai efek
inhibiting atau penghambatan pada ekskresi garam (natrium) dengan akibat
peningkatan tekanan darah.
Sekresi
renin yang tidak tepat diduga sebagai penyebab meningkatnya tahanan perifer
vaskular pada hipertensi esensial. Pada tekanan darah tinggi, kadar renin harus
diturunkan karena peningkatan arteriolar renal mungkin menghambat sekresi
renin. Peningkatan tekanan darah terus-menerus pada klien hipertensi esensial
akan mengakibatkan kerusakan pembuluh darah pada organ-organ vital. Hipertensi
esensial mengakibatkan hyperplasia medial (penebalan) arteriole-arteriole.
Karena pembuluh darah menebal, maka perfusi jaringan menurun dan mengakibatkan
kerusakan organ tubuh. Hal ini menyebabkan infrak miokard, stroke, gagal
jantung dan gagal ginjal.
Autoregulasi
vaskular adalah suatu proses yang mempertahankan perfusi jaringan dalam tubuh
relatif konstan. Jika aliran berubah, proses autoregulasi akan menurunkan
tahanan vaskular dengan mengakibatkan pengurangan aliran, sebaliknya akan
meningkatkan tahanan vaskular sebagai akibat dari peningkatan aliran.
Autoregulasi vaskular nampak menjadi mekanisme penting dalam menimbulkan
hipertensi berkaitan dengan overload garam dan air.
2.4
Tanda dan
Gejala
Peningkatan
tekanan darah kadang–kadang merupakan satu–satunya gejala. Bila demikian,
gejala baru akan muncul setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak,
atau jantung. Gejala lain yang sering ditemukan adalah sakit kepala, epistaksis,
marah, telinga berdenging, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang –
kunang dan pusing.
2.5
Pemeriksaan penunjang
a) Hitung darah lengkap meliputi
pemeriksaan hemoglobin, hematokrit untuk menilai viskositas dan indikator
faktor risiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
b) Kimia darah, terdiri lain:
1. BUN, kreatinin : peningkatan kadar
menandakan penurunan perfusi atau faal ginjal.
2. Serum glukosa : hiperglikemia
(diabetes melitus adalah presipitator hipertensi) akibat peningkatan kadar
katekolamin.
3. Kadar kolesterol atau trigliserida :
peningkatan kadar mengindikasikan predisposisi pembentukan plaque atheromatus.
4. Kadar serum aldosteron : menilai
adanya aldosteronisme primer.
5. Studi tiroid (T3 dan T4)
: menilai adanya hipertiroidisme yang berkontribusi terhadap vasokontriksi dan
hipertensi.
6. Asam urat : hiperuricemia merupakan
implikasi faktor resiko hipertensi.
c) Elektrolit
1. Serum potasium atau kalium
(hipokalemia mengindikasikan adanya aldosteronisme atau efek samping terapi
diuretik.
2. Serum kalsium bila meningkat
berkontribusi terhadap hipertensi.
d) Urine
1. Analisis urine adanya darah,
protein, glukosa dalam urine mengindikasikan disfungsi renal atau diabetes.
2. Urine VMA (catecholamine metabolisme):
peningkatan kadar mengindikasikan adanya pheochromacytoma.
3. Steroid urine : peningkatan kadar
mengindikasikan hiperadrenalisme, pheochromacytoma, atau disfungsi pituitary,
sindrom chushing’s; kadar renin juga meningkat.
e) Radiologi
1. Intra Venous Pyelografi (IVP) :
mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti renal pharenchymal disease,
urolithiasis, benign prostate hyperplasia (BPH).
2. Rontgen toraks : menilai adanya
kalsifikasi obstruktif katup jantung, deposit kalsium pada aorta, dan
pembesaran jantung.
f) EKG
Menilai adanya hipertrofi miokard, pola
strain, gangguan konduksi atau disritmia.
2.6
Penatalaksanaan
1. Tujuan Pengobatan Hipertensi
·
Menurunkan tekanan darah sampai normal atau mendekati
normal, tanpa mengganggu aktivitas sehari-hari. Dengan demikian dapat komplikasi
dan menurunkan morbiditas dan mortalitas.
·
Prevansi terhadap peninggian
tekanan darah dan “heart rate” secara akut selama “exercise” dan
“stress”
2. Obat-obat Anti Hipertensi
a. Diuretik
·
Kemanjuran maksimal rendah; Indapamid (Lozol), Ftalimidin,
Tiazid.
·
Kemanjuran maksimal tinggi; Bumetanid (Bumex), Asam
Etakrinat (Edeerin), Furosemid (Lasix).
·
Hemat Kalium; Amilorid (Midomir), Spironolakton (Aldaetone),
Trianteren (Dyrenium).
b. Obat Simpatolitik
1. Bekerja pada SPP; Klonidin
(Catapres), Guanabenz (Wytensin), Metildopa (Aldomet).
2. Bekerja pada gonglion otonom;
Trimetafan (Arfonad).
3. Bekerja pada neuron simpatis pasca
ganglion; Guanadrel (Hylorel), Guanetidin (Isenelin), Penghambat monoamin
oksidase, Reserpin.
4. Penghambat reseptor, terdiri dari:
·
Adrenoreseptor; Fenoksibenzamin (Dibenzyline), Fentolamin
(Reqitinin), Prazosin (Minipres).
·
Adrenoreseptor; Atenol (Tenormin), Labetol (Normodyne,
Trandate), Metoprolol (Lopressor), Nadolol (Corgard), Pindolol (Visken),
Propanolol (Inderal), Timolol (Blocadren).
·
Vasodilator; Diazoksid (Hyperstat), Diltiazem (Cardizem),
Hydralazin (Apresoline), Minoksidil (Lomitmen), Nifedipin (Adelat, Procardia),
Verapamil (Calan, Isoptin).
·
Penghambat sistem renin angiostenin; Captopril (Capoten),
Enalapril (Vasotec), Saralisin (Sarenin).
3. Diit Hipertensi/Diit Rendah Garam
Hipertensi
dapat dikendalikan dengan Diit rendah Garam, merupakan diit dengan pembatasan
konsumsi garam untuk membantu menghilangkan retensi garam/air dalam jaringan
tubuh
Syarat-syarat
diit rendah garam , diantaranya :
·
Cukup kalori, mineral dan vitamin
·
Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan penyakit
·
Jumlah natrium yang diperolehh disesuaikan dengan berat
tidaknya retensi garam/air dan/atau hipertensi.
Macam Diit Rendah Garam
Jika ditinjau dari jumlah natrium
yang perlu dikonsumsi, Diit Rendah Garam dibagi menjadi 3 yaitu :
·
Diit Rendah Garam I (DRG I) mengandung natrium 200-400 mg.
Dalam pemasakan tidak ditambahkan garam dapur. Bahan makanan tinggi natrium
dihindarkan. Makanan diberikan kepada penderita dengan oedema, ascites dan/atau
hipertensi berat.
·
Diit Rendah Garam II (DRG II) mengandung natrium 600-800 mg.
Pemberian makanan sama dengan DRG I. dalam pemasakan makanan diperbolehkan
menggunakan ¼ sdt garam dapur (1 gr). Bahan makanan tinggi natrium dihindarkan.
Makanan ini diberikan kepada penderita dengan oedema, ascites dan/atau
hipertensi sedang ini diberikan kepada penderita dengan oedema, ascites
dan/atau hipertensi sedang
·
Diit Rendah Garam III (DRG III) mengandung natrium 1000-1200
mg. Pemberian makanan sama dengan DRG I. Dalam pemasakan boleh diberi garam
dapur ½ sendok teh (2 gr). Makanan ini diberikan kepada penderita dengan edema,
dan/atau hipertensi ringan.
2.7
Komplikasi
Penyakit
hipertensi bila tidak dikontrol secara teratur akan berlanjut kearah penyakit
yang mematikan,
seperti :
a) Penyakit jantung
b) Cedera serebrovaskular
c) Gagal ginjal
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1
Pengkajian
Dasar data pengkajian klien, antara lain:
1.
Identitas pasien
2.
Identitas keluarga atau penanggungjawab
3.
Keluhan utama
4.
Riwayat penyakit sekarang
5.
Riwayat kesehatan / penyakit yang lalu
6.
Riwayat kesehatan keluarga
7.
Pola aktivitas sehari-hari, meliputi :
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung.
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat hipertensi,
aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan panyakit serebrovaskular. Episode
palpitasi, perspirasi.
Tanda : kenaikan tekanan darah, hipotensi postural, takikardi, pengisian
kapiler lambat, pucat, sianosis, diaforesis, dan kemerahan (feokromositoma).
c. Integritas
Ego
Gejala : ansietas, marah.
Tanda : gerak tangan empati, peningkatan pola bicara.
d. Eliminasi
Gejala
: gangguan ginjal saat ini atau yang
lalu.
e. Makanan/Cairan
Gejala : makanan yang disukai, yang mencakup makanan tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol, mual,
muntah, perubahan berat badan (meningkat/menurun).
f. Neurosensori
Gejala : keluhan pening/pusing, berdenyut, sakit kepala suboksipital.
Episode kebas dan/atau kelemahan pada satu sisi, gangguan
penglihatan.
Tanda : status mental: perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara,
afek, proses pikir, atau memori (ingatan).
g. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : angina, sakit kepala oksipitalberat seperti pernah terjadi
sebelumnya.
h. Pernafasan
Gejala : dispnea, takipnea, riwayat merokok, batuk dengan/tanpa sputum.
Tanda
: distress respirasi, bunyi nafas
tambahan, sianosis.
i.
Keamanan
Gejala
: gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.
3.2 Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa
keperawatan yang mungkin timbul pada klien dengan hipertensi, yaitu :
a. Resiko tinggi terhadap penurunan
curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi dan
iskemia miokardia.
b. Intoleran aktivitas berhubungan
dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
c. Nyeri (sakit kepala) berhubungan
dengan peningkatan tekanan vaskular serebral.
d. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan masukan yang berlebihan, pola hidup monoton, keyakinan
budaya.
e. Koping individu inefektif
berhubungan dengan krisis situasional/maturasional, sistem pendukung tidak
adekuat, metode koping tidak efektif.
f. Kurang pengetahuan mengenai kondisi,
rencana pengobatan berhubungan dengan kurang pengetahuan/daya ingat,
misinterpretasi informasi, keterbatasan kognitif.
3.3
Intervensi
Keperawatan
Dari
diagnosa keperawatan yang telah disusun di atas, maka rencana tindakan
keperawatannya adalah
sebagai berikut :
1. Resiko penurunan curah jantung
berhubungan dengan peningkatan after load, vasokontriksi.
Tujuan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan
darah/beban kerja jantung.
Kriteria hasil : Mempertahankan TD dalam rentang individu
yang dapat diterima, memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil dalam
rentang normal klien.
Rencana
keperawatan :
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Pantau Tekanan darah
2.
Catat keberadaan,kualitas denyutan sentral dan perifer
3.
Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas
4.
Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian
kapiler
5.
Catat edema umum/tertentu
6.
Berikan lingkungan tenang dan kurangi aktifitas
7.
Pertahankan pembatasan aktifitas, seperti istirahat
ditempat tidur, bantu klien melakukan aktifitas perawatan diri sesuai
kebutuhan
8.
Anjurkan teknik relaksasi, aktifitas pengalihan
9.
Berikan obat-obatan sesuai indikasi (diuretik, inhibitor simpatis,
vasodilator)
|
1.
Mengetahui secara dini perubahan yang terjadi dan untuk
memberikan tindakan yang sesuai dengan keadaan pasien.
2.
Denyut karotis, jugularis dan femoralis dapat mencerminkan
efek dari vasokontriksi dan kongesti vena.
3.
S4 umum
terdengar pada pasien hipertensi berat perkembangan S3 menunjukkan hipertropi
ventrikel dan kerusakan fungsi. Adanya krakles, mengindikasikan kongesti paru
sekunder.
4.
Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan pengisian kapiler
lambat mungkin berkaitan dengan vasokontriksi.
5.
Mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal atau
vaskular.
6.
Menurunkan rangsang simpatis, meningkatkan relaksasi.
7.
Menurunkan strees dan ketegangan yang mempengaruhi tekanan
darah
8.
Dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan strees
sehingga akan menurunkan TD
9.
Menghindari terjadinya penurunan fungsi jantung dan beban
kerja jantung.
|
2. Nyeri kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan
vaskuler serebral
Tanda dan gejala:
Keluhan nyeri kepala oksipital terutama pada saat bangun , otot-otot
wajah tegang, menyeringai menahan sakit, gelisah, leher kaku, penglihatan
kabur, mual dan muntah.
Tujuan :
Nyeri
hilang atau terkontrol.
Kriteria hasil : Mengungkapkan nyeri hilang,
menyatakan metode yang memberikan pengurangan, mengikuti regimen farmakologi
yang diresepkan.
Rencana
keperawatan
:
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kaji tingkat nyeri pasien
2.
Mempertahankan tirah baring selama fase akut
3.
Berikan tindakan non farmakologi (kompres dingin pada
dahi, pijat punggung, leher, untuk ketenangan redupkan lampu kamar)
4.
Kurangi aktifitas yang berlebihan
5.
Bantu pasien dalam aktifitas sesuai kebutuhan
6.
Berikan cairan, makanan lunak dan perawatan mulut yang
teratur
7.
Berikan analgetik sesuai indikasi
8.
Berikan anti ansietas, misalnya: Diazepam.
|
1. Tingkat nyeri dapat mempengaruhi
tingkah laku pasien dan proses pengobatan
2. Meningkatkan relaksasi terhadap
seluruh organ yang bersangkutan
3. Tindakan tersebut menurunkan
tekanan vaskuler serebral dan memperlambat respon simpatis
4.
Aktifitas yang berlebihan dapat meningkatkan tekanan
vaskuler serebral
5. Mencegah komplikasi dalam
hubungannya dengan sakit kepala
6. Meningkatkan kenyamanan umum
7. Mengontrol nyeri dan menurunkan
rangsangan sistem saraf simpatis
8. Mengurangi tegangan dan
ketidaknyamanan yang diperberat oleh stress.
|
3.
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan
kelemahan umum dan ketidakseimbangan antara suplai darah dan kebutuhan oksigen.
Tanda dan gejala : Keletihan dan kelemahan, dispnea,
perubahan EKG.
Tujuan : Dapat melakukan aktifitas yang
diperlukan atau diinginkan.
Kriteria hasil : Ikut serta dalam kegiatan yang
dibutuhkan, menunjukkan toleransi aktifitas yang dapat diukur, intoleransi
fisiologis mengalami penurunan.
Rencana
keperawatan :
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji respon pasien terhadap
aktifitas
2. Observasi tanda-tanda vital
(Ajarkan pasien Nadi, tekanan darah,
respirasi)
3. Berikan tentang tehnik penghematan
energi (melakukan aktifitas perlahan-lahan dan menggunakan alat bantu)
4. Berikan dorongan untuk melakukan
aktifitas atau peraweatan diri, jika dapat ditoleransi (secara bertahap)
|
1. Perubahan aktifitas dapat
mengidentifikasi tingkat kelemahan fisik pasien atau klien
2. Mengidentifikasi perubahan respon
fisiologis terhadap aktifitas
3. Tekhnik penghematan energi
mengurangi penggunaan energi dan membantu keseimbangan suplai oksigen
4. Kemajuan aktifitas secara bertahap
mencegah peningkatan kerja jantung secara tiba-tiba.
|
4. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan masukan berlebihan, pola hidup monoton, dan keyakinan
budaya.
Tanda dan gejala : Berat Badan (BB) meningkat 10%-20%
dari BB Ideal, lipatan trisep pada pria lebih dari 15 mm dan pada wanita lebih
dari 25 mm.
Tujuan :
Mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dan kegemukan.
Kriteria hasil : Menunjukkan perubahan pola makan
(misal: pilihan makanan, kuantitas, dan sebagainya), mempertahankan berat badan
yang diinginkan dengan pemeliharaan kesehatan optimal, melakukan program
olahraga yang tepat secara individual.
Rencana
keperawatan :
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji pemahaman pasien tentang
hubungan antar hipertensi dan kegemukan
2. Anjurkan pasien untuk menurunkan
asupan kalori lemak, garam dan gula
3. Tetapkan keinginan pasien untuk
menurunkan berat badan
4. Bantu untuk memilih makanan yang
tepat (hindari makanan dengan kejenuhan lemak tinggi dan kolesterol)
5. Rujuk ke ahli gizi sesuai
indikasi.
|
1. Kegemukan merupakan resiko tinggi
terhadap hipertensi
2. Mempercepat proses aterosklerosis.
Masukan garam memperbanyak volume cairan intravaskuler dan merusak ginjal
3. Program penurunan berat badan
membantu menunjang keberhasilan proses penyembuhan
4. Menghindari makanan tinggi lemak
jenuh dan kolesterol penting dalam mencegah perkembangan aterogenesis
5. Memberikan konseling dan bantuan
memenuhi kebutuhan diit individu.
|
5. Inefektif koping individu berhubungan dengan
krisis situasi, harapan yang tak terpenuhi, perubahan hidup beragam.
Tanda dan gejala : Menyatakan ketidakmampuan dalam
memecahkan masalah, gelisah, cemas, insomnia, tegang, depresi.
Tujuan :
Mengidentifikasi perilaku koping yang efektif.
Kriteria hasil : Menyadari akan kemampuan koping
saat ini, menghindari stress, menggunakan ketrampilan atau metode efektif untuk
mengatasi masalah.
Rencana
keperawatan
:
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji keefektifan strategi koping
dengan mengobservasi perilaku
2. Catat laporan gangguan tidur,
peningkatan keletihan, kerusakan konsentrasi
3. Bantu pasien untuk mengatasinya
4. Libatkan pasien dalam perencanaan
perawatan dan beri dorongan pengobatan
5. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi dan mulai merencanakan perubahan hidup yang perlu
6. Dorong pasien untuk mengevaluasi
tujuan hidup. Tanyakan pertanyaan seperti “Apakah yang anda lakukan”
merupakan apa yang anda inginkan.
|
1. Mekanisme adaptif perlu untuk
mengubah pola hidup seseorang
2.
Mekanisme maladaptif merupakan indikator marah yang ditekan
dan menjadi penentu utama tekanan darah diastolik
3. Mengenalkan pasien terhadap
stressor
4. Keterlibatan memberikan perasaan
kontrol diri yang berkelanjutan dan dapat meningkatkan kerjasama dalam
regimen terapeutik
5. Perubahan yang harus
diprioritaskan untuk menghindari rasa tidak menentu dan tidak berdaya
6. Memberikan perhatian dapat
memberikan pandangan pasien terhadap apa yang diinginkan.
|
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, rencana
pengobatan berhubungan dengan kurang pengetahuan, misinterpretasi informasi,
keterbatasan kognitif, menyangkal diagnosa.
Tanda dan gejala: Menyatakan masalah, meminta
informasi/bertanya-tanya, menyatakan miskonsepsi, mengikuti instruksi tidak
akurat, perilaku tidak tepat misal bermusuhan, agitasi, apatis.
Tujuan : Pasien mengerti tentang proses
penyakit dan pengobatan.
Kriteria hasil : Pasien menyatakan pemahaman tentang
proses penyakit dan regimen pengobatan, mengidetifikasi efek samping obat dan
kemungkinan komplikasi yang perlu diperhatikan, mempertahankan tekanan darah dalam parameter normal.
Rencana
keperawatan :
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien
2. Jelaskan tentang hipertensi dan
efeknya pada jantung, pembuluh darah, ginjal, dan otak.
3. Bantu pasien dalam
mengidentifikasikan faktor-faktor resiko kardiovaskuler, mis: obesitas, diit
tinggi lemak, kolesterol, pola hidup monoton, merokok, minum alkohol
4. Berikan informasi tentang sumber
-sumber di masyarakat dan dukungan pasien dalam membuat perubahan pola hidup.
|
1. Tingkat pengetahuan pasien
mempengaruhi proses pemahaman pasien
tentang kondisi dan penyakit yang dialaminya
2. Memberikan dasar untuk pemahaman
tentang peningkatan tekanan darah, pemahaman bahwa tekanan darah meningkat
dapat terjadi tanpa gejala, untuk memungkinkan pasien melanjutkan pengobatan
meskipun ketika merasa sehat
3. Faktor-faktor resiko menunjukkan
hubungan dalam menunjang hipertensi, penyakit kardiovaskuler, ginjal
4. Sumber-sumber di masyarakat dapat
membantu pasien dalam upaya mengawali dan mempertahankan perubahan pola
hidup.
|
3.4
Implementasi
atau Pelaksanaan
Pelaksanaan
merupakan realisasi dari rencana yang telah dibuat. Pelaksanaan asuhan
keperawatan adalah merupakan pemberian asuhan keperawatan yang nyata serta
merupakan penyelesaian dari tindakan keperawatan untuk mencapai sasaran yang
telah dirumuskan dalam perencanaan yaitu dengan terpenuhinya kebutuhan klien
secara optimal.
Beberapa
petunjuk pada pelaksanaan adalah sebagai berikut :
a. Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rncana
setelah dilakukan validasi.
b. Keterampilan interpersonal,
intelektual, teknikal, dilakukan dengan cermat dan eisien pada situasi yang
tepat.
c. Keamanan fisik dan psikologis
dilindungi.
d. Dokumentasi intervensi dan respons
klien.
Setelah pelaksanaan selesai,
dilakukan dokumentasi intervensi secara tertulis pada catatan keperawatan dan
proses keperawatan.
Dalam pelaksanaan keperawatan ada
4 tindakan yang dilakukan yaitu :
1.
Tindakan mandiri
2.
Tindakan observasi
3.
Tindakan health education
4.
Tindakan kolaborasi
3.5
Evaluasi
Evaluasi
asuhan keperawatan adalah tahap akhir proses keperawatan yang bertujuan untuk
menilai hasil akhir dari keseluruhan tindakan keperawatan yang telah dilakukan,
ditulis dalam catatan perkembangan yang berfungsi untuk mendokumentasikan
keadaan klien berupa keberhasilan maupun ketidakberhasilan yang dilihat dari
masalah yang ada.
Evaluasi dari tindakan keperawatan berdasarkan diagnosa diatas, adalah :
1.
Resiko penurunan curah jantung tidak terjadi
2.
Intoleransi
aktivitas dapat teratasi
3.
Nyeri hilang atau terkontrol
4.
Klien dapat
mengontrol pemasukan atau intake
nutrisi
5.
Klien dapat
menggunakan mekanisme koping yang efektif dan tepat
6.
Klien paham
mengenai kondisi penyakitnya
BAB 4
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Dalam
pelaksanaan asuhan keperawaan pada pasien
dengan gangguan sirkulasi sistemik hipertensi dibutuhkan
suatu koordinasi yang tepat serta menunjang ke arah tercapainya tujuan. Salah
satu koordinasi ini merupakan bentuk kerjasama tim antara perawat, dokter, staf
ruangan, demi peningakatan status kesehatan klien disertai dengan dukungan penuh
dari keluarga.
4.2
Saran
Ø Untuk Klien dan Keluarga
1.
Diharapkan klien mau memotivasi
dirinya sendiri untuk pola hidup yang menuju ke arah berulangnya hipertensi,
misalnya hinadri konsumsi garam berlebih, hindari stress, jangan banyak
pikiran, dan olah raga teratur. Anjurkan untuk selalu cek status kesehatan ke
tempat pelayanan kesehatan terdekat.
2.
Diharapkan keluarga memberikan
support yang positif bagi klien demi peningakat status kesehatan klien dan
diharapkan keluarga ikut waspada terhadap resiko pada keluarga klien sendiri.
Ø Untuk Siswa
1. Diharapkan siswa dapat lebih mempersiapkan diri baik dari segi teori,
skill, amupun mental dalam menghadapi klien agar dapat memberikan kontribusi
yang maksimal bagi peningkatan status kesehatan klien.
2. Memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif bagi klien dengan melihat
aspek bio-psiko-sosio-spiritual
DAFTAR
PUSTAKA
Reeves, Charlene J.
2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Brunner & Suddarth. Buku
Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta, EGC, 2002
Doengoes, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC, 2000
Kodim Nasrin. Hipertensi : Yang
Besar Yang Diabaikan, @ tempointeraktif.com, 2003
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusApa anda memiliki keluhan penyakit kelamin yang sukar untuk di sembuhkan? sudah mencoba berbagai macam obat dan pengobatan namun masih belum kunjung sembuh? mungkin anda membutuhkan penanganan khusus oleh dokter ahli spesialis kulit dan kelamin. silahkan kunjungi klinik apollo untuk melakukan reservasi dan menemukan obat yang anda butuhkan. klinik apollo merupakan klinik spesialis kulit dan kelamin yang sudah berpengalaman dibidangnya. dibantu peralatan medis lengkap serta dokter yang berpengalaman, silakan kunjungi klinik apollo untuk mendapatkan penanganan segera.
BalasHapusancor
ancor
ancor
Apa anda memiliki keluhan penyakit kelamin yang sukar untuk di sembuhkan? sudah mencoba berbagai macam obat dan pengobatan namun masih belum kunjung sembuh? mungkin anda membutuhkan penanganan khusus oleh dokter ahli spesialis kulit dan kelamin. silahkan kunjungi klinik apollo untuk melakukan reservasi dan menemukan obat yang anda butuhkan. klinik apollo merupakan klinik spesialis kulit dan kelamin yang sudah berpengalaman dibidangnya. dibantu peralatan medis lengkap serta dokter yang berpengalaman, silakan kunjungi klinik apollo untuk mendapatkan penanganan segera.
BalasHapushttp://wartadokter.com/
http://www.klinikapollo.net/
http://klinikapollo.com/
Nice info, Sangat bermanfaat. Bagi anda yang memiliki masalah penyakit kelamin, anda bisa mengunjungi klinik Apollo untuk melakukan pemeriksaan. Klinik Apollo merupakan penyedia layanan kesehatan berbasis klinik yang menangani masalah penyakit kulit dan kelamin yang terletak di daerah Jakarta pusat. bekerja sama dengan berbagai rumah sakit serta klinik Internasional, juga ditunjang peralatan medis canggih serta dokter ahli spesialis yang sudah berpengalaman dibidangnya, anda bisa mengunjungi klinik apollo untuk melakukan pemeriksaan dan mendapatkan penanganan segera.
BalasHapusJika Anda memiliki pertanyaan seputar penyakit kelamin yang anda rasakan, jangan ragu untuk bertanya pada kami karena isi konsultasi aman terjaga, privasi pasien terlindugi, dan anda bisa tenang berkonsultasi langsung dengan kami. Anda dapat menghubungi hotline di (021)-62303060 untuk berbicara dengan ahli Klinik Apollo, atau klik website bawah ini untuk berkonsultasi dengan ahli klinik Apollo.
Wartadokter
klinikkesehatan
kesehatankelamin